When Love Returns

66 6 0
                                    

"Luka perpisahan memang membuat hati ini sakit, jujur aku bersedih karena kau lakukan itu, Namun aku akan lebih dewasa jika bisa melewati semua ini dan memperbaiki semuanya"

***

Ketika mimpi mulai berganti cerita, aku bisa apa selain tetap berdoa kepada Sang Pencipta. Menyampaikan hasrat doa yang terpendam, menangis dalam sisi kenistaan. Tuhan, tompang aku dalam langkah lurusMu.

***

Senja yang tak ingin terlewati mulai merangkak di pintu cakrawala, hamparan siluet jingga memesona di balik senja. Mataku masih menelanjangi setiap sisi hati ini. Benih-benis cinta bersemi dan bermekaran mengundang kumbang-kumbang untuk singgah. Sudah sebulan lamanya aku tak menikmati keindahan taman ini, setiap detail sisinya menyimpan guratan cerita. Dan hari ini aku dapat merasakanya.

***

"Ndi, akhirnya kau mengunjungi taman ini lagi. Ke mana saja kau akhir-akhir ini?" Pandanganku berhamburan mencari sumber suara. Suara yang tak asing lagi bagiku.

"Ren... Maafkan aku, aku tak dapat menjelaskan semuanya kepadamu. Aku rasa kau tidak akan merasa kehilanganku." Untuk pertama kalinya aku tersenyum, setelah kejadian itu. Sempurna saat semuanya berakhir.

***

"Tak apa, aku bahagia kau bisa kembali lagi ke tempat ini. Aku khawatir jika kau tak tahu lagi di mana tempat ini berada. Hehehe." Tawa garing mengawali pembicaraan yang sebenarnya.

"Mana mungkin aku bisa melupakan tempat ini begitu saja, Ren. Tempat ini teramat berkesan untukku, setiap incinya menyimpan cerita tersendiri di hatiku..."

"Termasuk dia...Sandy" memotong ceritanya.

***

"Aku tak ingin lagi mendengar namanya, Ren. Semua yang terjadi sudah cukup untuk menjelaskan semuanya, jika ia bukan orang yang baik." Kata-katanya mulai terbata-bata, mengeja perlahan-lahan. Tak ingin lagi membuka luka yang telah lama tertutupi.

***

"Bukankah ia sangat berarti untukmu, Ndi. Dan kau juga pernah berjanji tak akan pernah melupakannya."

"Memang dulu aku pernah berjanji untuk hal itu, tapi setelah semuanya terjadi apakah aku harus mempertahankan semuanya. Tak mudah untuk semua ini, Ren."

"Baiklah, aku tak akan mengusik cerita tentang dirinya lagi. Aku tahu apa yang kamu rasakan saat ini. Semoga kau segera pulih dari luka hatimu. Hari sudah hampir malam, aku pulang duluan sampai ketemu besok"

***

Sebenarnya aku tak pernah bisa untuk melupakan ia sepenuhnya, hanya saja aku teramat terluka saat ini. Bukankah setiap luka yang datang tak akan pernah sempurna terobati seperti semula. Tapi, aku yakin rasa ini berangsur-angsur akan segera mengering dengan sendiri. Hanya perlu bersabar, semoga waktu berbaik hati menyembuhkan.

***

Setelah beberapa menit menikmati sunset yang indah, saatnya aku beranjak untuk pulang. Menyusuri jalan kota yang selalu terlihat ramai, entah apa yang mereka lakukan di sini yang jelas tempat ini tak pernah sepi.

***


Dari kejauhan terlihat segerombolan anak gadis yang sedang tertawa lepas, diterangi cahaya lampu remang-remang. Satu di antaranya aku mengenal wajahnya. Rambut hitam legam, mata jersey yang memesona, dan hoodie hijau kesukaannya. Aku segera melangkah lebih cepat berharap melewati gerombolan itu dengan lekas. Tapi suara khasnya memanggil-manggilku.

"Rendi, tunggu Ran..." Ia berjalan lebih cepat dari langkahku. Hingga akhirnya ia mampu meraih tangan kananku. Seketika aku berbalik badan.

Mata elang itu masih kokoh memancarkan cahayanya, tapi aku segera membuang pandangan itu. Aku tak ingin mencungkil luka ini.

"Lepaskan tanganku, Yun. Biarkan aku pergi dari sini." Tanganku berusaha lepas dari cengkramannya. Sulit, terlalu kuat ia mencengkram sama seperti saat ia dulu mencengkram hatiku.

"Aku mohon, Ren kembalilah padaku. Aku amat mencintaimu. Maafkan aku yang dulu, telah melukai hatimu."

"Pernahkah kamu menyadari berapa kali kamu mengucapkan hal seperti itu, tapi nyatanya aku tak pernah sedekit pun merasakan perubahan itu. Kau terlalu naif untuk merubah sikapmu ini. Sudahlah lupakan aku, jalan cerita kita berbeda dan tak ditakdirkan untuk bersama."

Cengkraman tangannya melemah, raut wajahnya mulai berubah. Tatapan itu, ya Tuhan berubah menjadi sayu. Tapi, aku tak ingin mengulang cerita yang sama.

***

Sejak ku kenal Indi dan menjalin hubungan dengan nya aku tak bisa menerima hati cewek lain selain hati dia, tetapi semenjak ku putus darinya, banyak mantan-mantan ku yang kembali tanpa mempunyai rasa kesalahan sedikitpun tetapi aku tak pernah merespon nya karena ku sadar "mereka tidak di takdirkan bersama denganku"

***

Selama beberapa bulan hubunganku dan Indi tidak berjalan membaik, hanya biasa biasa saja, kami hanya layaknya teman, pernah waktu itu pembagian kelompok dan dia menyarankanku untuk satu kelompok dengannya, saat itu aku mendengarnya berbicara dengan teman karibnya,

"Fera dia pintar, bagaimana kalau dia satu kelompok dengan kita?" ucapnya,

lalu temannya memjawab

"Indi dia sudah mempunyai kelompok!"

apa aku hanya dimanfaatkan olehnya? apa cintaku kali ini harus disia sia kan olehnya? seiring waktu aku mulai menyadari bahwa dia memang memanfaatkanku! buktinya di setiap ada tugas di pasti meminta bantuanku,
dan setelahnya itu dia menghabiskan waktunya untuk bercanda ria dengan teman cewek di sekitar barisan bangkunya.

"kau lihat, seharusnya kau melupakannya!" ucap Acin padaku, dia teman satu bangku denganku dia cukup dekat denganku,
"iya kau benar!" balasku padanya

***

"Terkadang kamu harus melupakan apa yang kamu rasakan dan mengingat apa yang pantas kamu dapatkan"


Only LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang