Bila ada typo atau tulisan tidak jelas harap diberi tau.
"Nil, sekarang berangkat sekolahnya bareng abang aja. Gak usah sama Gavin"
"Loh, kenapa? Tumben abang mau ngaterin sekolah" Pantas saja pagi ini ia terlihat rapih sekali, biasanya kalau kuliahnya sampai malam dia takkan bangun sebelum perutnya melilit kelaparan.
"Sekalian mau ada perlu sebentar." Ucapnya sambil mengenakan jaket merah kebanggaannya. "Yuk, buruan"
"Bentar dong, ini makannya belum selesai" protes Vanilla, meletakkan kembali handphone yang dimainkan nya untuk mengabari Gavin agar tak perlu menjemput.
"Yaudah, abang duluan." Lalu dengan santainya berjalan keluar menyalakan motor.
"ABAAAAAAANG, TADI KATANYA NGAJAK BARENG, KOK MALAH DITINGGALIN SIIIIH" dengan cepat Vanilla menyusul abangnya yang sudah menunggu di depan.
Saat diperjalanan menuju sekolah, Vanilla menceritakan kejadian kemarin sore, saat ia bertemu dengan om-om begal yang mengaku sebagai papah kandungnya.
"Gak cerdas banget ya, mau ngebegal pake modus ngaku bapak kandung. Ya gak mempanlah, Nilla kan yatim piatu. Hahahh"
Alvin jadi penasaran siapa laki-laki yang mengaku sebagai papah kandung nya. Kalau memang begal, kenapa bisa tau nama Vanilla? Itu gak mungkin.
Saat sampai di depan sekolah Vanilla, Alvin berniat menjemputnya pulang sekolah nanti. Ia takut adiknya ini didatangi lagi oleh laki-laki kemarin.
"Gak usah, Nilla mau jalan sama Gavin pulang sekolah nanti" ucapnya sambil mencium tangan Alvin.
"Yaudah, ati-ati. Abang duluan" Alvin mengenakan helm nya kembali. Lalu pergi ke tempat yang ingin ia datangi.
Vanilla segera memasuki gedung sekolahnya, ia berjalan ke arah koridor tengah karena memang jarak ke kelasnya lebih dekat jika lewat sana.
Sesekali ia tersenyum jika bertemu dengan orang yang dikenalinya, atau berhenti sebentar mengajaknya berbicara sekedar basa-basi.
Saat sedang berbincang mengenai ekskul jurnalistik dengan teman seangkatannya, tiba-tiba datang seseorang yang merangkul bahu Vanilla, untung saja tidak tersedak saat dirinya sedang berbicara.
Vanilla segera menyingkirkan tangan yang masih bertengger di bahunya. Bukan apa apa. Hanya saja ini di sekolah, Gavin melakukannya saat kami sedang berdiri di koridor tengah.
Itu membuat para manusia yang melihatnya akan menjadikan sebuah tontonan, terlebih lagi kepada Edo, teman bicaranya tadi sebelum Gavin datang. Pembahasannya jadi tertunda akibat Gavin yang langsung menariknya ke kelas--padahal kelas kami berbeda.
Vanilla memang berpacaran dengan Gavin. Hubungannya telah berjalan selama 2 tahun, walau ada saja batu krikil yang menghalangi. Toh, hubungan mereka masih utuh, sampai detik ini.
"BIAR YANG PANAS, MAKIN PANAS" ucapnya lantang, saat Vanilla berusaha melepaskan tangan Gavin. Terlihat semburat kemerahan muncul di pipi Vanilla, ia malu.
Setelah sampai di depan kelas, Gavin baru melepaskan rangkulannya. Karena kesal, Vanilla langsung memasuki kelasbdengan tampang cemberut. Gavin yang menyadari hal itu buru-buru menarik kembali tangan Vanilla agar tak masuk kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Dream
Teen FictionSelamat datang di dunia Vanilla Arnesya Ayu. Si gadis manis pengidap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Dan, ayo ucapkan selamat tinggal pada dunia nyata. Tak ada yang normal disana. -Mirandaayusalamah