3

24 2 0
                                    

Jika terdapat typo atau kalimat tidak jelas mohon diberitahu yaa;))

---

Vanilla tak pernah membenci siapapun, tak pernah membuat masalah dengan siapapun, tak pernah mencari gara-gara dengan kakak kelas. Tak ada niatan sedikitpun untuk mencampuri urusan mereka. Dan satu lagi, ia tak pernah menginginkan untuk menjadi siswa terkenal di sekolah ini.

Cukup sadar diri, dirinya tak punya kemampuan lebih. Bahkan sekarang saja gadis berambut sebahu ini masih berkutik dengan buku pr untuk menyalin jawaban dari Rere, teman semejanya. Vanilla memang tak pernah bisa sepintar mereka, ah bukan tak bisa. Tapi terlalu malas untuk mencoba. Hehe

"Buruan Nil, Bu Ira keburu dateng ntarnya."

"Bentar Re, ini pulpen gue macet" Vanilla mencoret-coret di halaman belakang buku nya.

"Emang di dalem pulpen lu ada jalan raya ama pasar, sampai macet segala"

Dengan kesal Vanilla melempar pulpen yang macet tadi kearah Rere. "Maksudnya isi pulpen gue abis"

"Biasa aja dong, dasar sensian!" gerutu Rere, memegangi bahunya yang baru saja terkena lemparan pulpen. Lalu Vanilla membalas dengan menjulurkan lidah kearahnya. Dan berjalan menuju koperasi untuk membeli pulpen baru.

Beruntung, saat ini koperasi sedang tidak terlalu ramai pengunjung jadi tak memakan waktu banyak untuk bisa melanjutkan pr yang sempat tertunda tadi.
'Bentar lagi bel, harus buru-buru nih.' Vanilla mempercepat langkahnya agar segera sampai dan bisa membeli pulpen baru.

Ada yang aneh dengan koperasi ini, kenapa yang melayaninya seorang laki-laki bertopi? Kemana Bu Ella sebagai pemegang koperasi? Dan, rasanya seperti tak asing dengan laki-laki yang sedang melayani pembeli lain.

"Bu Ella kemana? Biasanya ada disini?" Iseng, Vanilla berbasa-basi dengannya sebentar.

"Anaknya sakit, saya keponakan dari Bu Ella dapet amanah buat menjaga koperasinya" ucapnya dengan suara berat, yang khas cowok banget.

Vanilla hanya membulatkan mulutnya sambil manggut manggut, lalu memberikan uang kepadanya setelah mendapat barang yang ia butuhkan sejak tadi.

Saat melewati koridor, Vanilla melihat Gavin sedang berjalan di area lapangan basket. Mata mereka bertemu. Gadis itu melambaikan tangannya, Gavin tersenyum sebagai balasan. Pagi tadi, ketika memberitahu bahwa Vanilla berangkat bersama Bang Alvin, Gavin bilang ia harus ke apotik karena alergi adiknya kambuh. Karena itulah ia datang telat, dan gerbang baru akan ditutup 5 menit lagi.

Eh, tunggu. 5 menit lagi? Astaga, pr gue!

Vanilla berlari menaiki beberapa anak tangga sekaligus, tak peduli pada omelan anak kelas lain yang juga ingin menaiki tangga ini. Tugasnya lebih penting.

"NILAAAAAAAAAAAA, YAAMPUN LAMA AMAT SIH LU, BELI PULPEN APA ABIS BOKER?" Teriakan itu, sudah pasti suara Rere. Dia memang tak pernah bisa santai kalau berbicara. Padahal Vanilla baru saja memasuki kelas dengan napas ngos-ngosan karena menaiki tangga tadi.

"Ya beli pulpenlah, lu pikir gue--- loh, ini udah di isi?" Buku pr nya sudah penuh dengan jawaban dari soal-soal fisika yang ditugaskan Bu Ira.
"Ini lu yang ngisi Re?"

"Iya, abis lu lama banget ke koperasinya. Takut keburu bel, ya gue tulisin aja mumpung pulpen gue masih banyak tintanya." Rere langsung kembali ke tempat duduknya.

Broken DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang