Devi yang sudah selesai membersihkan diri, kembali masuk kedalam kamar. Baru saja membuka pintu kamar, ia langsung disambut oleh dering ponselnya. Ia pun mengambil ponsel yang terletak diatas tempat tidur. Dilihatnya panggilan video dari Jinan, tapi hanya diabaikan saja. Devi memilih meletakkan lagi ponselnya dan beranjak ke lemari untuk mengganti kimononya dengan baju santai.
Selama berganti pakaian, ponsel Devi tidak berhenti berdering. Khawatir kejadian Jinan yang marah-marah terulang jika tidak segera diangkat, dengan tergesa-gesa ia menyelesaikan kegiatannya. Usai berpakaian, Devi mengambil handuk kecil guna menghalangi belakang baju dari rambutnya yang masih basah. Lalu barulah, ia menerima telepon Jinan.
"Hai cewek Bali" sapa Jinan, pada Devi yang terlihat mengalungkan handuk dilehernya.
"Hai juga cewek Jakarta" balas Devi.
"Lama banget deh diangkatnya"
"Maaf ya, tadi aku lagi ganti baju kak. Ya kali aku tetep angkat kamu ngevidcall"
"Ailah. Padahal mah gapapa sih. Daripada lu buat orang kesel, udah nelponin berkali-kali tapi kaga diangkat"
"Biarin aja. Gamau aku, ntar kamu menang banyak"
"Ye. Lu kan bisa nyuruh gue tutup mata dulu, Dev. Kalo pun gue ngintip, palingan juga menang dikit doang. Iya ngga?" goda Jinan, menaik turunkan alisnya.
"Ngga. Huh" sorak Devi sebal, "Eh kak, ini hapenya aku taro ya. Soalnya mau sambil ngeringin rambut"
"Pelit dih" dumel Jinan, "Iya. Tapi jangan jauh-jauh, percuma vidcallan kalo ngga keliatan lu nya"
"Nih udah. Masih keliatan kan?" Devi memastikan, setelah menyandarkan ponselnya di ujung meja rias.
"Gabisa di zoom ya?"
"Bisa. Tapi ngga mau ah, nanti kamu makin kangen lagi sama aku"
"Mana ada"
"Tsundere ah"
"Lah emang kaga sih. Pede lu"
"Hmm, gitu kak. Berarti kangennya aku bertepuk sebelah tangan dong"
"Lu kangen gue, Dev?"
"He eh" Devi mengangguk.
"Ehm, gue juga kangen lu kok" sudut bibir Jinan tertarik membentuk senyum malu-malu, atas pengakuannya sendiri.
"Tuhkan, ngaku. Ciye yang kangen sama aku" Devi tertawa kecil karena pancingannya berhasil.
"Halah. Jebakan doang" gumam Jinan pelan, "Lu kok baru mandi sih malem gini?" Jinan coba mengalihkan pembicaraan.
"Ketiduran dari sore. Kelamaan sih nunggu orang yang katanya mau nelpon"
"Lupa gue, maaf. Tadi disuruh jagain dedek sepupu. Gemesin banget deh main sama bocil"
"Tumben banget kamu mau main bareng anak kecil"
"Gue emang suka main sama bocil kali. Sama lu aja, gue suka"
"Maksud deh. Aku bukan anak kecil ya"
"Iya ya, lu bukan bocah kecil tapi peri kecil"
"Nah itu. Peri kecil yang cantik" ralat Devi, "Kakak, btw itu kamu lagi dimana sih gelap-gelapan gitu?" tanya Devi ingin tau. Sebab dari awal ia sudah keheranan dengan Jinan yang hanya tersorot lampu remang saja.
"Ya deh cantik" setuju Jinan, "Gue lagi di rooftop nih"
"Rooftop?" alis Devi tertaut, bingung.
"Yup. Rooftop itu bahasa inggris, artinya genteng. Nih liat" Jinan mengarahkan kamera ponsel kesekitar atap rumah tetangganya yang lain. Meskipun tau tidak akan terlihat karena sudah malam, ia tetap bersikukuh menunjukkannya ke Devi.
"Aku tau kak. Maksudnya, kamu ngapain nyampe disitu? Nyari sinyal?"
"Biar gada yang rusuhin aja. Soalnya dibawah masih rame sodara-sodara gue"
"Segitunya ih kamu"
"Ya demi lu nih" kata Jinan. Tapi sepertinya tidak didenger Devi, yang berpindah fokus pada suara ketukan diluar pintu kamarnya.
"Dek? Udah rapih belum?" panggil Dea, kakak Devi dari balik pintu.
"Belum mba" Sahut Devi.
"Mba masuk ya?" izin Kakak Devi membuka pintu kamar adiknya. Matanya seketika tertuju pada Devi yang juga menengok kearahnya. Dibelakang Devi terdapat layar ponsel sedang menampakkan wajah lain, "Pantesan lama kamutu, sambil video call toh. Sama siapa sih?" ia berjalan mendekati adiknya.
"Sama, Kak Jinan"
"Mana mba mau liat dong" belum sempat Devi menjawab, Kakaknya sudah mengambil alih ponselnya itu.
"Malem Jinan" Kakak Devi menyapa Jinan.
"Eh, Malem juga Kak Dea" Jinan memaksakan senyumnya. Ia menahan rasa kesal dalam hatinya karena Kakak Devi yang muncul tiba-tiba seperti ini. Namun kekesalan Jinan tak bertahan lama, setelah Kakak Devi tersenyum kepadanya. Senyuman yang sekilas mirip dengan senyum adiknya, telah dapat menerbangkan kesalnya.
"Apa kabar, Nan? Udah lama ya kita ngga ketemu"
"Hehe iya kak. Aku baik kok. Kalo Kak Dea, gimana kabarnya?"
"Baik dong. Devi nih yang gak ba..."
"Mba?" Devi merebut paksa ponsel yang digenggam Kakaknya. Ia menggelengkan kepalanya, memberi kode agar Kakaknya tidak melanjutkan omongannya.
"Udah sana, mba tunggu diluar aja. Aku bentar lagi beres kok"
"Hu gitu kamu mah. Jinan, nanti telpon aku juga ya"
"Nggak usah" Devi yang menyahuti cepat, bukan Jinan.
"Ye dasar. Kamu buruan makanya. Keburu kemaleman kita, dek!" ucap kakak Devi yang bergerak meninggalkan kamar adiknya.
"Lu mau kemana emang?" selidik Jinan saat Devi sudah menatap layar ponselnya lagi.
"Mau cari makanan kak"
"Lah disana udah jam sembilankan? Lu belum makan malem?"
"Belum. Aku kan tadi tidur, Mamah Papah pada pergi. Jadinya Mba Dea pulang, aku baru dibangunin deh suruh mandi"
"Kebiasaan sih tidur sore. Yadah sana dih. Jangan lupa pake jaket Dev, biar gak masuk angin"
"Iya kak. Aku tutup dulu ya"
"He em. Tapi lanjut chattingan ya Dev?"
"Oke. Dah Kak Jinan" Devi memutus sambungan teleponnya. Ia mengambil jaket miliknya dan segera keluar kamar menghampiri sang kakak yang sudah menunggu.
Tbc
Semua kata rindumu,
Semakin membuatku,
Tak berdaya menahan rasa...