(+1) Berhadapan lagi.

2K 475 60
                                    







Sudah lama sejak terakhir kali Alisha mendapat ucapan selamat malam dari dia. Sudah lama juga pagi harinya tidak dimulai dengan ucapan selamat pagi darinya. Namun terkadang, Alisha tidak bisa menahan refleks tubuhnya yang terus mengecek ponsel ketika akan dan bangun tidur. Perempuan itu acap kali menyangkal setitik harapan yang masih tersisa, mengatakan bahwa hal itu merupakan sebuah kebiasaan kaum millenial. Padahal, harapan itu masih ada. Jauh didasar lubuk hatinya yang mengatakan bahwa mungkin hari ini dia akan mengucapkan selamat malam dan selamat pagi, lagi. Karena akun chatnya mungkin tidak berubah dan masih sama.







"Sa, gue udah ketemu klien kemarin dan udah tanda tangan kontrak." ucap Kian dari mejanya yang berada tidak jauh dari meja Alisha.

Alisha mengangguk sebagai jawaban tanpa mengalihkan fokusnya pada lembar-demi lembar berkas yang baru saja diserahkan kepadanya. Seharusnya dan biasanya, Alisha lah yang akan mengurus urusan dengan Klien namun karena kemarin perempuan itu ada urusan maka semua pertemuan Alisha digantikan oleh Kian.

"Apa kata Iqbaal?"

"Lah? Emang klien kita Iqbaal?"

Alisha meletakkan berkas ditangannya lalu menatap Kian lekat. "Kian..."

"Gue pikir Felix."

Mata Alisha membulat. "OH MY GOD, KIAN???? SERIOUSLY????"

Kian mengangguk polos. "Hm. Jadi udah official nih kalo line baju pria kita bakal diambil alih Felix sebagai ambassadornya."

Alisha lantas melemparkan sebuah patung kecil yang biasanya menjadi hiasan dimejanya ke arah Kian dengan gemas. "KENAPA HARUS FELIX SIHHHHH????????"

"YAAA APA SALAHNYA???"


Alisha hampir saja melemparkan vas bunga ke arah Kian namun tidak jadi. Perempuan itu menghela napas panjang lalu menatap Kian memelas. "Gue udah bilang kan kalo gue tuh ngekontak manajemennya Iqbaal.  Tau Iqbaal gak sih lo? DILAN ITU LOH YAN MASA GATAU!!!!!"

"Tau lah gila lo kira gue dari goa apa gimana. Tadinya juga gue mau ketemu sama pihak Iqbaalnya, cuma Galang bilang kenapa gak ngekontak Felix aja? Mana tau honornya bisa lebih murah kan."

"Galang sialan."

"HEH SUAMI GUE ITU SEENAKNYA AJA LO UMPATIN."

"YA MASA HARUS FELIX SIHHH??? DAN LO BEGO BANGET DAH IYA IYA AJA PIKIRIN PERASAAN GUE KEK YAN"

"Nah ini nih, lo gak ngerti. Gue tuh setuju sama ide Galang karena gue peduli sama perasaan lo. Sekalian ngecek kan sebenernya lo tuh masih ada rasa buat Felix apa nggak."

"Nggak."

"Bohong."

"Nggak, Yan. Ihhhh!"






"Buktinya lo masih gantungin Arka."

Alisha terdiam. Merasa tertampar.







Kian menghela napas. "Kalau lo udah bisa mastiin gak ada rasa sama Felix, lo bisa mulai belajar melihat Arka sebagai cowo—"

"Di mata gue tuh ya, Arka tuh masih Arka yang nyebelin sama seperti dulu. Dia temen gue dan sampai kapanpun bakal tetep jadi temen gue."

"Hshhh.. Terserah lah, Sa."















"Btw Yan, ada Nancy juga gak?"

"Lo tau sendiri kalau Felix tanpa Nancy tuh gak ada maknanya."


fak.







- - -  - -  - - -




Alisha menggenggam map ditangannya sebagai pelampiasan akan emosinya yang mulai tak terkontrol. Rasa cemas tak beralasan mulai menggerogoti hatinya. Dulu, ia pernah bertekad untuk tidak akan lagi mengungkit kisahnya bersama Felix. Tapi sejak dua bulan yang lalu, gadis itu malah menceritakan kisahnya disebuah situs baru dengan sistem seperti diary, yang artinya ia dengan sengaja ingin mengenang kembali masa-masa itu, mengingkari janjinya sendiri.

Namun sekarang, laki-laki yang sebisa mungkin dihindarinya itu bahkan sudah berada di ruang rapat yang berada di lantai 4 sejak lima belas menit yang lalu. Ada sedikit penyesalan mengapa ia malah menuliskan kisahnya disitus baru tersebut baru-baru ini membuatnya bisa mengingat secara detail apa saja yang pernah terjadi diantara mereka.

Dentingan bel lift pertanda mereka telah sampai dilantai 4 membuat Alisha telonjak kecil namun kemudian berdeham cukup kuat untuk menutupi kegugupannya. Hal ini tentu menarik perhatian Kian serta beberapa pegawai yang ada disisi mereka.

"Santai, Sa."

"Iya bawel."

Alisha membiarkan seluruh pegawai yang ada di lift untuk keluar lebih dulu. Padahal hanya berbeda sepersekian detik, tapi Alisha tetap bersikeras untuk membuat pegawai lainnya keluar lebih dulu. Hatinya berharap kecil, selama beberapa detik itu ia bisa meyakinkan dirinya bahwa Felix bukan lagi orang yang berhak membuat jantungnya berdebar.



Meskipun nyatanya rencananya gagal, karena saat keluar dari lift, pemandangan pertama yang dilihat Alisha adalah dia yang sedang menatap keluar jendela, dan jantungnya menggila tepat pada saat itu juga.





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


















Tak lama, Felix menoleh, menitik beratkan fokusnya pada Alisha yang masih mematung di depan lift.

Tak lama, Felix menoleh, menitik beratkan fokusnya pada Alisha yang masih mematung di depan lift

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laki-laki itu menatap Alisha tepat di iris pekatnya. Menyalurkan kerinduan yang sudah lama ia tahan yang seolah meledak-ledak saat itu juga.



"Hai, Alisha."

















- - - - -

a/n:

ada yang kangen felix alisha?

Biar Saya Ceritakan | Felix lee. [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang