Perempuan itu

2K 524 88
                                    










Felix yang selalu baik pada semua orang terkadang membuat saya tidak nyaman. Oke, saya suka dia baik dan ramah, tapi setidaknya jangan terlalu open ke semua orang. Saya tidak nyaman, apalagi dia baik pada perempuan lain. Bukan sekedar baik, namun, menurut saya sudah berlebihan.

Seminggu setelah gagalnya bertemu orang tua Felix, tiba-tiba Felix datang lagi ke rumah saya. Dia bilang, Mamanya mau ketemu saya. Tapi di lokasi syuting. Ingat bukan kalau Mamanya adalah seorang public figure?

Sayapun kembali diserang panik luar biasa.


Setelah bersiap-siap dan merasa saya sudah pantas bertemu mamanya Felix, saya dan Felix berangkat.


Disepanjang jalan, Felix selalu —terus menerus tersenyum lebar. Saya tidak tau apa yang terjadi sampai suasana hatinya bisa sebaik itu, tapi firasat saya mengatakan kalau saya tidak boleh tau alasannya. Senyuman itu beda, sangat berbeda. Beberapa kali saya lihat matanya menerawang pertanda senyuman itu bukan untuk saya.


Keheningan bahkan terjadi disepanjang perjalanan membuat saya semakin gugup. Telinga saya bahkan bisa mendengar detak jantung saya sendiri.

Saya menunduk, menyentuh sebuah jurnal berukuran sedang yang tadi diberikan mama. Katanya, tolong mintain tanda tangan mamanya Felix. Soalnya beliau setiap malam selalu menyaksikan sinetron yang dibintangi mamanya Felix. Fans katanya.


"Udah sampe, Sa."


Saya mendongak dan mendadak menegang. Saat saya menoleh ke kanan—dimana Felix seharusnya berada— sudah kosong. Dia sudah keluar, tanpa menunggu saya.


Secepat itu.


Tanpa menyemangati saya. Membiarkan saya terhanyut dalam kegugupan saya. Saya menghela napas lalu mengambil tissu dan menyeka keringat saya dengan pelan lalu berusaha tersenyum senatural mungkin.


Saat saya turun dari mobil, saya seolah berada di labirin. Saya tidak tau harus kemana, saya takut saya melangkah ke tempat yang salah. Beberapa saat saya hanya diam memperhatikan sekitar, banyak kru yang sedang mondar-mandir dengan tangan membawa makanan atau minuman, sepertinya sedang istirahat.


Tiba-tiba seorang kru mendatangi saya dengan senyum ramahnya. "Cari siapa ya mba?"

Saya yang masih gugup luar biasa itu hampir saja latah saat melihat kru tersebut entah bagaimana terasa tiba-tiba saja sudah ada di depan saya. "A-anu mba, saya mau ketemu tante Krystal."

"Ohhh begitu. Mba fansnya?"


Disitu saya bingung. Haruskah saya bilang saya adalah fansnya tante Krystal? Tapi mungkin nanti kru ini tidak mengizinkan saya bertemu tante Krystal karena menganggap saya adalah fans maniak yang mengikuti sampai ke lokasi syuting. Kalau saya jujur, bilang bahwa saya bukanlah fansnya tante Krystal, dia pasti bertanya lebih jauh maksud tujuan saya kesini.


Sumpah, saat itu, disiang hari yang sangat sangat terik, saya membenci Felix yang meninggalkan saya begitu saja.


"i-itu mba, saya anak pembantunya tante Krystal. Tadi kata tantenya ada barang yang ketinggalan dirumah jadi saya disuruh nganter kesini."


bodoh, Alisha.


"Kalau begitu berikan kepada saya aja mba, nanti saya berikan kepada tante Krystalnya."

Saya mengumpat pelan.


"Aduh mba ini tuh penting. Masalah pribadi haru—"








Biar Saya Ceritakan | Felix lee. [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang