petrifio vs humouru

161 21 8
                                    

Semerbak bau amis tercium ke seluruh penjuru kota. Bau amis yang berasal dari cairan biru, ungu, dan merah yang tercecer di aspal. Baik dari darah android, robot, maupun manusia. Semuanya bersatu menciptakan gradasi "cantik" sekaligus mengerikan. Beberapa potongan dari tubuh android dan robot tergeletak tanpa guna di trotoar. Sepertinya para polisi sudah membabi-buta membantai semua android dan robot yang mereka temui.

Miris ...

Sakha memandang area sekeliling dengan heran. Selain para polisi yang jumlahnya hanya segelintir, ia tak melihat satu orang pun di jalanan. Padahal, biasanya tempat ini sangat ramai. Suasananya sungguh berbeda, pikirnya. Sakha berjongkok di tengah jalan, memperhatikan genangan darah mengalir masuk ke dalam gorong-gorong bawah jalanan; entah dilepas ke laut di bawah sana atau tidak.

Sakha masih terdiam, menatap darah biru dan merah yang menjadi polutan air itu, sambil membayangkan nasib orang ataupun robot yang kehilangan darah yang begitu banyaknya.

Ia menelan ludah. Berapa banyak ragat dan tenaga yang tercurah untuk membuat satu android dan satu robot yang menyerupai manusia?

Jalanan menjadi lengang, dan sepoi angin membelai kembali rambutnya. Bermacam pertanyaan mulai menyergapnya, meski Sakha sendiri tidak tahu apa jawabannya.

Bagaimana dengan kehidupan yang lampau?

Apakah seburuk ini?

Lebih buruk?

Atau justru ...

... lebih baik?

Sesudah puas mengamati jalan yang kosong melompong, ia kembali menghampiri motornya yang dengan setia terparkir di sisi jalan. Dekat dengan halte bus tempatnya menunggu jemputan untuk sekolah dulu. Mengenang tentang masa sekolah selalu mengingatkannya akan Darsana.

Apa kabarnya remaja yang suka melawak itu? Sebaiknya aku tengok dia, batin Sakha. Ia membuka jok motornya dan mengeluarkan tablet yang tadi ia curi dari tas kakaknya. Pertama-tama ia ingin tahu siapa pemilik tablet itu sebenarnya. Tidak mungkin Kak Katerina punya dua tablet sekaligus. Dia bukan tipe orang yang suka berfoya-foya. Dan sepertinya begitu juga Kak Adam.

Sakha mengusap layar tablet itu, mendapatinya tidak terkunci. Langsung saja, dia mengakses galeri tempat si pemilik tablet menyimpan bermacam kenangan berharganya, meski tidak semua. Sakha tidak terkejut ketika melihat foto-foto Kartika memenuhi isi galeri. Ia memang sudah menduga Kartika-lah pemilik tablet itu.

Hanya saja ... Sakha sempat terkaget ketika melihat sebuah foto keluarga dengan sosok seorang wanita yang familiar. Bekas cat rambut ungu, kacamata berbentuk persegi panjang, tahi lalat kecil di bawah mata kanan. Dia bersyukur karena tidak sia-sia mengingat semua detail itu.

Ia raba kantong celananya dengan kasar sampai jemarinya merasakan permukaan kertas yang halus. Selembar foto Sakha tarik dari kantong celana. Familiar. Ternyata benar wanita bernama Arthesyne adalah wanita yang sama dengan wanita yang ada di foto keluarga itu.

”Kartika dan ... Arthesyne? Anak dan ibu kandung?" Sakha bergumam, dahinya mengernyit sedikit.

Oh ... Kebetulan yang emas sekali ini ... .

~.o.O.o.~

"... terus, yaaa, abis gitu gue langsung pulang, lanjut tidur sampe bangun lagi," ujar Sakha seusai menceritakan peristiwa kemarin secara lengkap dan runtut.

Teman se-gengnya, Darsana, hanya manggut-manggut seperti jantung pisang yang disentuh, masih mencerna cerita sahabatnya itu. Sakha menatapnya dengan tidak sabar. Hingga hampir dua menit Sakha menatapnya, tanpa lepas.

Nusantara 2060Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang