Katerina berseru kaget ketika sebuah motor sport hitam mengebut menuju persimpangan tempat ia
berdiri. Sang pengemudi mengerem mendadak, menghasilkan decitan nyaring. Katerina terbelalak, matanya menatap visor hitam yg menyembunyikan wajah sang pengemudi. Dengan cepat otaknya memproses kejadian yang baru saja terjadi.
"Heh! Kalo naik motor yang bener dong!" Labrak Katerina.
Sang pengemudi melepas helmnya. Menyibak rambut peraknya yang berkilau.
"Sakha?!" Katerina berseru.
Kaget karena ia tidak menyangka lelaki itu adalah adiknya yang sudah jarang ia temui.
///////////////////////////////////////////
"Aduhhhhh," Sakha mengeluh kesakitan lantaran telinganya dijewer dengan keras oleh sang kakak.
"Wadaw, sakit tuh," Darsa berkomentar.
"Kamu nih jadi anak bukannya tau diri malah bikin kesel aja kerjaannya. Awas aja kalau kamu
nyolong apa apa dari tas gue lagi. Gue panggang lo diatas gunung berapi." ujar Katerina, memarahi
Sakha adiknya.
"Dipanggang doang tuh? Kenapa gak sekalian dibakar, direbus, atau disate? Oh! Atau direndangin
aja biar mantap. Tapi toh gak akan seenak rendang aslinya."
Sakha membuka mulut bermaksud melabrak temannya itu.
"Waduh, jadi laper nih, bos. Traktir makan dong!" ujar Darsa, memotong perkataan Sakha.
"Enak aja kamu!" Katerina menjitak pelipis Darsa.
"Ampun kakkkk," Darsa meringis sambil mencoba menghindar dari katerina.
Tap
Tap
Tap
Terdengar suara Kartika berkutat dengan tabletnya di belakang.
"Kalian ini gak bisa serius dikit apa? Negara kita lagi krisis. Dan kalian bertingkah seperti tidak peduli." ujar
Katerina.
"Krisis apa toh kak? Wong orang-orang pada nyantai-nyantai aja kok. Kayak gak ada apa-apa," ujar
Darsa, membantah.
"Coba kamu liat tuh," ujar Katerina sambil mengedikkan bahunya.
Darsa dan Sakha mengikuti kata-kata Katerina lalu menengok ke arah yg ditunjuknya. Setelah diteliti
lebih jauh, terlihatlah sosok mesin-mesin berat beserta pekerja-pekerja yg sedang membangun
tembok raksasa di tepi kota.Darsa dan Sakha terbengong-bengong melihatnya.
"Kita sedang bersiap-siap untuk perang dengan android dan robot," ujar Katerina dengan nada suram.
"Yha, gak usah serius amat kali. Kan ada tentara yg siap mempertahankan Indonesia. Tinggal dar der dor, klepek-klepek deh tuh mesin," ujar Darsa, nyantai.
"Coba kamu mikir sekali-kali. Kan robot itu ratusan jumlahnya. Ada kemungkinan tentara bisa dikalahkan oleh robot,"
"Kalau itu terjadi, seisi Indonesia akan musnah tidak ada manusia yang tersisa" ujar Sakha dengan nada serius.
"Tidaaaaak!" Tiba-tiba Kartika berteriak.
Spontan ketiga manusia itu menoleh karena kaget. Mereka melihat Kartika duduk sambil meremas rambutnya.Memejamkan mata erat-erat sambil menitikkan air mata. Di sebelahnya
tergeletak tablet miliknya. Mati, kemungkinan karena benturan dengan tanah."Kamu kenapa Kartika?!" Seru Katerina langsung menghampiri Kartika dan memeluknya erat.
Sedangkan Darsa bergegas mengecek tablet yang tergeletak di lantai, ternyata masih menyala.
Sakha menoleh ke arahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku ingat..." air matanya mengalir, ia terdiam.///////////////////////////////////////////
Malam itu, Kartika sedang membajak sawah menggunakan mesin traktor yang didesain sedemikian rupa agar menyerupai kerbau. Memang tak butuh ditarik atau dituntun. Tapi Kartika ingin cepat-
cepat menyelesaikan pekerjaannya. Karena Kak Adi bisa sampai ke rumah kapan saja.Ia akan datang membawa makanan terlezat dari restoran tempatnya bekerja. Ibu mereka, Ekawati juga berjanji
akan ikut merayakan kedatangan putranya, sebelumnya ia selalu sibuk melawan kriminal cyber di dunia maya.Tanah kecoklatan sawah terasa basah dan lengket di kaki Kartika. Seutas tali tebal tergenggam erat di tangannya yang mengikat mesin pembajak kerbau tersebut. Kartika memandang langit yang sangat mengundang mata dan pikiran. Sungguh damai dan tenang.
Kartika seketika merasa robot yang ditariknya tiba-tiba memberontak.
Pegangannya kepada tali yang mengikat sang robot lepas. Makhluk yang terbuat dari mesin itu mengangkat kedua kaki depannya dengan kuat. Berdiri dengan dua kaki, menjulang tinggi diatas badan kecil Kartika. Hampir bersamaan ...
Kartika merasakan dirinya di dorong ke samping, terdengar pula sebuah dentuman keras.
Sebelum Kartika bisa memproses apa yang sedang terjadi, matanya mendapati sang ayah, Pak Ahmad terkulai lemas diatas sawah miliknya. Dada beliau ringsek setelah diinjak oleh kerbau jadi-jadian itu. Kartika merasa hatinya seakan membeku lalu hancur berkeping-keping. Baru kali ini ia benar-benar merasakan pengorbanan sang ayah.
Robot traktor sekaligus kerbau mulai berkerumun. Mereka menyadari keberadaan Kartika yang masih menangis tanpa suara.
Beberapa pasang mata menyala merah di bawah langit senja. Kartika, dengan hati yang berat, memaksa dirinya bangkit dan berlari. Ia mendengar erangan traktor, suara mesin yang bahkan terdengar seperti kerbau asli. Mereka mengejar Kartika seperti predator yang mengejar mangsa. Gadis bertubuh mungil nan gesit itu berlari demi hidupnya. Seumur hidupnya ia belum pernah merasakan teror yang sedemikian hebat.
Kartika menangkap tangga darurat yang sengaja dipasang di tembok yang memisahkan sawah mereka dengan jalan raya. Secercah harapan muncul di benaknya, ia memanjat secepat mungkin dengan tangannya yang kokoh.
Bruk!
Kerbau-kerbau mulai menghantam tembok dengan tanduknya. Tembok itu, walaupun kokoh, terguncang hebat sehingga Kartika yg sudah sampai di atasnya tak kuasa bertahan. Ia terjatuh keluar, kepalanya menabrak batu hingga retak. Darah mengucur dari belahan luka parah di dahinya. Seluruh tubuhnya nyeri, nyeri secara fisik maupun secara batin. Tapi Kartika tetap bangkit kembali dengan sekuat tenaga ia menelusuri tepi jalan raya dengan linglung. Tak tahu arah.
"Dek, kamu kenapa?" Tiba-tiba muncul seorang wanita berambut pendek dan berkacamata bulat disampingnya.
Sesosok laki-laki yg mengenakan sweater coklat dan celana chinos abu-abu keluar dari mobil sedan hitam yang terparkir di pinggir jalan.
Kartika terdiam, pikirannya kosong. Sang wanita menghampiri pasangannya. "Dia berdarah, Dam!" seru sang wanita dengan panik.
"Masuk kan dia ke mobil, kita bawa ke rumah sakit sekarang," perintah sang laki-laki kepada pasangannya tersebut.
Wanita tersebut menurut, lantas menyentuh pundak Kartika dengan lembut dan menuntunnya masuk ke dalam kendaraan mereka.Cahaya lampu terpantul dari permukaan mobil sedan yg melaju melewati jalan layang. Samar-samar terdengar suara deburan ombak yang menghantam tiang-tiang penyangganya.
"Siapa nama kamu?" Tanya wanita tersebut untuk yg ketiga kalinya.
"Kartika," jawab Kartika dengan lemas. Ia menatap keluar jendela mobil, pemandangan sawah hijau buram dan rumah-rumah yang tampaknya berjalan. Pemandangan yang menenangkan, namun tak kunjung mengobati hatinya dan bagian dalam tubuhnya yang rasanya tak berfungsi lagi.Kartika pun mengizinkan dirinya untuk beristirahat. Tak terasa setetes cairan yang terasa hangat mengalir di pipinya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Nusantara 2060
Science FictionHalo, Buwana. Selamat datang di era serbamaju ini, di mana dunia tidak lagi sepenuhnya dikuasai oleh manusia. Dengan bantuan teknologi Indonesia berhasil memanfaatkan wilayah maritimnya dengan maksimal. Menempatkan Indonesia sebagai negara maritim t...