x

5.8K 851 181
                                    

Katanya pernikahan itu suci. Katanya pernikahan itu sakral, penuh makna, ketika hanya Tuhan dan Maut yang mampu memutuskan benang tak terikat itu.

Namun tampaknya benang itu sudah keropos termakan waktu. Kian tipis dilahap menit, meregang dikikis oleh detik yang berlalu. Hingga ketika Hukum mengetukkan palunya, saat itulah ikatan tersebut telah diputuskan.

Sohee bertanya-tanya dalam diam. Menelan rasa bingungnya, berbisik kepada dirinya sendiri, pribadi yang kini telah tertelan kehampaan. Kalau memang pernikahan itu suci, mengapa karma tidak menghukum mereka yang melanggarnya?

Taehyung duduk di sisi lain ruang pengadilan, dengan Summer yang menggengam tangannya, menghangatkan dan menenangkan. Dengan perut yang membesar, ia pasti memberanikan diri untuk hadir di sini, mengangkat kepalanya dengan amat bangga, seakan telah memenangkan perang akbar.

Sohee kalah. Kalah.

Kala mata mereka bersibobrok, Summer langsung menenggelamkan kepalanya ke dalam pelukan Taehyung. Rengkuhan yang sebelumnya adalah miliknya, tangan-tangan kokoh yang sebelumnya ialah pelindungnya.

“Hei.”

Ia berpaling, mendongak dan menatap pria berjas hitam yang menatapnya dalam-dalam. Tangan pria itu kemudian merayap ke pipinya, menghapus jejak air mata yang bahkan tak disadarinya berada di sana.

"Sunbae,” Sohee mengulum senyum pahit. “Kau tidak seharusnya berada di sini, kan? Summer di sebelah sana, maksudku.. kau.. kau seharusnya bersama dia, kan?”

“Tapi, aku mau di sini,” Sungjin balas tersenyum. Sohee terperangah, tak sanggup untuk mempercayai tipu daya telinga dan hatinya yang rapuh.

“Jangan,” balas Sohee kembali. “Aku tidak siap.”

“Tidak masalah. Akan kutunggu sampai kapanpun.”

Sungjin meraih telapak tangan Sohee dan mengecup lembut punggung tangan halusnya. “Aku bisa jadi apapun untukmu. Kakak, teman.. Kekasih.”

Ketika Sungjin akhirnya melepaskan genggamannya, Sohee menampilkan senyum lembut di wajahnya. “Terima kasih, sunbae.

Senyum itu kemudian bertahan sampai berjam-jam berikutnya. Semuanya baik-baik saja, dan bagi Sohee, badai telah berlalu.

Sementara itu, di balik punggungnya, Taehyung menatap dengan tajam. Hatinya masih tak mampu merelakan, dan meskipun Summer merupakan apa yang ia inginkan, akan tetapi Sohee adalah satu-satunya yang ia butuhkan.

“Taehyung, bagaimana kalau suatu saat nanti kita berubah? Aku berubah?”

“Apa maksudmu, sayang?”

“Aku sudah tidak cantik lagi. Aku keriput, aku jelek. Aku sudah tua. Aku tidak lembut dan halus lagi. Aku pemarah. Aku pelupa. Bagaimana? Apakah kau akan tetap mencintaiku?”

“Itulah arti pernikahan, Sayang. Dan kalau kau kira aku akan pergi, tidak. Aku akan tetap tinggal sampai kau bosan. You need to do more to get rid of me.”

Ternyata waktu itu hanya dusta yang dilontarkannya.

Taehyung memejamkan matanya rapat-rapat. Mengabaikan Summer yang memanggil namanya, lagi dan lagi. Kalau Tuhan akan menghukumnya, biarlah. Toh, semua ini memang benar kesalahannya.

Detik berikutnya, ia membuka mata. Yang pertama dilihatnya adalah Sohee, dan tetap Sohee. Bukan Summer yang berada tepat di depannya, yang kini seharusnya menjadi pendamping hidupnya.

Dan kemudian ia sadar, inilah hukuman Tuhan atas kesalahannya.

Mulai detik ini dan sampai akhir hayatnya, ia harus hidup bersama orang yang ia sukai, tapi tak akan pernah sungguh-sungguh ia cintai. Sementara hukuman Sohee adalah untuk bahagia, karena ia pantas mendapatkannya.

Semuanya benar. Tidak ada yang salah.

Hanya saja memang tidak ada yang baik-baik saja.

*

written by dinnerbreak
who is very sorry for being
busy, and super late.

Good ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang