ㅤㅤㅤㅤSOUND OF MUSIC.

3K 468 38
                                    

suara musik berdentum mengalir keras di telingaku, kemudian menyeruak di atmosfer, lantas menggema bahkan sampai ke titik penghujung bumi sekalipun; ialah hal yang kuingat dari sisa-sisa festival musim panas tahun lalu.

oh, tidak lupa dengan serat-serat lembut permen kapas, percikan-percikan kembang api, lelehan panas saus takoyaki, aroma menusuk permen apel, serta genggaman tangan kelewat hangat dari sepupuku, park jimin. takut diriku hilang ditelan oleh lautan manusia, katanya. padahal sendirinya menjelma bagai anak itik yang sering kali pergi dan menghilang ditengah keramaian. aku bahkan sempat kehilangan dirinya beberapa kali; pertama, ketika dia sedang ke toilet. kedua, kala aku sedang bermain panah-panahan berhadiah. dan ketiga, kala aku tengah asyik menonton band milik kim taehyung.

omong-omong soal kim taehyung, laki-laki bak pangeran dengan surai kecokelatan itu adalah teman sekelasku. dia bilang, dia baru belajar mengenai musik sekitar sebulan yang lalu. tapi serius, suaranya bukan main. baritone, kalau tidak salah begitu orang-orang menyebutnya. semua penonton terpesona dengan suara dan tampangnya yang memikat perhatian.

lalu yang membuatku terkejut bukan main adalah kala jimin tiba-tiba naik ke atas panggung sambil memainkan gitar listrik bak penyanyi profesional yang sudah terkenal untuk lagu berikutnya. astaga. maksudku, dia benar-benar tampan. kim taehyung yang awalnya menjadi sorotan mendadak berubah haluan menjadi sepupuku yang sinting itu. permainan gitar-nya benar-benar gila. aku tidak tau jikalau anak itik itu bisa mengenal kim taehyung dan bermain gitar bersamanya.

kemudian, musik yang semulanya keras itu berganti menjadi permainan yang lembut. kim taehyung kembali membuka suaranya untuk menyanyikan lagu lembut, tapi tak kutemui jimin disekitar panggung. gitar listriknya yang semula ia mainkan kini sudah berada di tangan pemain lainnya.

kemudian kala aku hendak memutar badanku, mencari presensinya ditengah ramainya manusia yang berada disekelilingku, sebuah tangan tiba-tiba mendekapku. lantas menarikku keluar dari kerumunan dengan kehangatan yang tiba-tiba menjalar disekujur tubuhku. aku hendak membuka suara, namun kehadiran itu seakan membuatku bungkam untuk sesaat sambil membuatku untuk mengharapi pendar-pendar baru.

"hari ini kita tidak bisa ke sana, ya?" aku menoleh, mendapati presensi jimin yang berada di sebelahku; lamunanku mengenai festival musim panas tahun lalu buyar seketika. kedua alisku berkerut, sedikit tidak setuju dengan tarikan jimin yang mengajakku kembali ke realitas.

sedetik hening, aku merotasikan kedua mataku seraya mengharapi rintik tangisan semesta segera berhenti. lantas menegak air liurku sendiri begitu menyadari hal yang paling aku tunggu-tunggu justru hanya akan menjadi hal yang semu. tak lama setelahnya, aku menatap jimin kesal, "kenapa kau di sini? paman dan bibi merindukanmu."

jimin mengedikkan bahunya asal, kemudian menjawab sama asalnya, "kata siapa?"

aku melengos, "kataku." kemudian kembali menatapnya dan rintik hujan sama kesalnya.

"sok tau." dia mendengus pelan, kemudian memilih untuk berbaring di sampingku. jendela besar di ruang tengah memang tempat terbaik jika hujan sedang turun.

maksudku, jika saja hujan tidak turun malam ini, maka festival musim panas pasti akan berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya. sialan, memang. sekalipun jimin sudah memberitauku jika besok festival masih diadakan, gerutuan ini tetap saja bercokol di hatiku. habisnya, aku benar-benar merindukan atmosfer itu sebelum aku kembali ke realitasku yang sebenarnya; neraka yang sudah sekian lama menantiku untuk kembali. jimin sialan itu yang mengajariku jika pendar-pendar kebahagiaan biasanya datang saat musim panas tiba.

lagipula, menghabiskan waktu dengan anak laki-laki yang biasanya tinggal di sekolah militer itu tidak buruk juga. kadang-kadang aku bisa mengajarinya sesuatu yang tidak ada di sekolahnya, begitu juga sebaliknya.

seketika bayangan mengenai musim panas tahun lalu kembali terngiang-ngiang di kepalaku. tentang derap langkah kaki yang menari penuh ria, tentang tawa yang tergelak dipenjuru udara, tentang perasaan nyaman yang bercokol di hati, tentang pernyataan kelewat sinting yang membuatku pusing tujuh keliling, tentang orang-orang gila yang tiba-tiba memaksaku untuk kembali ke neraka itu. ah, memikirkannya saja bisa membuatku sakit jiwa.

"hei, kira-kira kim taehyung temanmu itu akan bermain band lagi tidak?" kedua netra jimin menerawang langit hitam pekat. lantas berpaling ke arahku yang tengah menatapnya sendu. dia membuka mulutnya begitu melihat perubahan ekspresi di wajahku, "hea, ada apa?"

aku segera menjawab, "aih, tidak ada." kemudian melontarkan pandanganku ke rintik semesta yang tak kunjung-kunjung berhenti. tak ada lagi harapan yang terpatri. padahal neraka itu akan menjemputku sebentar lagi. namun kebahagiaan di musim ini hampir nihil adanya. seolah dunia benar-benar senang membuatku jatuh terpuruk dalam disorientasi sempurna yang menjelma bagai teriknya matahari.

jimin memandangku penuh selisik, kemudian terkekeh pelan begitu menemui raut wajahku yang menatapnya tidak senang. dia berujar pelan penuh kebahagiaan yang dibuat-buatnya, aku tau itu, "kalau nanti aku kembali tampil di festival, kau ingin aku menyanyikan lagu macam apa?" tanyanya.

aku bergumam pelan seraya mengaduk-aduk ingatanku mengenai lagu-lagu bagus yang cocok dinyanyikan oleh jimin. seingatku, dia memang bagus dalam bernyanyi, tapi tidak dalam bermain gitar. makanya aku sangat terkejut kala melihatnya bermain gitar di festival tahun kemarin.

aku berujar, "apa saja, deh. yang penting aku pergi ke sana lebih dulu."

kini giliran dia yang bergumam. kemudian berpikir keras sebelum melanjutkan ucapannya, "kau sangat menyukai festival itu, ya?" dia menatapku mengantisipasi, lantas membenahi rambutnya yang mulai berantakan.

"tentu saja aku suka." kataku sambil merotasikan kedua netraku kesal.

"aku juga menyukaimu. ayo pacaran." dia berujar tanpa beban sama sekali. kemudian tertawa keras kala menyadari wajahku yang memerah. sialan. wajah sialan. kenapa harus memanas di saat seperti ini? maksudku, dia sepupuku. mana mungkin aku jatuh cinta kepadanya.

aku mendengus seraya memalingkan wajah, "gila. kau terus-terusan mengatakan hal itu dari musim panas tahun kemarin. aku sampai bosan." lantas beranjak dari tidurku.

namun, bukannya mendapati kata aku-bercanda yang mengalun di udara seperti musim panas tahun lalu, aku justru mendapati gelak tawanya yang mendadak menyerbak di udara, lantas bersatu padu dengan suara tangisan semesta yang semakin deras di luar sana. jimin sinting itu tersenyum manis ke arahku, paras tampannya tak bisa membuatku untuk tak menegak liur. laki-laki itu berujar dengan senyuman tipis yang terpatri di wajahnya, "aku serius. tunggu saja, tak lama lagi kau akan jatuh cinta denganku."

[]

✓ summer heat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang