Happy Reading!!!
Part ini sedikit lebih panjang dari biasa nya. Semoga kalian suka 😁
.
.
."Y-ya?" Jawaban spontan yang terucap dari bibir ku.
"Aku tanya, kamu tuh, udah puas nangis nya?" Tanya Arnan masih mempertahan kan nada sarkasme nya dengan posisi yang masih sama. Menyatukan kedua lengan hingga terlipat didada, gaya duduk yang disantaikan dengan menyender pada senderan kursi. Terkesan santai namun tersirat emosi didalam nya. Tidak membara, namun lebih kepada rasa kesal.
"Ya?" Lagi-lagi hanya kata yang terdiri dari dua huruf itu yang mampu keluar dari mulut ku.
Terlalu terkejut dengan kehadiran nya yang tiba-tiba berada dihadapan ku. Bagaimana bisa? Bukan kah tadi sikap itu cukup menjawab bahwa dia tidak ingin mengakui hubungan kami yang sebenarnya saling mengenal.
"Ternyata, segitu berpengaruh nya keterkejutan terhadap kemampuan sistem saraf seseorang dalam mencerna kalimat, hingga apa pun yang di tanyakan, hanya mampu dijawab dengan kata 'ya'. Ku pikir, bukan 'ya' jawaban yang tepat untuk pertanyaan ku tadi, Ara."
Arnan menodong ku dengan kalimat panjang itu. Tidak peka sekali dengan perasaan ku yang kini seperti bola yang terlempar kemana-mana. Dan dia pikir itu semua karna siapa? Haruskah aku berteriak sekencang-kencang nya saat ini juga? Meneriakkan betapa dia itu sangat menyebalkan karna telah berhasil membuat hatiku terombang-ambing dengan segala perubahan sikap nya yang berganti-ganti itu.
Lalu, kupejam kan sesaat mata ku. Menekan segala kekesalan yang telah memuncak.
"Kamu, kenapa bisa duduk disini? Bukan kah kamu sudah punya tempat sebelum nya?"
Kubalas dengan pertanyaan yang berkesan sindiran. Menaikkan sebelah alis ku, seolah sikap nya yang mengabaikan ku tadi tidak berpengaruh apa-apa. Namun, pada kenyataan nya, itu hanya sebagai tameng untuk menutupi kesedihan ku. Walaupun sebenarnya aku tidak yakin akan berhasil, karna Arnan terlalu cerdas untuk tidak bisa mengartikan mata ku yang sembab ini.
"Ketika ada pertanyaan, maka balasan nya adalah sebuah jawaban. Gak pernah ada yang namanya pertanyaan dibalas dengan sebuah pertanyaan. Itu, hanya alat bagi orang yang sedang ingin lari dari sebuah kenyataan. Seperti yang baru saja kamu lakukan, misalnya."
Ya, pernyataan nya tepat sasaran. Aku seperti terdakwa yang kejahatan nya telah terbukti benar dan tidak ada lagi alasan untuk mengelak.
"Gue gak sedang menangis. Gue rasa lo terlalu mengumbar perhatian terhadap banyak wanita. Mungkin saja, saat ini lo sedang salah wanita."
"Aku seperti menangkap ada rasa cemburu dalam kalimat mu" Arnan tersenyum tipis. Seperti sedang menikmati kemenangan nya.
Aku mengumpat. Benarkan kalimat itu terlalu memperlihatkan rasa cemburu ku? Sungguh memalukan!
"Tsk! Mencemburui atas dasar ikatan apa? Seperti nya, hubungan kita tidak sedekat itu untuk sampai pada tahap menaruh cemburu pada salah satu pihak"
Masih mempertahankan sikap acuh ku.
"Mungkin.... Atas dasar suka. Cinta, lebih tepat nya" Tebak nya asal, terkesan acuh dengan bahu yang dinaikkan, kemudian kembali diturunkan.
Sinting memang dia itu!
"Hati-hati kalo ngomong. Mulut lo terlalu gampang mengumbar kata cinta". Kesal ku meledak pada akhirnya, melupakan sejenak mata sembab dan suara yang tadi sempat parau. Semangat ku kembali naik untuk mendebat dia.
"Ralat! Jangan panggil 'gue-lo' diantara kita. Ku pikir, panggilan 'aku-kamu' lebih mewakili untuk memperjelas status hubungan kita saat ini".
Sinting kuadrat!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Aroma Kayu Manis
General FictionMengagumi aroma nya yang lembut, aroma yang memberi kesan nyaman saat menyentuh indra penciuman ku. Cowok itu mempunyai aroma yang khas, aroma yang kusuka. Saat aku, berada didekat nya, tepat nya dihadapan nya, menyimpan kepalaku didada bidang nya...