Part 1

162 12 1
                                    

Aku berjalan melewati koridor sekolah yang begitu gelap, hanya ada cahaya lampu temaram yang menerangi. Lha mau gimana lagi? Itu satu-satunya jalan menuju ke UKS. Ditengah perjalanan, aku bertemu dengan Kak Akram, anggota paskibra sekaligus Danton alias pemberi aba-aba disekolahku, membuatnya jadi anak yang bener-bener famous disekolah. Saat berpapasan, bukannya ngucap salam, malah langsung tanya aja.

"Eh, dek, itu pipinya kenapa? Abis berantem ya?" Tanyanya sambil menunjuk-nunjuk pipiku yang luka.

"Wa'alaikumussalam," jawabku bermaksud mengingatkan aja sih sebenarnya...

"Oh, iya. Aku lupa, Assalamu'alaikum," katanya sambil salah tingkah, malu kali ye, diingetin adek kelas...

"Wa'alaikumussalam,"

"Itu pipinya kenapa? Kok lebam?" Tanyanya dengan nada khawatir buanget...

"Nggak pa-pa kok kak,"jawabku singkat.

"Nggak pa-pa gimana? Orang lebam gitu, berdarah lagi, ayo ke UKS," ajaknya.

"Nggak pa-pa kak, Saya bisa sendiri,"

"Jangan saya. Terlalu resmi, ini bukan acara minum teh sama Pak Presiden, pakenya aku-kamu aja lah..." Jawabnya

"Iya, nggak pa-pa kok kak...aku bisa sendiri..."

"Udahlah, ayo kakak temenin aja. Belum ada siapa-siapa diUKS, nanti siapa yang mbantu kamu?"

"Terserah kakak aja deh, asal nggak ngerepotin aku dan kakak aja," jawabku dengan nada agak sebal, salah siapa sok SKSD ama gue, emang gue apaan? Telepon apa, yang perlu satelit SKSD?

Sambil berjalan ke UKS, aku hanya diem-dieman aja. Nggak ada obrolan apapun yang terjadi. Yaaa...lebih baik daripada dia ngajakin ngobrol ama sok SKSD apa malahan ngajak ngobrol yang nggak-nggak. Jadi kaya'nya lebih baik gini aja deh ya..

*****

"Nih," Kata Kak Akram sambil menyodorkan sebotol kecil alkohol aseptic dan kapas.

Ku ambil semua benda itu, keburu sakit soalnya."Makasih kak," Jawabku.

"Iya, sama-sama,"Setelah ia bilang 'sama-sama' kupikir dia akan pergi, eh malah masih nangkring disitu aja, malah diam sambil memperhatikan aku yang lagi serius didepan kaca. Berkutat sama luka, alkohol, juga kapas yang udah agak membuatku kewalahan, lha kok malah ditambahi sama dia pula. Hhh... bikin sebel aja.

"Ada perlu apa lagi sama Saya kak?" tanyaku, langsung saja alias to the point. Keburu kelamaan.

"Nggak ada kok, emang kalau ketemu itu harus ada perlu ya?"

"Iya lah, kan kita nggak ada hubungan saudara atau apapun. Jadi nggak baik kalau ketemu tanpa sebab yang pasti," Jawabku, agak tegas dikit nggak pa-pa kali ye, "Mending kakak ngibarin bendera aja deh, ini udah hampir jam setengah tujuh" lanjutku sebagai penutup atas perkataanku yang mungkin mjj kali ya dihatinya (mak jleb jleb)

"Oh iya ya, lupa, astagfirullah, makasih ya udah ngingetin, kakak pamit dulu, Assalamu'alaikum," katanya sambil berlari ke pintu UKS.

"Iya kak, Wa'alaikumussalam," Jawabku singkat. Keburu ngobatin luka yang udah meraung-raung kesakitan dari tadi. 

Terlihat punggungnya yang telah pergi menjauh menuju ke ruang guru, tempat bendera merah putih yang biasa dikibarkan. Disekolah ini, bendera wajib dikibarkan pada pagi hari sebelum bel berbunyi dan diturunkan pada siang hari, tepatnya pada jam dua siang atau saat hujan turun.

*****


Selesai mengobati lukaku tadi, akupun pergi kembali kekelas dan duduk dibangkuku. Tempat tasku bernaung. Baru juga duduk, udah disamperin sama tiga orang kawan seperjuanganku disini, walau baru beberapa bulan, tapi kami sudah begitu dekat.

"Eh, masyaallah, my honey bunny sweetie, pipi chubbynya kenapa? Kok berdarah?" Tanya Allisa-temanku yang paling lebay.

"Paling tuh bocah berantem lagi," bahkan sampai Vandra-teman sesama cewek pecinta PS pun menimpali.

"Iih, bukannya khawatir, malah kaya' gitu. Kamu habis ngapain? Dicium apaan tuh pipi? Lokomotif?" gantian Shafi nih, yang satu ini bukannya mbela malah nambah-nambahin aja.

"Ah, kalian ini. Temen lagi sakit juga, itu pipinya kenapa?" tanya Allisa tuk kedua kalinya sambil menyentuh halus pipi kiriku.

"Ga pa-pa, Cuma lecet,"

"Yakin Cuma lecet? Itu kaya' luka kalau dicium pukulan double combo tau'." Kata Vandra melihat lukaku. "Jangan bilang kamu berantem lagi sama dia," tanpa diperjelas lagi, 'dia' yang dimaksud sudah bisa dimengerti dengan baik. Karena Cheren itu satu-satunya cewek yang paling greget kalau ngajak Kita berantem.

"Ya...kalian Tau sendiri lah...nggak usah dibahas."

"Jangan diulangin lagi," ujar Shafi. Aku hanya bisa mengangguk.

"Tadi yang ngobatin kamu siap diUKS?" tanya Allisa.

"Nggak ada, tadi Cuma sedikit dibantu sama Kak Akram."

"Lha, berarti korban menolong korban dong?" tukas Shafi dilanjutkan dengan gelak tawa yang baru terhenti karena bel masuk telah berbunyi. Sebuah kenangan yang pastinya akan dikangenin beberapa tahun lagi.

*****

"Eh, pinjem penggaris dong..." terasa ada yang nyolek-nyolek dibelakang.

"Heh, apaan sih colak-colek?! Lo kira gue sambalado apa?!" yang dicolek nggak terima,

"Yeelah...cuma pinjem aja kok," masih sempet-sempetnya ngerayu lagi,

"Gue pake' tau',"

"Bentar doang kali', pelit amat" bukannya nyerah, eh malah maen srobot aja, penggaris yang tadinya ditangan Nahla udah pindah ke tanggan Rasydi.

"Iih...maen srobot, jangan gitu dong..."

"Biarin, wleeekk..." nggak berenti, malah ngejek. Bikin tobat nih anak,

"Iih...jadi cowok tuh yang modal dong!"

Itu sedikit konflik yang baru aja terjadi, alias masih angettt. Nahla, teman sebangkuku yang rebutan penggaris panjang 30 cm dengan Rasydi, anak yang dari awal masuk udah kecium ketidakmodalannya. Setelah kata 'modal' muncul dari mulut Nahla, langsung satu kelas pada riuh,

"Huu..."

"Dasar nggak modal!"

"Gantian paketan aja punya, lah, penggaris kok nggak?"

"Niat sekolah nggak?!"

"Sempat maalu Saya," Bahkan Tian, wakil ketua kelas pun, bukannya melerai malah ikutan nimbrung.

Dan lain-lain yang tidak bisa di sebutkan satu-persatu.

"Hey, ngomong aja, yang kerja itu tangan, bukan mulut. Cepetan selesein tuh tugas! Nanti dikumpulkan, selesai nggak selesai, nggak tanggungan!" Tegur Febrian, ketua kelas kami yang begitu terkenal tegasnya, anak Paskibra sekaligus OSIS dan sama sepertiku, calon Pasukan Khusus Pramuka Penggalang.

"Yah...nggak seru ah," Semua berseru kompak, beginilah kelas kami, masalah kecil aja bisa jadi besar karena guyonan alias, lawakan dari masing-masing, jadi bukannya selesai malah berlanjut lama sampai perut rasanya mau copot. Bukan kelas kami kalau nggak bisa bikin kamu geleng-geleng kelapa, eh, kepala maksudnya, 

HUJAN DIARENA PRAMUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang