PROLOG

293 20 4
                                    

Pagi hari datang lagi tuk kesekian milyar kalinya. Setelah berkali-kali digantikan dinginnya malam. Suara burung kutilang liar masih terdengar dengan syahdunya diluar sana, membentuk alunan musik alami dengan aransemen yang tak jelas namun indah. Benar-benar paduan suara alam yang menyenangkan.

Seperti biasa, aku terbangun dikamar biasanya, kamarku. Perasaan flat banget hidup gue?! Tapi ya mau gimana lagi? Masa' mau bangun tidur dikamar orang, malulah! Lebih baik dengan melihat pemandangan yang sama pula setiap harinya. Kulayangkan pandanganku mengelilingi kamar. Mataku terhenti melihat kalender. Hingga kusadari hari ini adalah hari terakhir seleksi. Waaa...kenapa rasanya cepet banget sih? Perasaan hari Jum'at itu baru kemaren deh, kok udah Jum'at lagi? Hhh...nasib, apa mau dikata? Lagian aku juga suka seleksi yang satu ini, Seleksi Pasukan Khusus Pramuka Penggalang.

Sebelum berangkat mandi, aku sempat mengambil air wudhu terlebih dahulu, melaksanakan kewajibanku sebagai seorang hamba Allah, sholat shubuh berjamaah bersama keluargaku  dimushola lantai bawah. Setelah itu kembali keatas lagi untuk mengambil bajuku dan mandi. Terdengar ada yang sedang Mandi, siapa ya? Entahlah, bodo amat.

Kulangkahkan kakiku menuju kamar Mandi, terpaksa. Udara dingin pagi ini begitu terasa menusuk kulit, membuatku malas mandi. Mendingan kembali lagi ke pulau kapuk, alias kasur lalu kembali melaksanakan ritual paling menyenangkan, tidur. Yeah, tapi sepertinya sekarang Hal itu nggak bakalan bisa kulakukan.

"Hei, pemalas! Jam segini baru bangun? Cepet mandi sana! Udah bau busuk tau' nggak!" Teriak kakak sambil bersandar dipintu kamarnya dengan seragam pramuka lengkap yang sebenarnya kurang. Kurang ganteng maksudnya...hehehe... Kebetulan kamar mandi berada didekat kamar kakak.

"Apaan sih kak?! Masih pagi juga, udah bikin emosi orang aja," jawabku ketus. "Pantesan aja, nggak ada cewek yang suka sama kakak!" Lanjutku.

"Hei, seenak hati aja ngomongnya! Nyawa baru setengah kembali udah nerocos aja kaya' burung nggak dikasih makan 4 hari," kata kakak sambil menunjuk-nunjukku.

"Terserahku lah! Mulut, mulut aku! Jadi ya sekena hatiku lah!" Jawabku dengan menangkis tangan kakak yang nangkring diantara mataku.

"Barang mahal, lakunya lebih lama dari barang murahan," 

"Halah, omong kosong,"

"Hei, tutup mulut kau!"

Jadilah kejar-kejaran, mumpung belum jauh. Langsung saja aku masuk ke kamar mandi dan ngunci pintu rapet-rapet.

"Awas! Liat aja nanti!" Teriak kakak dari balik pintu kamar mandi.

"Sesuka hati kakak aja lah!"

Kakak pun pergi, dengusan sebalnya terdengar hingga dalam kamar mandi, bahkan omelannya yang panjang plus gaje baget itu juga terdengar jelas. Oi, mungkin sebel banget ya tuh orang. Entah kenapa kakak akhir-akhir ini sensitifnya nggak ketulungan. PMS Kali ya? Eh, kakak kan cowok, cowok bisa PMS nggak sih?

Selesai mandi, aku pergi kekamar. Biasa, ganti baju. Baju Pramuka yang khas dengan warna coklatnya telah tertempel rapi dibadan. Setangan leher alias hasduk merah putih sudah tertata dileher. Selesai, yakin selesai? Kok kaya' ada yang kurang ya? Kulihat diriku sendiri dikaca besar yang tertempel dilemari. Memeriksa adakah yang kurang? Tapi sepertinya tak ada deh, ah, biarlah, nanti juga tau. Lagian cacing diperut udah konser dari tadi. Laper...berharap nanti dimeja makan ada yang kubutuhkan. Makanan plus susu coklat hangat. Hmm...enyakkk pasti.

Dimeja makan sudah ada kak Rian, Ayah dan Bunda. Ada juga sesuatu yang kubutuhkan disana, wuooo.....sudah ada segelas susu coklat hangat dan sepotong roti sandwich. Nggak usah pake banyak komentar lagi, langsung sapu aja lah...

HUJAN DIARENA PRAMUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang