- L. I. M. A. -

6.2K 253 14
                                    

Setelah mendengar perkataan Raven, kedua pipi gadis itu bersemu merah lalu ia menunduk malu karena Raven menatapnya dengan intens.

"Kenapa, Rin? Malu? Aku menyukaimu bukan karena wajahmu mirip dengan mendiang istriku tapi__"

"Tapi... Apa?" tanya Rin tidak sabaran.

Raven kembali tersenyum karena tingkah laku gadis itu.

"Tapi hanya kau gadis yang tidak malu berjalan denganku sewaktu di keramaian." kata Raven dengan nada meyakinkan.

"Kenapa harus malu, Rav?" Rin balik bertanya.

Raven kembali tersenyum dengan pertanyaan polos Rin.

"Karena aku tidak muda lagi, Rin. Dan sepantasnya aku menjadi Ayahmu." kata Raven sambil mengenakan jas pada tubuhnya.

"Ayo, kita berangkat sekarang!! Nanti keburu malam." Raven menarik tangan Rin menuju pintu utama dan berjalan di sekitar tetangga Raven untuk mencari tempat kost.

Keduanya berjalan beriringan tetapi Rin tidak dapat menenangkan debaran jantungnya karena perkataan laki-laki paruh baya itu.

Sampailah keduanya di sebuah rumah sederhana dan tepat pada kaca jendela rumah itu tertulis kata 'TERIMA KOST PUTRI'.

Tokkk... Tokkk... Tokkk...

Tak lama setelah Raven mengetuk pintu itu, pintu terbuka.

Ceklek.

"Eh, Pak Raven. Tumben Pak kemari. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang wanita yang tadi membukakan pintu.

"Maaf jika saya mengganggu waktu Ibu." kata Raven sembari mengulurkan tangan memberi salam.

"Lho nggak apa-apa, Pak! Saya tadi lagi nonton tv kok." jawab wanita itu dengan gaya sedikit genit.

"Di rumah Ibu masih tersedia kamar kosong tidak?" tanya Raven tanpa ingin berlama-lama.

"Oh itu, masih ada Pak. Memang untuk siapa Pak kamar kosongnya?" tanya wanita itu lagi.

"Saya mau ambil satu, ini ada anak teman saya yang membutuhkan kamar tersebut karena ia baru saja masuk kuliah." jelas Raven kepada wanita pemilik kost.

"Oh. Iya Pak. Silahkan di lihat dulu kamarnya! Mau kamar yang mana?" Wanita itu lalu melebarkan pintunya supaya Raven dan Rin dapat masuk.

Raven dan Rin melihat-lihat kamar yang masih kosong, ada kamar yang kecil dan ada pula kamar yang lebih besar.

"Kamu mau yang mana, Rin?" tanya Raven kepada Rin sambil keluar dari kamar yang baru saja dilihatnya.

"Yang ini aja deh, Om!" sahut Rin sambi mengedipkan sebelah netranya.

Rin tidak mau memanggil nama Raven karena wanita pemilik kost pasti bertanya-tanya nantinya.

Raven kembali tersenyum karena tingkah polos Rin yang sedang memainkan perannya membohongi sang pemilik kost.

"Ya sudah, Bu! Saya ambil yang ini saja. Berapa per bulannya?" tanya Raven kepada pemilik kost sembari mengeluarkan dompet.

"Mau ditempati sekarang ya, Pak Raven?" tanya wanita itu.

"Iya."

"Kalau gitu Bapak tunggu sebentar di ruang tamu, saya akan membersikan kamar ini dan mengganti spreinya." jelas pemilik kost.

"Baiklah, kalau begitu kami akan kembali nanti setelah makan malam saja."

"Iya, Pak Raven. Silahkan!!"

Raven lalu melangkah menuju pintu keluar rumah kost dan diikuti oleh Rin dibelakangnya.

Sebelum mencapai pagar, Raven menoleh dan bertanya, "Apa kau sudah lapar?"

"Hem.. Belum sih, cuma aku sekarang ngantuk, Rav."

"Ya sudah, ikut ke rumahku. Kamu bisa tidur dulu di kamar tamu."

Kemudian Raven membuka pagar rumah kost dan berjalan menuju rumahnya.

Sesampainya di rumah, Raven memanggil kepala pelayan yang mengurus segala kebutuhannya.

"Bi.....??" panggil Raven kepada kepala pelayan rumahnya.

"Iya, Tuan."

"Tolong, antar Nona ini ke kamar tamu yang di sebelah kamar saya. Nona ini mau istirahat."

"Baik, Tuan."

"Mari, Nona!! Ikut saya!" Kepala pelayan itu mengajak Rin menuju kamar tamu.

"Rav... Aku bobo dulu, ya!?" Rin berpamitan kepada laki-laki paruh baya itu sambil tersenyum manis.

Raven hanya membalasnya sambil tersenyum.

Eve... Apa kau melihat senyumnya?
Senyum Rin mirip sekali dengan senyummu, batin Raven seolah-olah sedang berbicara dengan mendiang istrinya.

Dua jam berlalu.

Sekarang waktu menunjukkan pukul delapan malam dan Rin belum juga terbangun dari tidur lelapnya.

Raven yang sedang berada pada ruang kerjanya melihat jam pada dinding ruang kerjanya mulai mengkhawatirkan keadaan gadis itu.

Ia pun keluar dari ruang kerjanya menuju kamar tamu yang berada tepat di sebelah kamarnya.

Tokk.. Tokk.. Tokk...

"Rin...??" panggil Raven pelan.

Raven mengetuk kembali pintu kamar tamu tersebut tetapi tidak ada jawaban dari dalam, ia pun memberanikan diri untuk membuka kamar tamu itu.

Ceklek.

Dan di dalamnya tidak terlihat Rin yang sedang tertidur.

Raven pun panik dan memanggil kepala pelayannya.

"Bi...??? Bibi...???"

"Iya, Tuan." kepala pelayan datang dengan langkah tergesa.

"Di mana Nona yang tadi ada di kamar tamu ini? Kamarnya kosong." tanya Raven dengan nada panik.

"Nona Rin tadi sebelum ke kamar tamu, ia minta izin kepada saya ingin melihat kamar Tuan dan saya perbolehkan. Maaf, Tuan kalau saya lancang." ucap sang pelayan dengan nada takut.

"Oh... Nggak apa-apa, Bi. Kalau soal itu, saya kira Rin kabur dari rumah ini."

"Ya sudah, Bibi silahkan lanjutkan pekerjaan Bibi yang tadi tertunda."

"Baik, Tuan."

Setelah kepala pelayan itu pergi, Raven membuka pintu kamarnya perlahan.

Ceklek.

Raven melangkah masuk dan langsung bibirnya membentuk sebuah senyuman karena pasalnya Rin sedang tertidur pulas sambil memeluk bingkai foto mendiang istrinya.

Raven menghampiri gadis itu dan mengambil bingkai foto yang sedang di peluk oleh Rin.

Rin bergerak sejenak lalu tertidur kembali, Raven kemudia menyelimuti tubuh Rin.

"Sweet dream, Rin. Tidurlah dengan nyenyak." bisik Raven pada daun telinga gadis belia itu dan detik berikutnya Raven mengecup kening Rin.

.

.

.

.

.

🍃🍃🍃   bersambung.....

.

.

.

ⓂⓎ ⒹⒺⓈⓉⒾⓃⓎ ⓘⓢ ⓎⓄⓊTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang