[Rain] Mimpi Buruk

411 54 15
                                    

Tiga hari kemudian. Di apartemen Sunggyu.

"Boleh??"

"Tentu saja!"

"Di mana?"

"Di kamar tamuku. Tapi, anggap saja itu kamar khusus untukmu kalau ingin menginap."

"Terima kasih, Hyung."

Sunggyu mengusap tengkuknya dengan canggung begitu mendengar Woohyun mengucapkan terima kasih dengan tulus.

"Itu bukan apa-apa. Aku hanya meminjamkan tempat untukmu meletakkan piano itu. Lagi pula, sesekali aku boleh memainkannya, kan?" Sunggyu tertawa kecil, berharap Woohyun dapat menangkap nada canda dari perkataannya.

Woohyun pun tertawa renyah di seberang telepon.

"Oh ya, perlu bantuanku untuk memindahkan piano itu?" Sunggyu memotong tawa Woohyun.

Sejenak, Woohyun terdiam sebelum akhirnya menjawab, "Tidak usah. Pamannya Kiu membuka jasa pemindahan barang. Aku akan meminta Kiu menghubunginya."

Deg.

"Woohyun-ah..."

"Maaf, Hyung. Aku tidak berhak meminta pertolonganmu."

"Hyun..."

"Dan kau tidak punya kewajiban untuk menolongku."

"..."

"Aku tidak membutuhkan bantuanmu."

"..."

"Aku tidak membutuhkanmu."

-

-

-

"Woohyun... Hyun..." Sunggyu mengusap kedua kelopak matanya yang masih mengatup sempurna. Kini terasa basah karena aliran air mata.

Kemudian, ia merasakan telapak tangan mengusap perutnya dengan lembut. Juga mendengar sebuah suara memanggilnya dengan pelan.

"Gyu Hyung, bangun..." suara itu berbisik di telinganya. Sukses membawa jiwa Sunggyu kembali pada raganya.

Sunggyu terbangun.

Ia masih di kamar dalam apartemen barunya. Jam di dinding menunjukkan waktu kini mencapai pukul empat sore.

Mimpi...

"Mimpi buruk?" Sunggyu menoleh ke arah sumber suara yang sedari tadi sibuk membangunkannya. Ia mendapati Dongwoo memandanginya dengan khawatir.

Sunggyu mengangguk lesu.

Dongwoo menatap Sunggyu dengan prihatin. Laki-laki itu lalu memancing Sunggyu untuk terus bercerita dengan hati-hati berkata, "Kau meracau menyebut nama Woohyun berulang kali."

Sunggyu mengusap wajahnya dengan kasar untuk membuang ekspresi lesu yang masih terpatri di wajahnya yang kuyu.

"Nanti malam kita jadi ke Gangnam?" Sunggyu bertanya sebentar sebelum membalas perkataan Dongwoo. Ia baru saja teringat tentang janji mereka tadi pagi.

Sore itu Dongwoo bersama Sungyeol (yang sedang memakan makanan Sunggyu di dapur) datang untuk membantu Sunggyu membereskan apartemen barunya, lalu malam harinya mereka akan minum-minum di Gangnam.

Karena itulah Sunggyu tidak kaget saat mendapati Dongwoo berdiri di sampingnya saat ia baru saja terbangun.

Dongwoo menjawab, "Jadi."

"Semuanya ikut?"

"Yeol yang mengatur. Aku hanya tahu Myungsoo tidak bisa datang karena harus rekaman soundtrack drama barunya."

Sunggyu mengangguk. Lalu terdiam lagi.

"Hyung, Yeol belum menghubungi Woohyun. Ingin coba ajak dia?" Pertanyaan Dongwoo itu telak membuat napas Sunggyu tercekat.

"Aku?" Sunggyu menunjuk diri dengan mata membulat.

"Eung!"

"Kenapa aku?"

"'Kenapa'? Memangnya perlu alasan lebih khusus lagi?" Dongwoo mencecar dengan gemas, "Kuperhatikan tiga hari belakangan ini kau lesu. Lalu, kemarin pagi kau bahagia lagi sebelum akhirnya kembali lesu sejak sore hingga hari ini. Pasti ada sesuatu yang salah, kan? Berkaitan dengan Woohyun, kan? Jadi, solusinya sudah jelas. Kalian berdua harus bi-ca-ra."

Sunggyu memijat pelipisnya mendengar celotehan Dongwoo. Selain panjang lebar, cerocosannya itu juga banyak mengandung pronunctiation-error. Sukses membuat kepalanya pusing.

Meski begitu, omelan Dongwoo itu ada benarnya. Dengan akurat, Dongwoo berhasil menebak kapan saja suasana hati Sunggyu memburuk, membaik, serta kembali menjadi buruk.

Dan ya, memang. Tiga hari yang lalu, setelah gagal memberi kejutan pada Woohyunㅡdan malah ia yang dikejutkan ketika melihat Woohyun dan Kiu baru saja keluar dari apartemen milik Woohyunㅡmood Sunggyu seketika memburuk.

Ia pulang dengan kehampaan yang terpendam.

Tetapi kemudian, lusa malam Woohyun menelepon Sunggyu. Menanyakan pelbagai hal yang umum, kemudian mengeluhkan beberapa hal khusus yang hanya bisa laki-laki itu sampaikan kepada Sunggyu.

Titik balik itu membuat suasana hati Sunggyu membaik. Ia mulai merasa dibutuhkan dan rasa kepercayaan dirinya bertambah. Jika ia harus dibandingkan dengan Kiu malam itu, Sunggyu pastilah akan merasa menang bahkan sebelum pertandingan dimulai.

Terakhir sebelum menutup obrolan mereka yang panjang, Woohyun mengeluh kebingungan mencari tempat yang sesuai untuk meletakkan piano dari seorang fan. Apartemennya telah sesak dan sudah tidak mungkin lagi jika dia menitipkannya di restoran, rumah orang tuanya, apalagi apartemen kakaknya.

Mendengar itu, Sunggyu berjanji akan membantunya mencarikan alternatif lain yang bisa dilakukan selain membuang hadiah berharga dari fan itu.

"Kesediaanmu mendengarkan keluhanku saja sudah sangat membantu. Jangan memutar otak untukku, Hyung." Sunggyu dapat membayangkannl rekahan senyum lebar yang Woohyun sematkan ketika berkata begitu. Ia pun membalasnya dengan tawa.

Mendapat kesempatan untuk bisa menolong Woohyun tentu membahagiakannya juga. Sunggyu pun menjadi ceria sejak percakapan hangat itu terjadi.

Tapi lalu, kebahagiaannya pupus begitu saja ketika kemarin sore, ia berinisiatif menelepon Woohyun untuk menawarkan kamar tamunya sebagai tempat penyimpanan piano itu.

Percakapan terjadi tepat seperti mimpinya barusan. Hanya saja, ending-nya tidak separah itu.

Awalnya Woohyun menanggapi dengan ceria dan mengakhirinya juga dengan ceria. Hanya saja, perkataan terakhir Woohyun beberapa saat sebelum menutup telepon, amat sangat mengganggunya. Laki-laki itu kembali mengungkit nama Kiu.

"Pamannya Kiu punya bisnis pemindahan barang. Dia sempat menawarkan jasa itu padaku. Aku akan menghubunginya dan meminta bantuannya," Woohyun berkata dengan ceria.

Kiu... Kiu...

Kenapa ia kini harus berurusan dengan Kiu sampai sebegininya? Dulu ia memang cemburu jika Woohyun berdekatan dengan Kiu, namun ia tidak pernah meminta Woohyun menjauhi laki-laki itu karena bagaimana pun, status Sunggyu sebagai pacar Woohyun tentu lebih tinggi dibanding status Kiu sebagai sahabat Woohyun.

Tapi, sekarang...?

Ia bukan siapa-siapa. Woohyun bebas bercengkerama dengan siapa pun, dan Woohyun bisa saja memulai hubungan baru yang lebih spesial dengan siapa saja yang dia sukai. Termasuk Kiu, bukan?

Lantas, apa yang harus ia lakukan?

Sunggyu menghela napas panjang.

"Kau mendengarkanku?" Dongwoo bertanya penuh selidik. Sukses memecah pikiran yang bergelut rumit di otaknya.

"Iya."

"Kau akan menghubunginya?"

"Kucoba."

Dongwoo tersenyum puas dan berkata dengan ceria, "Baguslah."

Setelahnya, Dongwoo keluar kamar untuk mulai membenahi beberapa barang di ruang tengah, sesuai dengan permintaan Sunggyu tadi pagi.

*****

SereinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang