Chanyeol tak pernah begitu akrab pada dongeng-dongeng. Kisah-kisah rekaan dengan akhir bahagia sudah lama melewati kehidupannya. Kesibukan, latihan, jadwal yang padat, sudah mengisi kehidupannya bahkan sebelum namanya dikenal luas oleh publik. Dunia konstan; realita tanpa nama. Dongeng bukanlah cerita yang ada.
Namun ia pernah mendengarnya beberapa kali. Usulan konsep, metafora, pengandaian-pengandaian harian dari berbagai orang yang datang dan pergi dari hari ke hari.
Cerita-cerita seperti itu terasa jauh dari kehidupannya, tetapi punya kekuatan yang luar biasa. Sekali mendengar pengandaian dari cerita-cerita yang sepintas lewat, dongeng itu akan mengingatkannya pada masa lalu. Pada teman-teman masa kecilnya, pada tawa-tawa polos di masa itu, pada kenangan-kenangan yang menghanyutkan. Pada masa lalu yang manis, orang-orang yang menyemangatinya.
Kemudian, datang perempuan itu.
Diperkenalkan sebagai seorang trainee baru, Chanyeol langsung terpikirkan kisah-kisah seperti itu. Wendy, namanya. Dalam benak Chanyeol, tebersit imajinasi tentang kisah padang bunga, masa kecil yang bahagia, tawa polos yang menyegarkan, bebungaan, kemudian masa muda kecil (lagi) yang tak pernah berakhir. Ia yakin ia pernah mendengar nama Wendy di suatu tempat—tetapi lupa apa persisnya. Mungkin dongeng pula, yang dekat sekali dengan kebahagiaan—buktinya, dalam pikirannya, asosiasi itu dengan mudah terjadi.
Melihat wajahnya pun, Wendy mencerminkan hal yang sama dengan apa yang dipikirkan Chanyeol. Manis, polos, sekaligus elegan.
(Chanyeol tak sabar melihatnya di atas panggung.)
Bertahun setelahnya, Chanyeol mengamati foto salah satu sampul album mereka yang dibelinya sebagai bukti dukungannya terhadap Wendy dan kawan-kawan. Sketsa mereka berlima dengan seekor burung kecil untuk masing-masing sebagai representasi. Ala dongeng sekali.
Ia mengambilnya dari rak, menyusurkan jarinya di atasnya. Wendy paling cocok dengan tema itu, menurutnya secara pribadi.
(Chanyeol kemudian membayangkan, apakah Wendy memiliki pemikiran yang sama saat memilih nama itu?)
Kemudian, beberapa waktu setelahnya, Chanyeol bertemu dengan Wendy (lagi) setelah waktu yang lumayan lama. Mereka bertemu dan bercanda cukup lama di belakang panggung, kemudian, pada suatu kesempatan, matanya dan mata Wendy berserobok tepat saat perempuan itu tertawa ceria.
Hati Chanyeol bergeletar. Sangat mengingatkannya pada masa kecil yang polos, yang indah, menyenangkan, takkan pernah hilang dimakan usia. Tawa itu leluasa memasuki hatinya, membuka kisah-kisah lama yang sudah tertelan kesibukan.
Ia bertanya-tanya, apakah Wendy punya pemikiran yang sama soal dongeng, soal kisah-kisah manis, soal nama dirinya itu?
Chanyeol tak sabar untuk membicarakan itu dengan Wendy.
Maka, sebelum mereka berpisah untuk persiapan masing-masing, Chanyeol mendekati Wendy, berbisik,
berapa nomor teleponmu?
(Kata yang tak terucapkan dengan gamblang itu tetap tercium di udara: aku ingin bicara banyak denganmu, apa pendapatmu soal dongeng?)
KAMU SEDANG MEMBACA
love, i say hello
Fanfiction"Seseorang berkata; hidup terlalu singkat untuk cinta. Namun cinta bisa muncul dari perkataan-perkataan singkat. Bagaimana?" (-exo/red velvet various ships; drabbles.)