Setelah selesai membayar kami keluar menuju Stanley Bridge yang hanya berjarak 10 meter dari cafe ini. Karena Elena ingin duduk menghadap laut maka kami harus menyebrang jalan protokol untuk sampai kesisi sebelah selatan. Kami berjalan menuju zebra cross dan menunggu lampu lalu lintas berubah merah. Satu menit lampu berwarna hijau menyala terang kemudian berganti menjadi kuning dan merah dalam sesaat. Elena berjalan terlebih dahulu sedangkan aku sedikit tertinggal dibelakangnya karena habis membalas pesan Whatsapp yang masuk.
Lalu dengan sangat cepat aku melihat sebuah mobil sedan berkecepatan tinggi menerobos lampu merah menghantam Elena yang sedang menyebrang. Belum sempat suaraku keluar untuk memperingatkannya terdengar dentuman keras yang sampai kapanpun tidak ingin kudengar lagi.
"Braaaaaaakkkkkkkk."
Tubuh Elena terpental sejauh lima meter, darah segar bercipratan darinya. Suara teriakan orang-orang yang menyaksikan kejadian itu menambah rasa panik. Tubuh perempuan itu tak ayalnya patung tak bergerak sama sekali. Ditengah kepanikan tersebut tanpa terasa air mataku mengalir dan spontan saja aku menuju tubuh yang sudah tergeletak diatas Stanley Bridge. Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja aku saksikan, aku berlutut disamping Elena yang tak sadarkan diri, memanggil namanya dan menggoyangkan tubuhnya berharap dia akan sadar. Kulihat wajah cantiknya bersimbah darah, pakaiannya dipenuhi debu. Mobil yang tadi menabraknya sudah tidak kelihatan rimbanya lagi. Stanley Bridge yang tadinya tenang menjadi ramai dan macet tak karuan. Orang-orang disekitaran mulai mengerubungi kami, lalu tanpa pikir panjang aku berteriak kepada orang-orang.
"Is'aaf ana ahtag is'aaf." (ambulans aku butuh ambulans)
"Saidnaa, ittasil is'aaf bisurah." (tolong kami, hubungi ambulans cepat) kataku dengan panik.
Sebuah ambulans datang beberapa menit kemudian, aku bersyukur masih ada orang baik yang bersedia menghubungi ambulans untuk menolong Elena. Dua petugas medis datang membawa tandu dan mengangkat tubuh Elena kedalam mobil tersebut. Akupun ikut masuk kedalam ambulan dan membawa tas Elena yang tergeletak diaspal. Kulihat petugas medis mulai memasang alat pertolongan pertama guna menyelamatkan nyawa Elena, aku hanya melihat dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir dan bibir yang tak hentinya berdoa. Entah kemana ambulans ini membawa kami, aku hanya berharap Elena mendapatkan penanganan yang terbaik.
Aku berpikir harus menghubungi teman dekat Elena atau orang yang mengenalnya. Ditengah rasa bingung itu tiba-tiba saja aku berinisiatif membuka tas Elena mencari handphone nya berharap ada temannya yang bisa kuhubungi untuk mengabarkan keadaannya. Aku buka Handphone nya dan bersyukur ternyata tidak terkunci. Lalu aku mulai mencari kontak yang aku anggap bisa membantu. Kutemukan nama Jesicca dalam daftar teman Elena dan langsung menelponnya.
"Selamat malam, ini benar Jessica," kataku parau
"Malam, ya saya Jessica. Ini siapa ko bukan Elena?" terdengar suara kaget diujung sana karena tahu bukan Elena yang berbicara.
"Iya Langsung saja tanpa basa basi, aku Fikri teman Elena, aku ingin mengabarkan bahwa Elena baru saja mengalami kecelakaan. Dia tertabrak sebuah mobil di Stanley Bridge."
"Astaga, bagaimana keadaannya dan sekarang kalian dimana?" suara Jessica mulai terdengar panik.
"Elena tidak sadarkan diri dan sekarang kami berada diambulans sedang menuju rumah sakit"
"Rumah sakit mana?"
"Sebentar aku tanyakan."
Aku bertanya kepada petugas medis yang baru saja memberikan penanganan pertama kepada Elena perihal rumah sakit yang dituju.
"Halo Jesicca, ambulan sini menuju rumah sakit Alexandria, kamu tahu kan?"
"Iya aku tahu, aku segera kesana. Tolong jaga Elena Fikri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Islam Dari Laut Mediterania
Short StoryElena Versluis, seorang perempuan muda yang cantik dan anggun, kurasa itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sosoknya. Wajah blasteran Indonesia-Belanda dan mata birunya makin menambah kesan keanggunan, terlebih jika tubuhnya dibalut busana Musl...