Pindah

125 3 3
                                    

        Matanya tidak lepas dari sebuah figura ukuran A4 yang tidak sengaja ia temukan di kolong tempat tidurnya itu. Sudah berdebu, bahkan sampai ada sarang laba-laba nya. Seperti sudah lama berada di situ, menunggu saat-saat seperti ini, saat dimana sang pemilik akhirnya mencarinya.

        Sudah lama sekali sepertinya, momen yang tergambar pada figura tersebut. Semakin dicoba untuk dipikirkan semakin ia lupa kapan ia terakhir telah benar benar melupakan orang yang berada dalam figura itu. Sekarang terlintas dengan jelas walaupun hanya sesaat, sesosok orang yang telah mengisi hidupnya dulu.

"Zaaak, udah belom beres-beresnya? Inget ya barang-barang yang sekiranya udah gak kamu butuhin lagi kamu tinggal disini aja, biar pemilik rumah yang baru aja yang memutuskan itu barang mau diapakan." Teriak mama dari lantai 1. 

"Iya ma, udah kelar kok ini, seperti yang mama suruh, barang yang udah ga kepake udah aku masukin ke kardus coklat yang mama sediain diatas meja belajar aku kok." Jawab lelaki berusia 18 tahun itu dengan mantap.

"Bagus deh, kalau sudah kamu bantu mama geser kulkas di bawah ya nak, mau mama bawa ke rumah kita yang baru." 

"Oke, otw kesana ma!". Ia pun menaruh figura tadi ke dalam kardus coklat itu dan berlari menuju ke tempat mamanya.

. . . . . . . . . .

        Sinar matahari tampak telah tembus melewati jendela kamar dan mengarahkan cahayanya pada kardus yang telah tertata dengan rapi di setiap sudut ruangan. Kardus-kardus itu jadi terlihat usang dan berdebu. Ternyata pagi ini telah datang, hari dimana keluarga Zaki akan pindah rumah.

"Zak, kamu udah bangun belum? Mama masuk ya!" ketuk mama didepan kamar Zaki dan langsung membuka pintu kamar anaknya tersebut.

"Hoaaam.. baru banget bangun nih ma, ada apa ma?" tanya Zaki setengah tidur.

"Mama cuma mau mastiin kamu udah masukin semua barang barang kamu ke dalam kardus hijau yang mama taruh di deket pintu." Ujar Mama sambil berlalu menuju kardus coklat yang ada di atas meja belajar Zaki. 

"Zak, ini bukannya fotonya mantan kamu yang dulu, siapa tuh namanya, Risya ya? Yakin mau kamu tinggal disini aja?" Mama mengambil figura yang tidak sengaja memang ia taruh di dalam kardus coklat kemarin.

        Mendengar nama itu, tiba-tiba saja rasa ngantuk itu menghilang, ia seperti baru saja terbangun dari tidur ribuan tahun sampai-sampai tidak akan tidur dalam jangka waktu yang panjang. Aneh memang, sebuah nama yang sudah lama tak terdengar di telinganya itu telah membuat otaknya berpikir dan bertanya kepada hatinya,

"Masih adakah nama tersebut di dalam kamus hatinya?" pikirnya dalam hati.

"Ohh...ehh...eiyaa ma, itu memang dia. Gapapa kok emang sengaja aku taruh situ...biar aku cepet lupa sama dia" kata-kata terakhir yang tadi ternyata hanya bisa ia katakan didalam hatinya saja tanpa ada orang yang tahu bahkan mamanya sendiri.

"Oiya maaf ya zak, kamu jadi harus ngerasain pindah rumah gini. Repot kan pasti? Mana kamu sebentar lagi bakal ada ujian buat masuk perguruan tinggi. Ya harap maklum, habis rumahmu ini udah tua sih, mau di renovasi seperti apa juga sepertinya sudah gabisa, ya jadinya gini deh, pindah rumah." Ucap mama tiba-tiba yang ternyata membuyarkan lamunannya daritadi. 

"Gapapa kok ma, semua emang udah ada waktunya kok. Kapan kita tau kalo rumah ini emang udah tua dan gak layak buat di tempati.  Semua ada batas waktu dan gak akan selamanya. Bagaimana pun juga kita harus siap."

         Mendengar jawaban anaknya itu mama tersenyum dan merasa sangat lega. 

"Oh iya zak, rumah yang kemaren kamu pilih sama papa itu ternyata udah sepakat dan kita akan tinggal disitu."

"Rumah yang di daerah Kemang itu ma?"

"Iyap bener banget, walaupun sempet susah buat nemuin yang pas. Emang butuh waktu sih, tapi akhirnya Alhamdulillah ketemu juga kan."

"Syukur deh kalo pilihan aku sama papa bikin mama seneng juga." Zaki pun tersenyum dan sejenak melupakan seseorang yang tadi ia lamunkan.

 . . . . . . . . . .

        Akhirnya kami pun meninggalkan rumah yang telah menyimpan berjuta kenangan indah bersama keluarga kami. Zaki yang melihat mama sedikit meneskan air mata pun mencoba menanyakan alasan kenapa mama bersedih.

"Ma, mama kenapa? Jangan nangis dong." Ucap Zaki menghibur.

"Gapapa zak...mama cuma sedih aja, rumah ini sudah banyak memiliki kenangan yang indah. Saat mama baru menikah dengan papa, saat kamu masih dalam kandungan, sampai kamu tumbuh besar seperti ini. Mama jadi sedih kalau memikirkan itu semua Zak."

        Zaki terdiam, membayangkan betapa sedihnya mama. Sambil mencoba menenangkan mama ia pun berkata,

"Mama jangan sedih lagi ya, pasti nanti akan ada kok kenangan baru yang pasti lebih berkesan di rumah baru kita. Ada aku, papa, sama adik-adik. Kita masih bisa membuat kenangan itu lebih indah lagi kok."

        Mendengar hal itu keluar dari mulut anaknya. Hati mama pun menjadi lebih tenang dan beliau mulai mengusap air matanya yang tadi tidak sengaja menetes.

"Makasih ya zak."

        Zaki tersenyum sambil memeluk mamanya.

        Zaki telah memantapkan pilihannya. Sekotak kenangan yang berada di dalam figura, yang ia tinggal di dalam kotak coklat, kenangan yang ia harap akan segera melupakan Risya, dan dapat menjalani kehidupan nya seperti biasa. Atau bahkan bisa bertemu dengan seseorang yang lebih baik. Walaupun setitik dari hatinya berkata bahwa ini bukanlah jalan keluar dari semua pertanyaan hatinya selama ini.

        Cinta ibarat sebuah rumah. Berdiri kokoh karena adanya sebuah pondasi, atau dalam sebuah hubungan yang biasa di sebut dengan komitmen. Mereka akan tetap kokoh walaupun angin, hujan bahkan badai menerjang asalkan mereka berpegang teguh pada komitmen mereka, pada sebuah pondasi itu.

        Ingatlah bahwa tidak ada yang abadi. Merenovasi rumah ibaratnya bukan merupakan suatu solusi dari sebuah masalah yang kalian temui di dalam sebuah hubungan. Karena bisa saja itu akan tambah memperdalam luka yang sudah ada sebelumnya di hati sebagian besar manusia. Baiknya kalian tidak menyelesaikan masalah tersebut secara sendirian, karena logikanya tak mungkin kita dapat membangun sebuah rumah yang kokoh secara sendirian bukan?

        Karena semua butuh waktu. Bahkan untuk tempat singgah baru sekalipun, untuk mendapat yang pas, cocok dan nyaman tentu tidak secepat dengan membalikkan telapak tangan. Sama seperti mencari  seseorang yang benar-benar mengerti akan kita. Karena dia akan menjadi tempat dimana kita berlindung kelak, tempat kita akan berbagi suka maupun duka, tempat bertukar pikiran dan mengerti satu sama lain.

Proses ini memang proses yang paling berat.

" Proses meninggalkan dan melupakan."

        Dibutuhkan ketegaran hati yang membuat kita mau menerima kenyataan hidup. Banyak orang yang kadang gagal dan memilih untuk diam tanpa mau merubah apa yang telah dibuat oleh seseorang yang meninggalkan luka pada masa lalu. Banyak orang yang tidak berani melangkah dan memilih tidak melakukan apa-apa. Dewasa bukan berarti kuat untuk menghadapi semua ini. Tapi dewasa adalah berani 'meninggalkan dan melupakan'.

Hu12ts.Where stories live. Discover now