"Sepak bola merupakan alat pemersatu bukan ajang memecah belah. Cukup 90 menit kita menjadi lawan selebihnya kita berkawan."
Suasana haru dan kecewa masih menyelimuti sederet pemain dan masyarakat Indonesia. Tidak termasuk netijen di sosial media.
Baru beberapa menit pertandingan berakhir, puluhan meme tentang kekalahan timnas sudah bertebaran di sosial media. Bahkan tak sedikit pula komentar negatif ikut menghiasi akun instagram para pemain timnas u 19."Lawan Malingsia aja kalah, dasar payah, anj*ng pemain abal abal kok dimainkan."
Komentar dari akun bernama @xxxx_"Turunkan ketua PSSI g*bl*k, angkat saya, hahaha."
Dari @xx_45"Wasit g*bl*k!! Dibayar berapa emangnya?"
Kata akun @xxx99__"Mainnya acak acakan kaya rambut singa bangun tidur. Ganti pelatih aja, nggak becus t*i."
Komentar @x.xx_xx(Netijen, super bener tsayyy)
Raut wajah dari wanita berkulit kuning langsat dan berwajah manis itu berubah menjadi masam ketika membaca sederet komentar lewat akun media sosial miliknya.
Ia geram dengan oknum oknum yang tidak bertanggung njawab, berkomentar seenaknya seperti tidak berpendidikan, atau memang tidak berpendidikan?
Entahlah, yang jelas itu tidak pantas di berikan untuk mereka yang telah berjuang demi mengharumkan nama bangsa.Untung saja pertandingan Indosnesia vs Malaysia kemarin tidak menimbulkan kericuhan. Enka dan kedua temannya pun ikut lega, karena mereka berada di salah satu tribun stadion. Tidak bisa mereka bayangkan jika saja itu terjadi mungkin akan menjadi pengalaman pertama yang mungkin juga membuat mereka berpikir lagi jika akan datang ke stadion.
Enka, wanita 18 tahun itu masih terpaku menatap layar ponselnya. Ia tak bosan bosan membaca beribu komentar yang bertebaran di akun sosial media miliknya.
Tangannya sudah sangat gatal untuk ikut membalas komentar itu namun niatnya ia urungkan karena ia masih memiliki akal sehat. Lagian percumah saja ia berkomentar baik, komentarnya tidak akan terlihat, pasti saja akan tertutupi ribuan komentar negatif.
Alhasil Enka hanya menjadi seorang silent readers.Karena keasikan bermain dengan ponselnya, ia pun lupa kalau ada janji dengan kedua temannya untuk berburu barang Big Sale di salah satu mall.
Notifikasi pesan masuk terlihat di layar ponselnya, 19 pesan dari 2 chat. Ia lalu membukanya.
"P"
"P"
"P"
"Lagi dimana?"
"Udah berangkat belum?"
"P"
"P"
"P"
"Gue udah sampe"
"Mulur"
"Durasi durasi"
"P"
"P"
"P"
"Masih tidur loo?"
"Bangun wooiii!"
"Heee"
"Cepet kesini"
"Hee istri syahnya Sagara."Geram dengan kelakuan temannya itu, Enka ingin sekali ikut mengomel tapi setelah membaca pesan yang terakhir ia justru tersenyum sendiri.
"Iyaaa tunggu sebentar crewet. On the way nih." Balasnya yang kemudian bergegas menuju kamar.
Walau bukan merupakan cewek feminim yang suka ribet, tetap saja dia seorang perempuan. Bilangnya on the way tapi nyatanya zonk.
Dengan membubuhkan bedak tipis-tipis ke wajah serta mengoleskan sedikit lipstik di bibirnya sudah cukup baginya. Cukup 10 menit ia sudah keluar dari kamarnya.
Jarak dari rumah tantenya cukup dekat. Hanya 10 menit waktu yang dia butuhkan.
Sesampainya di cafe, Enka celingukan mencari kedua temannya itu. Ia mengambil ponselnya untuk menelfon Nuna."Woii dimana lo, gue udah sampai nih?"Kata Enka.
"Sorry gue kena macet."
Balas Nuna dengan volume suara yang sengaja ditinggikan.Kemudian Enka menoleh ke samping kanan, tepatnya didekat jendela cafe, terlihatlah dua anak manusia cantik sedang duduk.
Yang satu memasang wajah cemberut tidak enak dipandang dan yang satunya fokus pada smartphonenya.Enka melangkahkan kaki menuju dua anak manusia disana. Menyengirkan gigi putihnya sebagai salam, kemudian duduk di depan Nuna yang masih cemberut.
"Maap, telat sedikit."
Kata Enka menyengirkan giginya lagi."Slow, nggak papa kok."
Balas Nuna memaksakan senyum sambil menjitak pelan kepala Enka."Eh eh lihat deh, Witan sama Sagara banjir komentar jelek nih."
Kata Revi menunjukan smartphone ke Enka dan Nuna."Dasar kudet luuu. Makanya punya kuota dong, nggak usah ngandelin wifi mulu."
Omel Nuna tiada henti."Apaan si lu, sewot mulu dari tadi, lagi pms lu?
Balas Revi tak mau kalah."Udah udah, katanya mau cepet cepet, ntar keburu barangnya habis baru tau rasa."
Kata Enka menenangkan suasana.Di tengah perjalan sempat terjadi masalah kecil. Hampir saja Enka dan kedua temannya menjadi bahan amukan oktum tidak bertanggung jawab.
Mereka adalah supporter dari dua kesebelasan sepak bola yang sedang tawuran.Kedua kubu memang sudah sangat terkenal karena rivalitasnya. Saling olok-mengolok hingga pukul memukul dan melempar batu terjadi disitu. Akibatnya tidak sedikit yang mengalami luka dan menelan korban jiwa.
Sungguh miris melihat kejadian itu. Rivalitas Tiada Batas, mungkin itu slogan yang melekat pada diri mereka.
Namun perlu diingat, sepak bola adalah olahraga yang menjunjung sportifitas bukan kriminalitas.
Mendukung tim kebanggaan boleh asal jangan fanatisme. Ngefans boleh, tapi goblok jangan.
Bukankah persatuan itu lebih baik dari perpecahan?Ini bukan hanya sebuah mimpi, yakinlah suatu saat nanti ini benar-benar terjadi "Si Hitam dan Si Putih akan duduk berdampingan di tribun yang sama untuk melihat masing-masing tim kebanggaannya bertanding."
Walaupun tidak tau pasti kapan waktunya. Namun yakinlah itu akan terjadi.Next?
Vote dan komen ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua karena Sepak Bola (SKSB)
Teen FictionKetikan peluit panjang pertama telah dibunyikan, ketika itu juga 11 pemain harus berjuang di lapangan. Hanya 90 menit waktu yang mereka punya, untuk meraih kemenangan atau justru kekalahan. 90 menit memang waktu yang panjang bagi mereka yang unggul...