I

263 12 3
                                    

Jun rasa ia adalah manusia yang 'cukup'. Cukup pintar untuk menjadi asisten dosen dan dielu-elu semua staff pengajar di prodi, cukup beruntung untuk dipercaya sebagai bagian inti dari kepengurusan himpunan mahasiswa di fakultasnya, cukup aktif dalam andil mengadakan acara besar kampus, cukup dikenal juga oleh semua kalangan mulai dari senior hingga junior paling bontot.

Tapi kalau kata mereka, Arjuna Prima Bramastha itu paket lengkap.

Semua orang yang bilang seperti itu didepan Jun selalu direspon dengan gelengan dan tawa sopan. Tidak, Jun masih suka dengan kata 'cukup' yang ia labeli pada dirinya sendiri.

Well, tapi mereka tidak sepenuhnya salah dengan label 'paket lengkap'. Jun memang pintar, memang teladan, tapi dalam kehidupannya diluar kampus tidak membuatnya saklek pada personanya di institusi. Dia bisa nakal, bersama dengan teman-teman karibnya berkali-kali keluar masuk kelab menikmati dunia malam. Siapa yang sangka kalau seorang Jun juga merupakan penggemar minuman beralkohol? Bahkan dia termasuk yang punya daya tahan agak tinggi dalam mengkonsumsi likuid tersebut. Siapa juga yang menyangka kalau dia juga tak jarang main dengan wanita? Ketujuhnya bergilir opini dan menggosip tentang perempuan mana yang dari tadi memperhatikan mereka dari sebrang meja atau dari lantai dansa, dan saling memberi tantangan untuk membawanya ke kamar masing-masing untuk menggumulinya sampai pagi.

Ada malam-malam tertentu yang memang sengaja membuat dirinya sendiri oleng dan harus dipapah pulang oleh Agus atau Aji, minum sampai lupa semua keluh kesah apa-apa yang ia ceritakan kepada teman-temannya sambil berteriak melawan kerasnya musik yang diputar disana. Paginya ia akan terbangun dengan pusing yang luar biasa atau urjensi untuk mengeluarkan semua isi perutnya yang hanya berupa likuid asam. Kalau sudah lemas dan ingat ada kelas pagi, cepat-cepat ia mengontak dosen dan izin sakit.

Ada juga kalanya saat dia menemukan gadis yang tak hentinya menatap bahkan mengerling kearahnya, ia ajak memojok di sudut kelab untuk sekedar berbincang sambil bertukar kontak atau langsung pamit pada sobat-sobatnya untuk membawa wanita itu ke hotel terdekat. Subuh setelahnya ia akan bangun di atas ranjang yang asing dan perlahan beranjak meninggalkan tubuh polos yang tertidur dibelakangnya, yang kadang ia sendiri lupa siapa namanya.

Kesimpulannya, ya, Arjuna Prima Bramastha memang merupakan paket lengkap, teladan dan brengsek dalam satu tubuh. Karena kunci kehidupan Jun adalah keseimbangan.

Oh, ya, ngomong-ngomong, sudahkah kalian tahu tentang Rega, kekasih Jun?

Kejadiannya cepat, awal mulanya dari pertemuan singkat mereka di perpustakaan. Jun yang kusut karena perjalanan panjang meramu skripsinya itu sedang bad mood berat, memutuskan untuk menjadi brengsek dengan memelototi dan setengah mengusir Rega yang posisi duduknya sedikit menghalangi rak referensi. Yang ia ingat kemudian adalah rasa bersalah dan juga aksesoris tindik yang indah di telinga kanan perempuan itu, yang sekilas terpampang saat ia buru-buru membereskan buku gambarnya reflek menyangkutkan helaian sisi rambutnya yang kecoklatan dan pergi dengan kepala menunduk.

Dan memang hidup itu kadang lucu, mereka bertemu lagi, ditempat yang sama. Kali ini Jun mencoba lebih ramah–atau mungkin malah kelewat ramah. Buktinya usaha ngalus itu membuahkan mereka untuk intens berkomunikasi untuk beberapa minggu kemudian, Jun gencar menanyakan kabar Rega tiap harinya. Makin lama ia tertarik pada perempuan itu, dan Jun juga yakin Rega tidak membencinya lagi dan sepenuhnya lupa akan kebrengsekannya saat mereka pertama bertemu. Lalu setelah berratus-ratus obrolan di ruang chat, 11 kali sesi telfon panjang di malam hari, dan 2 kencan kemudian, Jun resmi mendapatkan hati Rega bersamaan dengan rampungnya ujian akhir masa studinya.

Setelah kurang lebih 5 tahun sendiri, akhirnya Jun merasakannya lagi, dia jatuh hati.

Setelahnya, Jun mempelajari Rega makin dalam. Apa-apa yang tidak lelaki itu ketahui tentang wanitanya hanya lewat ruang chat, 11 kali sesi telfon panjang di malam hari, dan 2 kencan yang sudah dijalaninya satu persatu muncul terbuka. Mengapa ibu bapaknya menamai Rega dengan nama yang terdengar maskulin, mengapa dia memutuskan untuk belajar memetik senar gitar. Bagaimana suara indahnya saat mengalun lembut menyanyikan lagu kesukaan Jun, bagaimana saat ia tersenyum seluruh ruangan mencerah seperti berganti warna, bagaimana ia menyibak poninya saat ia gugup, bagaimana lekuk tubuhnya saat ia telungkup, bagaimana reaksi sekujur tubuhnya saat dihadiahi kecup-kecup kecil di tengkuk, bagaimana nafas halusnya saat ia tertidur di dekapan Jun dengan posisi meringkuk.

UtervisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang