III

278 11 2
                                    

Di Sabtu sore menjelang malam yang masih mendung kelar hujan deras, setelah memacu motor dan terterpa titik-titik gerimis kecil. Aji baru keluar dari lift yang mengantarnya ke lantai 7, dalam hati mulai kebat-kebit. Ia mengatur langkahnya yang makin lama mendekat kearah satu pintu, dia mengambil nafas dan mendehem ringan sebelum memencet bel.

Beberapa detik kemudian pintu terbuka, mata Aji melebar sedikit saat yang ia lihat adalah sosok feminim Rega yang menyambutnya dan bukan tubuh tinggi kokoh kawan karibnya. Rambutnya yang kecoklatan agak menutupi mata, dia mengenakan kaus oblong kebesaran yang ia yakin milik pacarnya karena ia ingat pernah melihat Jun memakainya ke kampus.

"I'm here." ujar Aji dengan senyum, ia mencoba serileks mungkin.

Rega membuka pintu makin lebar, dengan gumam 'masuk' ia mempersilahkan Aji melewati pintu. Kemudian ia berbalik dan berjalan tanpa menunggu Aji di belakangnya, langsung melesat kedalam kamar, Aji rasa.

Iya, Aji mengerti, dia tidak akan sakit hati.

"Oh, Aji ya?" seru Jun dari jauh.

"Yo." Aji membalas setelah membuka sepatunya dan menaruh kunci motornya di meja dekat rak.

Setelah Jun masuk lebih dalam ke area ruang TV barulah ia melihat Jun yang bangkit dari duduknya diatas sofa.

"Hujan nggak tadi di jalan?" Jun menyapa dengan uluran tangan yang disambut Aji cepat.

"Nggak sih, cuma sempat kena gerimis aja tadi. Untung nggak makin besar lagi." jawab Aji sambil menduduki sofa mengikuti Jun yang kembali duduk juga.

Aji mengedarkan pandangan kearah seluruh ruangan, memperhatikan tempat tinggal Jun yang baru setengah tahun kawannya itu tempati. Dia kemudian melepas jaket yang ia kenakan dan menyampirkannya di senderan sofa.

"Pretty good, Jun! Lumayan lah dengan harga yang waktu itu lo ceritain."

"Yeah, it's nice. Walaupun memang nggak terlalu besar, I can't afford more luxurious shit than this." respon Jun sembari tersenyum lebar, lesung pipitnya makin terlihat dalam.

"Yaelah merendah aja, dari pada Kost Argia yang cuma 3x3." Aji menonjok lengan Jun main-main, tapi disambut senyum oleh Jun sendiri.

"Ngomong-ngomong, gimana makhluk-makhluk Argia? Kayaknya udah dua bulan lebih kita nggak pernah ngumpul. Kalau sama Jaya gue masih sering kontak soalnya dia sering nanya minta data buat skripsi." Jun bertanya. Bukan hanya untuk basa-basi, tapi dia sungguh-sunggu merindukan kawan-kawannya.

Pada saat setelahnya, Aji lihat Rega keluar dari kamar. Rambutnya digelung tinggi dengan beberapa helai yang lolos dari karet rambut, tengkuk dan belakang lehernya terekspos.

Apakah Aji salah lihat atau tidak, ia bisa menangkap satu bercak merah keunguan yang kontras di kulit tengkuk perempuan itu.

Dia berjalan menuju pantry dan sesaat kemudian menyibukkan dirinya disana. Mungkin perempuan itu sadar kalau ada yang memperhatikan gerak-geriknya dari jauh sehingga melirik kearah sofa dimana Aji dan Jun tengah berbincang.

Aji tidak mau Rega makin merasa tidak nyaman karenanya, jadi dengan cepat ia memindahkan pandangan kearah langit-langit seolah sedang memikirkan jawaban dari pertanyaan Jun.

"Hmm pada baik kayaknya. Oh, bang Agus rencananya mau pindah ke Gegerkalong kalau kontrak tahun ini selesai, biar deket cafe jadi dia nggak bolak-balik dua jam naik motor buat pulang, katanya."

"Oh, bagus deh, kasihan soalnya bolak-balik Setiabudi-Buah Batu tiap hari bisa-bisa masuk angin terus dia." respon Jun dengan tawa "Mas Fajrin masih sering nengok ke sana?"

UtervisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang