CHAPTER 7

6.7K 283 1
                                    

Bau apa ini? Bau ini sangat mengganggu indra penciumanku. Tunggu, aku kenal bau ini. Ini seperti bau rumah sakit. Ya Tuhan, apa yang terjadi? Kenapa kedua mataku sulit untuk terbuka dan kepalaku begitu sakit. apa yang terjadi padaku?

Aku terus berusaha membuka kedua mataku yang begitu berat. Melawan rasa nyeri yang melanda pada kepalaku. Perlahan ada secercah sinar menelisik pupil mataku hingga aku kembali menutup kedua mataku. Sinarnya begitu tajam. Tapi aku masih tidak bisa begini terus. Kucoba lagi membuka kedua mataku dan sinar itu tidak ada lagi. Perlahan aku dapat membuka kedua mataku dengan sempurna.

Dan hal pertama yang aku daparkan adalah wajah seorang pria. Dia…

“Kau sudah sadar?”

Mataku terus mengerjap beberapa kali. Apa ini bukan mimpi? Mengapa pria ini ada disini? Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Baru saja aku membuka kedua mataku, kini yang aku temukan adalah Kharel Morgan yang berdiri tegak dihadapanku. Menatapku dengan mata tajamnya dan sepertinya, ia menggunakan kepalanya untuk menutupi sinar lampu yang berada di langit-langit ruangan ini.

Dan tempat ini….

“Rumah sakit?!”

Tubuhku terlonjak begitu saja saat melihat selang infus beserta jarumnya yang menancap pada tubuhku. Jika saja dia tidak menahan kedua bahuku, mungkin saja jarum itu akan melukaiku.

“Jangan terlalu banyak bergerak. Kau belum pulih dan itu hanya sebuah jarum.”

Suara lembut mendayunya mengembalikanku dari rasa takut yang sempat menggerogotiku. Kutatap wajahnya penuh cemas.

“Kenapa aku disini?”

“Kau pingsan di jalanan dengan perut kosong.” Jawabnya tenang dan kembali menarik kedua tangannya. Melipatnya di depan dada.

“Pingsan?”

“Ya.”

“Apa kau yang membawaku kesini?”

“Bukan.” Sebelah alisku terangkat.

“Lalu?”

“Edgar, anak buahku yang menemukanmu.”

Aku mengangguk mengerti. Edgar, aku mengenal pria itu. Pria yang selalu menemani pria ini kemanapun selain ranjang tempat kami bercinta. Tunggu, kenapa wajahku terasa panas seperti ini?

“Kau baik-baik saja?”

Aku kembali tersentak dari lamunanku dan menoleh padanya. Ada semburat kecemasan dalam wajahnya. Apa itu untukku?

“Sebaiknya aku memanggil dokter untuk memeriksamu. Dan ini sudah terlalu malam tapi kau belum memakan apapun juga. Kupikir_”

“Apa?!” mataku sontak mencari sebuah jam di sekitar sini. Dan jantungku berdetak begitu cepat saat jam dinding menunjukkan pukul 9 malam. Olivia, apa yang akan terjadi padanya? Kusingkap selimut rumah sakit ini dan kucabut paksa selang infusnya hingga ada sebercak darah segera mengotori pergelangan tanganku.

“Alana, apa yang kau lakukan?”

Geraman pria ini tidak kuhiraukan lagi. Satu-satunya yang ada dalam otakku hanya pergi menemui Olivia dan memastikan dia baik-baik saja. Para rentenir itu pasti sudah datang kesana dan membuang barang-barang kami. Ya Tuhan, kumohon lindungi Olivia dan Bibi Ana. Kuseret langkahku secepatnya agar segera keluar dari rumah sakit ini. setelah berhasil, aku memanggil-manggil taxi dengan kedua tanganku yang melambai-lambai di pinggir jalan. Aku tidak lagi peduli jika nanti akan ada mobil yang menerjangku. Aku harus segera sampai dirumah sebelum terjadi sesuatu pada Olivia.

Tapi mengapa malam ini semua taxi seakan memiliki penumpang hingga tidak ada satupun yang mau berhenti untuk mengangkutku. Demi Tuhan kepalaku kembali terasa nyeri dan ini sangat menyakitkan. Sebelah tanganku berusaha meremas bagian samping kepalaku untuk sekedar meredam rasa nyerinya. Sial! Itu tidak membantu.

“Taxi!!” teriakku lagi ketika ada sebuah taxi yang melaju kearahku. Terima kasih Tuhan! Kali ini ia berhenti. Aku menggapai pintu taxi ini dan saat hampir sedikit lagi jemariku menyentuhnya, tubuhku tertarik kebelakang. Ada seseorang yang menarik ujung sikuku hingga aku menghadap padanya.

“Apa yang kau lakukan?!” teriakku murka pada Kharel.

“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu.” Rahangnya mengeras dan tatapannya menggelap kearahku. Suaranya terdengar berat dan tidak selembut subelumnya.

“Kau sedang sakit dan saat ini kau malah melarikan diri?”

“Aku harus pulang, Kharel.” Jelasku tanpa bersikap formal. Persetan! Kali ini aku tidak sedang bekerja padanya.

“Tapi_”

“Adikku membutuhkanku!!” jeritku.

“Akan ada banyak lintah darat yang mendatangi rumahku dan akan mengusir keluargaku dari sana. Aku harus melakukan sesuatu!”

Dia menatapku lama dan tidak berekspresi. Tatapan itu lagi. Tapi tangannya tidak mengendur sedikitpun mencengkram sikuku. Aku melirik kebelakang dan menemukan taxi yang kupanggil telah pergi meninggalkanku. Seketika tubuhku melemas dan jika saja ia tidak menahan tubuhku mungkin aku akan jatuh di atas aspla yang berdebu.

“Alana, kau tidak apa-apa?”

Kudengar dia memanggil namaku namun tenagaku tidak cukup kuat untuk menyahut. Aku hanya bisa menatap lurus kedepan tanpa suara. Rasanya aku telah di hempaskan kedasar bumi hingga tubuh da tulang belulangku remuk tak berbentuk.

***

TBC!

ALANA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang