alasan kenapa tidak pergi

242 46 9
                                    

Dengan lesu yuri kembali ke apartementnya dan menghempaskan tubuhnya disofa. "Hyuna sudah pergi, katanya kau terlalu lama." Ujar taeyeon sambil memasukan cup cake satu per satu kedalam kotak. Yuri tidak menjawab, ia hanya menatap kosong pada langit-langit. "Aku akan pulang ke busan malam ini, besok ulang tahunnya yeri, kau mau ikut?" Tawar taeyeon saat yuri sudah terlihat seperti orang tak bernyawa. Dalam pikiran taeyeon pasti dia menyesal belum mendapatkan jatahnya. Karena tidak ada jawaban, akhirnya taeyeon meninggalkan yuri dan pria itu pun mulai tertidur.
Hingga menjelang tengah malam, yuri terbangun dengan perut keroncongan. Ia sadar karena terlalu sibuk menyupai kekasih seharinya, ia lupa mengisi perutnya sendiri. Kadang cinta membuatmu bodoh, kalaupun ini layak disebut sebagai cinta. Yuri melongo kedalam kulkas, ia baru teringat tiffany membawakannya makanan tadi siang. Saat baru akan memanaskan makanan tersebut, yuri melihat sup rumput laut, lalu ia teringat taeyeon yang akan merayakan ulang tahun yeri. "Ah, si midget itu entah akan jadi apa dia tanpaku." Yuri segera mengambil tempat untuk sup itu dan siap mengantarkannya ke busan. Karena memang besok adalah weekend yang sempurna untuk bermain di pantai.
Yuri sudah diperjalanan dan mengambil ponselnya untuk mengabari taeyeon bahwa ia sedang dalam perjalanan membawakan hadiah spesial untuk yeri, yaitu sup laut yang yuri kira adalah buatan taeyeon. Selang beberapa detik taeyeon menjawab telponnya dengan suara angin yang kuat, itu artinya taeyeon masih di perjalanan. "Hoi tae, kau meninggalkan sup nya." Ujar yuri bangga.
"Apa?" tanya taeyeon tidak fokus karena sedang menyetir.
"Kau meninggalkan sup rumput laut yeri." Yuri mengangkat box makanan yang taeyeon tahu adalah milik tiffany.
"Ah, itu bukan untuk yeri, itu untukmu. Ms. Hwang membawanya tadi siang untuk dimakan bersama, tapi kau sibuk dengan kekasihmu." Jawab taeyeon. Yuri segera menghentikan kendaraannya dan menepi.
"Apa kau bilang?" Tanya yuri setengah terkejut.
"Ini hari ulang tahun Ms. Hwang." Yuri tidak menjawab lagi, ia segera memutuskan panggilan video itu. "Ah... Pria tanned itu, apa jadinya dia tanpaku." Gumam taeyeon bangga seperti telah melakukan pekerjaan mulia.
Yuri segera menelpon kerumahnya, dan dijawab oleh kepala asisten rumah tangga mereka. "Hallo nyonya Han. Apakah ibu negara sudah pulang?" Tanya yuri terburu-buru. Ia memang memiliki panggilan khusus untuk wanita di rumahnya.
"Apakah maksud tuan nyonya kwon, atau calon nyonya muda kwon?" Wanita itu bergurau.
"Ah, istriku nyonya han, apakah dia dirumah?"
"Aah, Nona hwang pergi semenjak tadi siang. Aku belum melihatnya kembali."
Yuri kembali berfikir keras. "Baiklah, hubungin aku jika dia kembali. Jangan beritahu siapapun oke."
"Apakah tuan akan membuat kejutan?"
"Eeeei nyonya Han terlalu banyak bertanya, lakukan saja permohonanku tadi, oke?"
"Ah, baiklah tuan muda kwon."
Yuri segera memutar mobil menuju luar kota. Jalanan cukuP sepi sehinnga ia dapat memacu laju audi A8 merah miliknya. Perjalanan menghabiskan waktu hampir satu jam, ia telah sampai di sebuah rumah yang didominasi oleh warna coklat dan putih. Bagian rumah ini sebagian besar terdiri dari kaca dan sebagian lainnya berasal dari kayu yang tampak asri. Pendopo yang memisahkan bagian utama rumah dan bagian pribadi membuat rumah ini terkesan mewah dan sangat cantik serta nyaman untuk ditinggali.
Setelah memarkir mobilnya, yuri memasuki bagian utama dimana pintu utama rumah ini terletak dilantai dua, begitu juga untuk parkir kendaraan serta halaman. Jika ingin menikmati keindahan rumah maka harus turun kebawah yang berhadapan langsung dengan padang rumput yang luas dan kolam renang pribadi. Ia membunyukan bel untuk kesekian kalinya, sambil menunggu seseorang yang sudah pasti sendirian didalam sana membuka pintu.
"Hai." Sapa yuri begitu pintu terbuka.
"Yuri?" Heran gadis bermata bulan sabit itu terbelalak saat melihat tamu tak terduganya malam itu.
"Boleh aku masuk?" Tanya yuri. Tentu saja gadis itu mengijinkannya, karena ini sudah tengah malam dan pasti ada sesuatu yang membawa pria ini ke pulau nami cuncheon selain kantong belanjaan yang penuh di tangannya.
Mereka turun dari lantai atas menuju ruang pribadi dimana disudut ruangan itu tertata buah beserta sebuah foto dan dupa yang menyala. Yuri meletakkan shampange yang di bawanya beserta tiga buah gelar diatas meja tempat foto itu terpajang.
"Kau mengingatnya?" Tanya gadis itu setengah percaya.
"Tentu saja aku ingat tiffany, ini hari peringatan kematian mertua ku." Yap, gadis yang dipanggil tiffany tersenyum miring tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Yuri membungkuk memberi salam dan penghormatan secara formal, sementara tiffany ia hanya memperhatikan apa yang sedang yuri lakukan. Bahkan melihat punggungnya saja, tiffany sudah merasakan getaran dihatinya. Ia tidak dapat membantu lagi untuk rasa yang semakin kuat setiap harinya, dan rasa itu juga yang membunuhnya secara perlahan.
"Ibu mertu, ijinkan aku membisikan sesuatu padamu." Itu sebuah kebiasaan baru karena biasanya yuri akan selalu mengucapkan dengan lantang permohonan dan do'a nya pada ibu mertuanya. Namun kali ini ia lebih memilih untuk berbisik dan menyebutkannya dalam hati. Tiffany menatap yuri penasaran sampai pria itu berbalik dan mencubit hidung tiffany.
"Aaaaakkk,... Kenapa?" Kesal tiffany, hidungnya memerah karena ulah yuri.
"Aku memanggilmu dengan perut kelaparan, tapi kau mengabaikan ku. Ayo makan, aku lapar." Yuri membawa tiffany menuju ruang makan dengan pemandangan hijau yang cantik. Disisi lainnya, mereka bisa mendengar suara ombak pulai nami mulai memanjakan mereka diarea terbuka yang luas ini.
"Kenapa kau kesini?" Tanya tiffany sambil menyerahkan makanan yang telah dihangatkan pada yuri. Ini sup rumput laut yang tadi ia bawa ke apartement yuri. Yuri tidak menjawab, ia terlalu sibuk menikmati makannya, ia sangat kelaparan. "Makan lah secara perlahan tidak akan ada yang merebut makananmu." Perkataan tiffany membuat yuri tersenyum dengan mulut penuh makanan.
Setelah membereskan makanannya, tiffany berjalan menuju gazebo hendak bergabung dengan yuri yang sedang duduk disana. Saat tiffany berjalan mendekat, ia melihat yuri duduk dengan cup cake dan sebatang lilin. "Aku hanya dapat menemukan ini diminimarket, tidak ada toko kue lagi." Ujar yuri sambil tertunduk. Tiffany tertawa mengejeknya, tapi sungguh dalam hatinya ia tersentuh. Sangat.
"Cepat tiup, lilinnya sudah hampir membakar kue." Ujar yuri menyodorkan lilin itu pada tiffany. Gadis itu menutup matanya, dan berdo'a 'Ijinkan dia menjadi milikku, kumohon. Biarkan aku memilikinya, selamanya." Tiffany membuka matanya, dan ia juga melihat yuri memejamkan matanya. Tiffany merasa ia salah lihat, karena selanjutnya yuri terlihat sudah mengembangkan senyuman penggodanya. Akhirnya tiffany meniup lilin itu.
"Aaah memegang kue kecil itu saja tanganku pegal." Keluh yuri sambil duduk di kursi. Tiffany ingin protes hanya saja ia tidak ingin merusak moment ini. Yuri membuka sampanye yang tadi dibawa nya dan menuangkan pada dua gelas kecil.
"Biasanya kau tidak minum." Heran tiffany saat melihat yuri meminumnya dalam sekali teguk.
"Biasanya, ini harinya yang luar biasa." Jawab yuri membuat tiffany menatapnya lama. Jantungnya berdebar dengan cepat. "Aku sudah setengah jalan menuju busan, dan sekarang aku di nami. Luar biasakan?" Cengiran yuri membuat tiffany kecewa.
"Oh ini untukmu." Yuri menyerahkan sebuah kantong plastik kecil putih.
"Biar ku tebak, ini satu-satunya toko kado yang bisa kau temui ditengaj malam." Perkataan tiffany membuat yuri menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apa ini?" tanya tiffany memperhatikan seutas tali dengan pernak pernik berbentuk bulat dan bintang serta kedua ujungnya memiliki simpel.
"Penjualnya bilang itu mainan ponsel."
"Mana ada yang masih memakai ini jaman sekarang, ponselku bahkan tidak punya tempat untuk itu." Sanggah tiffany.
"Ya sudah, tinggal ikatkan saja dilenganmu, dan jadikan gelang. Gampangkan." Yuri membantu memasangkannya pada tiffany, saat itulah yuri juga melihat benda yang sama berada dilengan yuri. Tiffany langsung mengulum senyumnya saat sadar yuri membelikannya barang couple. "Nanti begitu sampai di seoul akan ku belikan yang lebih bagus, jika kau mau aku akan membeli tokonya." Tiffany hanya tertawa tidak protes apapun lagi.
“Apakah menertawakanku?” Selidik yuri pada wajah tiffany yang sudah mulai memerah. Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya sambil menahan tawa. “Kau tertawakan....” Kesal yuri kembali memperhatikan wajah tiffany lebih lekat. Kau tertawa!” Yuri mulai menggelitik pinggang tiffany hingga wanita itu terlonjak. “Mengakulah kau menertawakanku kan.”Ujar yuri sambil terus menggelitik tiffany.
“ Hahahah..iya..iya..iya aku minta maaf hentikan yul ini geli..” Ujar tiffany terputus-putus karena ia sedang tertawa. Tapi yuri enggan menghentikan kegiatannya. Ia justru menarik tiffany yang bergerak kesana kemari karena kegelian untuk tetap pada posisinya. Yuri juga ikut tertawa karena melihat tiffany tertawa sangat lepas.
“Bagaimana bisa kau tertawa sambil menutup kedua matamu?” Ujar yuri dengan suara yang sangat lembut namun bisa didengar jelas oleh tiffany. Saat ini mereka duduk berdampingan dengan tangan yuri masih dipingga tiffanya dihimpit oleh tangan tiffany. Meskipun yuri tidak menggelitikinya lagi, tapi tiffany masih memegangnya seprti itu. Perkataan yuri membuat keduanya terdiam dan saling menatap satu sama lain. Jaraknya tidak terlalu jauh, hanya beberapa centimeter saja, bahkan mereka berdua bisa merasakan nafas masing-masing. Tentu saja nafas yuri lebih memburu, karena saat ini ia memangku tiffany diatas sebelah pahanya.
Drrrttt Drrrttt Ddrrrttt Getaran dari ponsel tiffany membuat keduanya tersandar. Tiffany segera terlonjak dan mengambil ponsel di atas meja didepannya. Melihat nama yang tertera disana, tifffany menjauh untuk menjawab panggilan itu.
“Hai daddy..” Panggil tiffany pada orang disebelah. Terdengar tawa dari seorang pria paruh baya yang sudah lama tidak mendengar suara imut dari putrinya.
“hai tiff, bagaimana kabarmu. Aku tidak bisa menghubungimu dari kemarin,” Tanya pria itu.
“Baik dad, aku di nami yaaah kau tahu perjalanan menuju kesini sedikit sulit.”
“Ya, aku sudah menduganya. Kau melakukan upacara?” Tiffany mengangguk. “Hei selamat ulang tahun sweetheart, ayah mengirimu paket istimewa kemarin kau sudah menerimanya?”
“Ya sebuah tiket pertunjukan fasion di paris dan brosur sekolah yang tidak ku mengerti.” Jawab tiffany sambil tertawa. Ayahnya juga tertawa.
“Bagaimana dengan yuri?” Pertanyaan itu membuat tiffany spontan menoleh ke belakangnya dimana yuri sudah tidak ada. Ia mungkin sudah masuk kedalam atau menghilang kemana, rumah ini terlalu luas untuk mencarinya.
“Yaaaaa... semuanya baik dad.”
“Tiff.” Suara itu menjadi berat dan serius. “Jika kau dan yuri tidak berjalan dengan baik, katakan saja padaku, aku akan membawamu pulang.”
“Daaaaaddd...”
“Aku tahu sangat berat bagimu berada disana bersama orang-orang yang sama sekali tidak kau kenal. Aku telah menyadari kesalahan masa mudaku bahwa aku membiarkanmu mengikuti keinginan mommy. Tapi aku telah lebih stabil sekarang, aku bisa menghidupimu bahkan seumur hidupmu, dibandingkan mengikuti keinginan istriku untuk membiarkan temannya menjagamu, kenapa aku tidak membuktikan diriku bahwa aku jauh lebih bisa menjagamu, aku adalah ayahmu. Aku bisa membuktikan itu.”
“Dad, apa kau minum?” Tidak ada jawaban disebelah hanya sebuah isakan dari pria paruh baya. “Dad, bukan berarti karena mommy memutuskan untuk meninggalkan kita berarti kau adalah suami yang gagal, kau adalah pria terbaik untuk mommy dan daddy terbaik untukku. Kau tetap yang terhebat dad, don’t blame your self.” Tidak ada jawaban lagi disebelah sana. “Dad?” Panggil tiffany selanjutnya.
“Oh, aku lupa mengatakannya padamu, onnie dan hyongbu mu sedang menuju ke sana. Bersiaplah untuk hari yang berisik bersama hyo.”
“benarkah? Waaaah mereka tidak memberitahuku.”
“Itu sebenarnya kejutan. Jangna beritahu mereka aku memberitahumu ya.” Tiffany hanya tertawa. “Hai jika kau ada waktu natal ini pulanglah kerumah. Aku merindukanmu.” Tiffany mengangguk. “Oke, bye.”
“Bye, I love u dad.”
“Okay sweetheart, happy birthday.”
“Thanks dad. Selamat hari ulang tahun pernikah juga.” Mereka kembali terdiam dan menutup panggilan video itu dengan senyuman.
Tiffany kembali ke kamarnya. Ia tidak pernah berhasil melewati hari ini dengan senyuman bahkan untuk satu tahunpun setelah kepergian ibunya. Ia mengganti pakaiannya dengan piyama tidur kemudian berbaring menyamping memunggungi seseorang yang sedari tadi memperhatikannya. Tiffany enggan menjawab pertanyaan apapun dan enggan untuk melakukan apapun. Ia merasakan tangan yuri mulai melingkar dipingganya membawanya untuk lebih dekat pada yuri. Tidak ada percakapan selain isakan tangis sambil sesekali yuri mengusap dan mengecup lembut kepala tiffany. Setidaknya satu hal terbongkar malam itu, bahwa satu alasan yang membuat tiffany tidak pernah pergi adalah yuri yang selalu ada disaat terlemah tiffany seperti hari ini.

autumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang