Rahasia yang bukan lagi rahasia

221 33 6
                                    

Yuri menaiki dua anak tangga sekaligus. Andai saja bisa yuri pasti sudah terbang menuju ruangan itu. Usai kebodohan yang terjadi sebelumnya mereka tidak saling bicara. Mereka bahkan belum sempat bertemu untuk membahasnya, namun yuri yakin bahwa saat tiffany membutuhkan dirinya untuk kesalahan terbesar yang dilakukan gadis itu.
"Aku tidak bisa membiarkan anakku diajar oleh seorang wanita tak bermoral sepertinya!!" Teriak seorang wanita dengan setelan pakaian formal. Tiffanya hanya duduk dan menerima semua tuduhan padanya. Ia tahu hal seperti akan terjadi tapi ia tidak menyangka bahwa itu terbongkar karena ulahnya sendiri.
"Benar, aku juga tidak bisa membiarkan seseorang yang tidak bermoral memimpin sekolah ini. Dia saja tidak bisa menjaga dirinya sendiri, bagimana dia akab menjaga putra putri kita?" Seru pria berkepala setengah botak dan perut gendut dan mungkin satu dari beberapa petinggi disana yang merasa dirinya penting.
Diantara semua cercaan yang dialamatkan padanya, tiffany hanya menundukan kepalanya. Tanganya gemetar, jantungnya berdegup dengan cepat. Serasa keringat membanjiri seluruh tubuhnya, hanya saja ia tetap merasakan dingin. Lantai seperti mulai menjauh dari nya, jam berdetak sangat lama dan kuat. Seakan setiap detim yang berlalu mengantarkannya pada kematian lebih awal.
"Benar! Turunkan kepala sekolah! Hentikan kepala sekolah! Kepala sekolah!......kepala sekolah!" Riuh mulai berubah menjadi anarkis disana.
"Dasarkan kau wanita jalang!! Berani kau begitu pada anakku!!" Ia seorang wanita 40 tahun menarik rambut tiffany dan menghempaskannya sehingga gadis itu tersimpuh dilantai.
"Anaknya?" Isakan tiffany tertahan ketika pertanyaan itu terlontar.
"Itu putranya?" Semua pertanyaan itu mulai menggema. Orang-orang mulai berasumsi siapakah murid yang berkencan dengan tiffany.
"Yak! Jangan berpura-pura pergilah kau!!" Ia berusaha menarik lagi rambut tiffany. Namun sebuah tangan telah lebih dulu mengcengkram erat tangan putih penuh perhiasan itu. Dengan wajah bengis pria tanned bernama kwon yuri itu menghempaskan tangan wanita seumuran ibunya tanpa sopan santun.
"Kau lah yang sebaiknya pergi ajhuma." Ujarnya sambil menggertakkan giginya. Ia membantu tiffany untuk kembali berdiri dengan harga dirinya.
"Siapa kau anak muda, sangat tidak sopan sekali siswa seperti ini." Celetuk seorang ibu lainnya. Mereka semua telah terprovokasi, sehingga percuma untuk melakukan apapun. Lebih baik membawa tiffany ke tempat yang aman. Ia memapah tiffany untuj meninggalkan ruangan itu diiringi oleh hujatan yang terus datang padanya
"Wajar saja, gurunya saja tidak bermoral." Teriak yang lainnya.
"Aku tidak mau menyekolahkan anakku disini lagi!"
"Benar aku juga! Mereka sama sekali bukan manusia, apakah kalian binatang?!"
Pertanyaan itu akhirnya membuat yuri berhenti. "Kau ingin tahu siapa yang binatang pak tua?" Geram yuri. "Sekretaris kim tolong ambilkan daftar namanya." Orang yang dimaksud segera berlari menuju tempat arsip. Ia membawa setumpuk map berisi data siswa. "Uang sekolah saja kau masih menunggaj dan berani mengataiku?!" Yuri menghempaskan daftar itu kelantai kemudian membuangnya ke tong sampah. " Kau tidak perlu menyekolahkan anakmu disini lagi." Jawab yuri.
"Heleh, memangnya kau siapa?"
"Sampah seperti kalian tidak ada hak untuk tahu siapa aku." Yuri meninggalkan ruangan itu. Membawa tiffany keruangannya sendiri yang tidak jauh dari ruang rapat. Gadis itu masih menundukkan kepalanya beserta isakan tangis sesekali terdengar ditahannya.
"Tidak apa-apa, duduk lah dulu. Aku ambilkan minum." Yuri yang awalnya berjongkok dihadapan tiffany berdiri. Saat itu tiffany meraih tangan yuri, membuat pria itu mematung. Tiffany menyandarkan kepalanya pada perut yuri dan mulai menangis sekuat-kuatnya. Yuri tidak dapat melakukan apapun, ia hanya mengusap lembut kepala tiffany dengan tangan lainnya terkepal menahan amarah. Ia menyumpahi dirinya sendiri bahwa ia akan mencari dalang dibalik semuanya dan menyelesaikan masalah ini hingga tuntas.
BRRAAAKKK!!!
"Benar ketua, kami tidak mau diperlakukan seperti ini." Pintu ruangan tiffany didobrak dengan keras. Berdirilah di ambang pintu seorang pria paruu baja dan beberapa orang cecunguk yang terlihat sangat marah. Mereka masih membicarakan kasus yang sama dan tidak akan menerimanya hingga tujuan mereka tercapai.
Tiffany dan yuri sontak berdiri tegap.
"Appa"
"Sajangnim."
Keduanya terlihat panik. Yuri menarik tiffany untuk lebih dekat padanya. Sementara tiffany langsung membungkuk memberi hormat. "Apa yang terjadi?" Ujarnya dengan nada datar. Tidak seorang pun disana yang berniat memberikan jawaban. "Kenapa ada keributan sebesar ini dan tidak memberitahuku MS.Hwang?" Ia memang biasa menjaga profesionalitasnya selama di ranah pekerjaan.
"Ah tidak appa. Ini karena kesalahanku. Aku akan bertanggung jawab."
"Tentu saja kau harus bertanggung jawab." Pernyataan itu langsung membuat semua orang diam. Tentu saja ini kesalahanmu. Perbuatanmu sungguh diluar batas. Aku memintamu untuk menjaganya, bukan menodainya yang sama belum resmi menjadi milikmu." Ia meninggalkan dua orang ketakutan itu dalam pemikirannya masing-masing. "Selesaikan masalah ini paling lama besok. Jika tidak kau akan dipecat MS. Hwang."
"Apa? Bagaimana bisa..." Yuri belum menyampaikan argumentnya tapi orang-orang itu telah meninggalkan ruangan. "Hei kau dengar itu? Appa pasti bercanda, memecatmu? Apa dia kehilangan pikirannya." Kesal yuri sendirian.
"Kenapa kau melakukannya?" Tanya tiffany.
"Melakukan apa?" Heran yuri.
"Membelaku dihadapan ayahmu. Padahal itu sangat jelas Sebuah perselingkuhan. Kenapa masih melindungiku?"
"Apa itu penting sekarang?"
"Tentu saja itu penting." Yuri terdiam untuk beberapa saat mencari jawaban yang cocok untuk kondisi ini. " Kau tidak memiliki alasan seperti biasanya?"
"Tentu saja tidak. Aku melakukannya karena aku mencintaimu. Yaaaaah ini terdengar klise tapi secara tiba-tiba aku memiliki rencana dan harus kulakukan bersamamu. Mungkin terdengar bodoh tapi aku terluka saat melihatnya tapi aku juga tidak punya alasan untuk membencinya. Kau mendapatkan apa yang tidak dapat kuberikan darinya, maka cukup adil bagiku jika aku menerimanya."
Tiffany berdiri menahan tengkuk yuri untuk dapat berdiri sejajar dengannya. Ia menarik wajah yuri untuk sedikit menunduk dan secara otomatis keduanya memejamkan mata. Yuri melumat bibir lembut yuri untuk pertama kalinya dengan penuh perasaan dan menghisapnya secara perlahan. Kecupan demi kecupan kecil itu semakin memanas setiap kali tubuh mereka bergesekan satu sama lain. Yuri berusaha menarik dirinya namun tiffany menahannya untuk semakin mendekat. Hingga mereka dikejutjan oleh suara bilzt kamera yang ramai dibelakang mereka. Dalam kebingungan keduanya saling melirik satu sama lain.
"Kwon yuri??" Heran victoria yang berdiri dibarisan paling depan
"Hahahaha sudah kuduga, Sepandai-pandainya menyimpan bangkai pasti ketahuan polisi juga." Tawa hyuna yang juga berdiri dibarisan paling depan bersama victoria. Semua orang saling berbisik satu sama lain. "Kenapa pepatahku benarkan?"
"Seharusnya itu 'pasti baunya tercium juga'" Bisik victoria pada hyuna. Tapi gadis itu masa bodoh dengan keadaan yang ada. Ia lebih puas mendapatkan hasil dari kerja kerasnya yang tidak sia-sia.
********
Semua orang masih berbisik satu sama lain tentang kejadian itu. Tiffany terpaksa mengurung dirinya disekolah hingga larut malam. Menunggu hingga semua orang pulang dan ia meninggalkan sekolah itu dengan sebuah rencana matang yang telah dipikirkannya baik-baik. Bahkan jika keputusan ini membawanya ke jalan yang salah, tiffany tidak akan menyesalinya.
Tiffany melangkah menuju mobilnya, saat tiba-tiba ponselnya berbunyi menampilkan nama Yuri di layar utama."Ya yul." Jawab tiffany.
"Cepatlah aku membeku." Yuri melambaikan tangan dibalik tiang parkir. Tiffany tersenyun dan berjalan lebih cepat ke arah yuri. Pria itu juga tersenyun sambil bersandar dimobil sportnya.
"Aaakkkhhh oppa, kau benar-benar hebat. Aku tidak menyangka kau akan mendapatkan gambar dengan kualitas terbaik itu." Ucapan seseorang yang terdengar khas itu membuat tiffany terhenti. Melihat tiffany tiba-tiba berhenti yuri menghampirinya. Ia berjalan menuju lorong belakang sekolah tempat parkir disisi lainnya. " Aku benar-benar tidak sia-sia mengandalkanmu oppa."
"Ya ya ya, terserah kau saja. Tapi kau sudah berjanji padaku untuk tidak menyebarkan berita soal kebangkrutan ayahku. Kau mengerti."
"Okay nickhun oppa, kau bisa mempercayai princess hyuna." Jawabnya manja.
"Nickh?" Panggil tiffany berkaca-kaca.
"Bajingan ini sudah seharusnya aku menghabisimu dari awal." Serobot yuri yang secara tiba-tiba memukuli dengan menbabi buta. Ia tidak peduli ada dua gadis disana ia tetap mengerahkan seluruh tenaganya hingga nickhun berdarah tanpa perlawanan.
"Yul yul yul hentikan!! Kau membunuhnya!!" Teriak tiffany menarik yuri untuk berhenti. "Nickh aku mempercayaimu." Ujar tiffany sambil berkaca-kaca.
"Maafkan aku tiff, ayahku terlilit hutang dan penipuan. Sementara aku akan dipromosikan, aku tidak mau kredibilitasku hancur jika hal itu terjadi. Aku sudah bekerja keras untuj ini tiff. Kumohin mengertilah." Tiffany hanya terdiam. "Tapi aku sungguh-sungguh tentang perasaanku tiff. Aku menyukaimu sejak kita highschool."
"Berani sekali kau....." Yuri kembali tersulut emosinya. Beruntungnya tiffany menahan yuri dan membawanya pergi dari sana. Sebelumnya tiffany berbalik dan memberikan pukulan telak pada selangkangan nickhun tanpa kata apapun meninggalkan pria itu yang meringis kesakitan bersama seorang gadis berseragam sekolah hanya jadi penonton.
*******
"Kau siap?" Tanya yuri pada tiffany di pagi hari yang semoga berakhir baik.
"Tentu. Kau siap?" Tanya tiffany sambil merapikan pakaian yuri. "Sudah belajarkan?" Yuri mengangguk. "Anak pintar, semoga sukses untukmu." Tiffany merapikan rambut yuri, menyisirnya dengan sela-sela jarinya.
"Kau tidak ingin memberikan vitamin?" Goda yuri.
"Disini?" Tiffany menjelaskan tentang ruang keluarga utama tempat mereka berdiri.  Yuru hanya memberikan jawaban dengan senyuman. Tiffany menghirup nafas berat dan ikut tersenyun. Cup, sebuah kecupan mendarat mulus diatas bibir yuri. Pria itu langsung sumbringah.
"Selesaikan masalah kalian dan segeralah menikah." Ucap seorang pria paruh baya yang baru menuruni tangga. Tiffany segera merapikan pakaiannya dan membungkuj memberi hormat.
"Kenapa appa mengganggunya, sudah ku bilang aku akan bertanggung jawab." Jawab yuri ketus.
"Lihatlah ini, kau bahkan pandai membangkang." Keluh mr.kwon. " Kau akan konferensi pres hari ini?" Pertanyaan inu di tujukan pada tiffany.
"Ya, sajangnim." Tiffany membungkuk sekali lagi.
"Aku bertanya sebagai ayah mertuamu bukan atasanmu."
"Aaaah...ne appa." Tiffany jadi canggung.
"Aku sudah membaca semua komentar jahat tentangmu di internet. Jangan memikirkan hal bodoh itu. Aku percaya padamu." Ia menepuk pelan pundak tiffany kemudian berlalu menuju meja makan.
"Aku tidaj sempat menungggu jumpa persmu, karena aku harus bersiap untuk ujian. Tapi aku akan menontonnya setelah ujian. Kau pasti sangat keren." Senyum yuri.
"Aku selalu keren." Sulut tiffany.
"Ya ya ya, tapi saat menggunakan pakaian kerja, kau keren, sexy dan cantik secara bersamaan."
"Oooooh, Mulutmu sangat manis."Goda tiffany.
"Tentu. Kau kan sudah mencoba nya." Tawa yuri.
Mereka berjalan menuju mobil, mereka harus berangkat lebih awal karena hari ini lalu lintas akan macet karena ujian masuk ke universitas. Yuri juga tidak membawa mobilnya dan menurut saat tiffany meminta diantar oleh supir keluarga. Tiffany terus memandangi ponselnya seperti menunggu pesan dari seseorang.
Jessica.J
"Dimana?"
Tiff: Perjalanan menuju sekolah.

autumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang