Kita melontarkan gagasan kepada orang Indonesia bahwa Anda bisa menjadi pemimpin tidak hanya di Indonesia, tetapi di dunia. Referensi dan dasarnya sangat jelas, dan mari kita kupas sedikit demi sedikit.
Kita tilik saja terlebih dahulu dari dunia musik. Soal cengkok. Saya tahu saya tidak bisa menyanyi Jawa. Saya seorang santri sehingga lebih mudah menyanyikan lagu-lagu Arab. Maka, anak-anak Indonesian Idol itu dahsyat karena mampu bercengkok apa saja. Cengkok Negro-nya Whitney Houston tidak bisa dinyanyikan oleh penyanyi bule, tetapi Bertha yang orang Indonesia bisa melagukan semua cengkok. Orang Arab hanya bisa cengkok Arab. Orang kulit putih cuma bercengkok kulit putih yang lurus-lurus dan kaku-kaku. Orang Negro bisa mengeluarkan suara yang melilit-lilit, tetapi derajat dan sudutnya berbeda dengan Jawa dan Arab. Orang Arab tidak akan bisa membawakan lagu Negro dan begitu sebaliknya. Namun, orang Indonesia bisa melantunkan lagu-lagu Arab, Negro, Barat, Tiongkok, dan lain-lain. Blues oke, rock juga oke, dangdut apalagi.
Suatu hari mudah-mudahan ada festival musik internasional yang setiap grup harus membawakan satu lagu Jawa, satu lagu Sunda, satu lagu Jazz, satu lagu Arab klasik, satu lagu Arab modern, dan satu lagu Afrika Utara, dan saya kira orang Indonesia-lah yang bakal menang. Sebab, orang Indonesia bisa menyanyikan lagu apa saja. Jumlah qari di Indonesia mungkin seratus kali lipat dari jumlah qari di negara-negara Arab. Jadi kalau kita mau mencari orang Indonesia yang mumpuni membawakan lagu-lagu Arab sampai yang paling canggih sekalipun, itu bertebaran di mana-mana. Namun, kalau mencari orang Arab yang sanggup menyanyi Jawa itu sulitnya setengah mati.
Itulah sebabnya orang Indonesia berbakat menjadi pemimpin dunia. Kalau dalam bahasa sepak bola, bangsa Indonesia berpotensi menjadi kapten kesebelasan dunia.
Kapten adalah pemain yang memiliki determinasi dan penguasaan terhadap seluruh sisi lapangan dan pemain. Ia bisa berdiri pada posisi mana pun.
Sekiranya kiper terkena kartu merah, si kapten bisa menggantikannya. Bila back-nya cedera, dia bisa menggantikan perannya. Kalau gelandangnya kurang oke, dia bisa menopang peran si gelandang. Begitu pula jika ada masalah dengan ketajaman striker, kapten bisa mengambil peran ujung tombak itu. Itulah kapten yang sebenarnya. Maka, bangsa yang paling berbakat untuk menempati segala posisi adalah bangsa Indonesia. Orang-orang Indonesia memiliki potensi dan kecakapan kelas dunia.
Dari sudut gen, gen bangsa Indonesia adalah campuran dari semua gen yang ada di muka bumi.
Di luar negeri dikenal istilah karisma, tetapi itu tidak bisa melawan dimensi wibawa dan awu. Maka di Jawa, orang yang tidak bisa dikalahkan atau dilawan disebut ngawu-awu. Ini serius dan hanya Anda yang punya wibawa di seluruh dunia. Biarpun profesor di London atau di mana pun, mereka pintar tetapi tidak punya wibawa. Pintar secara akademis, tetapi ndlahom. Lain halnya dengan orang Indonesia: tidak punya pekerjaan dan tidak pernah sekolah tetapi kereng (galak). Tidak punya uang, tetapi berani kawin!
Nah, sayangnya, justru karena kita punya wibawa maka kita malas melakukan apa saja. Muncullah bonek-bonek. Bonek tidak hanya di Surabaya, tetapi di seluruh Indonesia semua orang ber-bondo nekat. Apakah bukan bonek jika orang berani-beraninya menjadi presiden, padahal tidak punya kemampuan mengatasi masalah. Kalau bonek di Surabaya ngamuk, tentu saya tidak setuju kriminalitasnya, tetapi mari kita pelajari kenapa sampai timbul bonek seperti itu. Harus kita temukan apa keistimewaan dan keburukan bonek. Sebagai potensi, bonek tidak bisa dilawan dan karena itulah Surabaya digelari sebagai kota pahlawan. Masa berani perang, jika bukan bonek. Kalau dibaca secara positif, sesungguhnya bonek adalah bahasa Jawa-nya tawakkal. Padahal kita semua tahu bahwa tawakkal beserta jihad dan syahid, adalah tiga senjata yang sangat ditakuti di mana-mana.
Jenderal Koesmayadi dalam memberantas pemberontak Fretilin maju terus menembak dar der dar der sampai pada tingkat mengancam keselamatannya sendiri. Sehingga, Yunus Yosfiah menginstruksikan, "Koesmayadi cepat tiarap, jari-jarimu sudah kena peluru, cepat lari ke rumah sakit!" Sementara yang lain tiarap, Koesmayadi tetap maju dan menumpas para pemberontak Fretilin. Kata dia, "Alah Pak, kalau memang harus mati di sini, ya pasti mati!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KAGUM KEPADA ORANG INDONESIA
DiversosAKU TULISKAN KEMBALI SEMOGA ADA HIKMAH YANG BISA DITEMUI DI TENGAH "MULTI-KRISIS" YANG MENIMPA AKAN SANGGUP KITA HADAPI SECARA BERSAMA KUPERSEMBAHKAN UNTUK KITA SEMUA KAGUM KEPADA ORANG INDONESIA KAGUM KEPADA ORANG INDONESIA ISBN - 978-602-291-133-3...