ch.2 • approach

520 77 8
                                    

Jam meja di dekat tempat tidur Taehyun berbunyi tepat pukul delapan pagi, meskipun yang punya sudah bangun sejak sekitar enam puluh menit yang lalu. Setelah mematikan bunyi jam, Taehyun menatap atap kamarnya sambil melamun. Dia tidak bisa tidur nyenyak tadi malam, beberapa hal terus berbunyi berulang-ulang di kepalanya seperti radio rusak. Penyebab utamanya? Tentu saja Hyunbin. Sungwoon bilang dia tidak mencium bau pheromone lagi beberapa jam setelah Taehyun pulang. Mungkin Hyunbin sudah meminum obatnya. Meskipun kesal, Taehyun tidak tahu kenapa, tapi dia masih tetap merasa khawatir pada Hyunbin.

“Sudah bangun?”

Lamunan panjang Taehyun sontak luntur ketika kepala Sungwoon tiba-tiba menyembul dari balik pintu kamarnya. Sungwoon masih mengenakan piyamanya, mungkin dia juga baru bangun beberapa menit yang lalu, itu tidak masalah karena jadwal menyanyi Sungwoon di cafe setiap hari minggu baru mulai pukul lima sore.

“Kau tahu, aku ingin menanyakan banyak hal padamu sejak tadi malam, tapi karena kau kelihatan tidak sehat, aku menahannya sampai pagi ini.”

Taehyun mendudukkan tubuhnya, masih berada di atas ranjang. Taehyun tahu apa yang dimaksud Sungwoon. Tentu saja, siapa yang tidak kaget melihat teman serumah tiba-tiba pulang dengan ekspresi kesal, bau Alpha yang menyengat, dan bibir yang berdarah. “Aku tidak terlalu ingin membicarakannya.”

“Ya, memang kita tidak bisa membicarakannya sekarang.”

Taehyun menatap Sungwoon dengan ekspresi bingung.

Sungwoon mengisyarakat Taehyun untuk beranjak dari tempat tidur. “Hyunbin ingin menemuimu. Dia sudah berdiri di luar sejak tadi.”

“Tidak,” Taehyun melempar pandangannya hampir secara refleks. “Suruh dia pulang saja.”

Sungwoon berdecak kesal. “Aku tidak bodoh, aku tahu ada sesuatu di antara kalian. Aku sudah menyuruhnya pulang sejak tadi, tapi dia ingin menunggu sampai kau mau menemuinya.”

“Tidak. Aku tidak bisa.”

“Itu tidak seperti kau,” komentar Sungwoon. “Jika Hyunbin yang membuat bibirmu terluka, kau harus memaafkannya. Dia sedang dalam masa rutting. Setidaknya dia tidak melakukan hal yang lebi—”

“Dia bisa saja melakukan sesuatu yang lebih dari itu jika aku tidak cukup kuat untuk menendangnya,” Taehyun memotong.

“Ya. Lalu kenapa kau datang menemuinya kalau sudah tahu akan berakhir seperti itu?”

Kata-kata itu sukses membuat Taehyun bungkam. Kenapa dia menemui Hyunbin? Tentu saja karena dia khawatir. Bahkan setelah mencampakkan perasaan Hyunbin, Taehyun tetap selalu khawatir pada keadaannya.

Ah, benar juga. Taehyun juga bersalah. Dia sendiri yang mengatakan tidak akan peduli lagi pada Hyunbin, tapi dia sendiri yang melanggarnya duluan. Taehyun tidak selalu bersikap seenaknya, tapi Hyunbin membuatnya terlalu peduli untuk bersikap seolah-olah tidak acuh pada keadaannya.

Taehyun tidak tahu sejak kapan Sungwoon masuk ke dalam kamarnya, tahu-tahu Sungwoon meraih pergelangan tangannya dan menuntunnya turun dari ranjang. “Ayo dengar dulu apa yang ingin dia katakan. Kalau dia bersikap menyebalkan, aku akan mengusirnya keluar.”

Taehyun hanya bergumam tipis sambil mengikuti langkah Sungwoon menuju pintu apartemen mereka yang terbuka. Dia sudah tahu bahwa Hyunbin menunggunya di depan pintu, tapi dia masih terkejut ketika melihat Hyunbin berdiri sambil berpakaian kasual yang rapi di hadapannya. Satu hal yang membuat Taehyun menghembuskan napas lega hampir tanpa sadar adalah tatapan Hyunbin sudah kembali melembut seperti biasa, tidak menakutkan seperti tadi malam.

Hyung,” panggilnya, tanpa ekspresi sama sekali. Taehyun masih terbengong-bengong ketika Hyunbin menyodorkan sebuah bingkisan ke hadapannya.

I will wait (for you). [TaeHyunbin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang