04: when did we get so bad at being honest?

859 176 26
                                    

bagian ini ditulis oleh mamanya dira-darius yeolbaeby :"D

bagian ini ditulis oleh mamanya dira-darius yeolbaeby :"D

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang, jadinya udah bilang atau belum?"

Kedatangan Darius ke kamarnya membuat Dira terkejut hingga nyaris melempar joystick ke lantai. Jantungnya nyaris copot hingga Dira harus mengelus dada untuk menenangkan diri. Dia memang sengaja bersembunyi di kamar agar bisa bermain playstation tanpa ketahuan Mama. Habisnya Dira bosan mengulang pelajaran, apalagi matematika. Ia sudah sejak beberapa minggu lalu menyelesaikan seluruh soal yang ada di buku teks tersebut.

"Kalau masuk ketok pintu dulu, Dek," Dira menggerutu, lalu kembali melanjutkan permainannya. Kepalanya kembali menyembul dari balik selimut yang menutupi hampir seluruh tubuh yang berbaring telungkup di atas ranjang, menghadap ke televisi. "Ngomong apaan tadi? Abang nggak denger," ucap Dira sambil lalu. Darius kecil hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kakaknya.

"Udah bilang belum ke Bang Fajar kalau abang udah jadian sama Kak Nanat?"

Pertanyaan adiknya membuat Dira buru-buru menekan tombol pause sebelum membekap mulut Darius dengan sebelah tangannya. Sayangnya Darius punya refleks yang bagus hingga ia berhasil memblokir pergerakan Dira.

"Apaan sih?! Nanti Mama denger tau!" Dira berbisik panik. Darius yang tidak mengerti apa-apa menatap kakak lelakinya dengan sorot bingung.

"Kenapa emangnya? Kan abang cerita ke Mama kemaren kalau Kak Nanat nembak."

"Eh, anak kecil. Kenapa hobi banget nguping omongan orang?"

Sebuah jitakan mampir di kening Darius, membuatnya terkejut. Tidak terima dengan perlakuan Dira, Darius pun meninju pelan lengan kakaknya. "Sakit tau!"

"Abisnya, lo sih dek," Dira memanyunkan bibir, mendadak tidak jadi kesal kepada Darius mendengar adiknya mengaduh kesakitan setelah ia jitak. Sebagai gantinya, Dira menarik tubuh Darius mendekat sebelum mendaratkan kecupan singkat di kening sang adik, "Jangan nguping, dong. Nanti kamu cepat gede."

"Dih," Darius mendorong dada Dira, "ya masa adek kecil terus, Bang?! Nggak mau."

"Iya, tapi jangan sekarang gedenyaaaa." Dipeluknya sang adik lebih erat, gemas sendiri dengan perkataan Darius. Selama beberapa saat yang lebih muda membiarkan tubuhnya berada dalam kungkungan lengan kokoh sang kakak. Hanya saja, setelah beberapa menit sepertinya Dira masih belum mau melepaskan hingga Darius harus mendorong dada Dira sampai pemuda itu terjerembab ke kasur.

"Jawab pertanyaan adek dong, Bang," Darius mengembalikan percakapan mereka ke jalur yang seharusnya sebelum Dira mengalihkan topik pembicaraan tadi, "jadi udah bilang belum ke Bang Fajar?"

Yang ditanya tidak bisa segera menjawab. Dira hanya berbaring di kasurnya sembari menatap langit-langit kamar yang penuh stiker bintang glow-in-the-dark, mulutnya terkatup rapat. Darius memang terlalu pintar untuk ukuran anak yang sebentar lagi akan lulus SD. Mungkin itu jugalah yang membuatnya diterima untuk masuk kelas akselerasi di antara seratus murid lain yang seangkatan dengannya.

[2/3] day by day.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang