"poor moth, i can't help you. i can only turn out the light."
(ryszard krynicki)
//
(bagian ini dikerjakan keroyokan oleh saya dan @yeolbaeby)
//
Semakin memaksakan diri untuk membaca, matanya semakin sakit.
Tapi apalah yang dapat dilakukan Fajar selain berbaring dan membaca? Saat ia bangun, suhu badannya begitu tinggi. Dipaksakannya untuk tegak dan melangkah ke kamar mandi sebelum akhirnya ambruk. Jingga adalah orang pertama yang panik dan memanggil orang tua mereka. Dokter bilang, Fajar hanya flu berat. Perlu dua atau tiga hari istirahat sebelum Fajar dapat kembali beraktivitas. Setidaknya masih ada beberapa buku tersegel sebagai temannya—seperti buku The Monstrumologist yang ada di pangkuannya.
Bagi Fajar, memegang buku seperti memegang tiket menuju dunia impian. Saat buku dibuka, tangan Fajar seperti mendorong gerbang menuju beragam semesta. Hogwarts, Mordor, Neverland, hingga pintu masuk menuju ruang bawah tanah Sang Ahli Monster. Karena itulah Fajar menyukai buku—buku membuatnya terbang, menjelajah jauh ke tempat-tempat yang tidak dapat dijangkau kakinya, membuatnya hatinya terpecah menjadi ribuan keping dengan tiap keping mencicip tiap rasa para karakter. Fajar menyukainya, menyukai sensasi ini. Tidak akan didapatkannya perasaan yang kaya ini dengan hal lain.
Sayangnya sakit membuat fokusnya buyar. Deretan alfabet pada lembar kertas terlihat memudar. Matanya seperti ditusuk-tusuk, membuat Fajar menyelipkan pembatas buku dan meletakkan buku tersebut di sisi lampu tidur. Menghela napas. Harus apa Fajar? Bunda akan mengomelinya jika ia terlalu banyak menyentuh ponsel atau melanjutkan perjalanannya mengurusi kebun Harvest Moon di laptop. Ia benci sakit. Ia benci rasa sepi. Hujan waktu itu terasa mencabik-cabik tiap lapis kulit karena rasa sepi—karena Dira tidak kunjung datang, karena Dira meninggalkannya. Apa benar Dira terhasut Natasha dan tidak lagi menganggapnya teman?
Lamunannya buyar saat pintu kamarnya terbuka. Fajar tersentak. Matanya membulat saat mengetahui siapa yang masuk ke dalam.
"Dira—?"
Pintu tertutup. Dira melangkah mendekat, duduk di sisi ranjangnya. Matanya menatap lurus Fajar yang terbaring dengan wajah memerah demam dan napas sengau. Diperhatikannya mata Dira berkaca-kaca, membuat Fajar bergegas meletakkan tangannya di atas punggung tangan Dira. Dielusnya pelan. Menenangkan. Penuh sayang. Fajar tidak suka melihat Dira sedih—rasanya lebih sakit dibandingkan tenggorokannya gini.
"Ajar. Maafin aku."
Fajar menggelengkan kepala. Bibirnya melengkung membentuk senyum, tak peduli bahwa air matanya hendak keluar lantaran haru. Dibandingkan marah, ia teramat lega. Dikiranya Dira tidak mau berteman dengannya lagi karena tidak kunjung datang kemarin. Kedatangan Dira yang tak ia duga bagaikan hujan yang turun di tengah tanah-tanah retak kemarau.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2/3] day by day.
Fanfiction[DISCONTINUED] "It feels like you're mine, but not. So, what are we?" { bagian kedua dari trilogi kembar yudhistira; bxb; hyunlix with minor changlix }