Hujan januari

11 3 0
                                    

Rintikan hujan membasahi bumi, menetes kan setiap tangisan awan yang tertambat berhari-hari. Qeral menepi di pinggir halte, menunggu orang tua nya menjemput. Terpaksa enggak bisa bareng Alena. Alena naik motor sendiri, sedangkan jalanan ke arah Qeral licin dan banyak tikungan tajam. Di tambah mata Alena yang rabun, bahaya juga untuk keduanya.

" Hemmm.. Permisi mba? " tanpa menghiraukan siapa yang datang. Qeral tetap asik menatap layar ponsel nya.

" Iya? " jawab Qeral mau tak mau, kasian kalau di diami.

" Masih ingat saya enggak? " serontak kepala Qeral menengok, mengenal dengan baik siapa pemilik suara dari kalimat yang baru saja di ucap kan.

Garvin tersenyum simpul, mengeluarkan jacket dari bungkusan plastik yang ada di jok motornya lalu memberikan pada Qeral.

Qeral menatap sendu.

" Ini sedang mimpi atau gua yang halu? " gumam Qeral pelan.

" Enggak mungkin kan, si manusia setan ini balik ke dunia gua lagi? " gumam Qeral bertambah pelan, saat Garvin mencoba menutupi punggung Qeral dengan Jacket.

" Gua ini Garvin. Masih ingat kan lo? " tanya nya pede.

" Dan ya, lu bukan halu ? Ini real diri gua sendiri, No kw ! " jelas nya ulang.

" Yuk.. " ucap Garvin beralih pada motor nya.

" Ngapain? " tanya Qeral yang 1000% terlihat seperti orang dungu.

" Pulang lah. "

" Kemana? " ujar Qeral makin dungu.

" Ke rumah gua !! " jawab Garvin membuat Qeral membulatkan mata sipit nya. Enggak kuat, mana ada sipit jadi belo.

" Ya, ke rumah lu lah. Tadi mama lu bilang si Alena enggak bisa anterin lu, yaudah pas gua kebetulan lewat depan rumah lu. Gua disuruh jemput lu. "

Qeral hanya mendengarkan ucapan Garvin tanpa mau tau dia jujur atau tidak.

Perjalanan semakin jauh, menambah kedinginan di setiap tetesan air yang mengenai tubuh.

" Lu enggak kangen gua, Ral ? "

" Hah? "

🍭🍭🍭

throwbackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang