Juli - Agustus 2015
Hijrah mungkin terlalu muluk kita sematkan pada diri Ryan sekalipun ia berubah drastis belakangan ini. Entah kata apa yang sepadan. Namun, ia memang lain sekarang.
Sifat sikapnya kian dinamis bereksodus ke arah positif. Mentalnya kian siaga menyambut segala kemungkinan. Fisiknya siap menghadapi segala benturan. Unsur-unsur dirinya tengah bermetamorfosis membentuk medan energi diatas normal.
Ah, sedemikian hebat cinta dan Assyifa merombak diri si pendiam pesimis kita ini menjadi insan romantis anti egosentris. Toleran. Bijak. Berorientasi pada kepentingan selain dirinya.
Mungkin Einstein dan aku keliru kala begitu pede-nya menyatakan cinta bebas dari gravitasi. Faktanya, jiwa sejoli cenderung tarik-menarik. Lebih kuat malahan, terlebih dalam kasus Ryan dan Assyifa.
Mereka saling mendominasi. Saling mengisi. Konstan. Kokoh. Kadang tak tahu malu. Saling berbagi dan melengkapi ideologi-ideologi terbaik, prinsip-prinsip terjujur, menyisip tak terbendung menciptakan keniscayaan harmoni.
Astaga, pujangga tak berdusta, cinta sekuat tekad ternekatmu dalam perjalanannya.
Tuhan pun tak berbohong dengan tindak-tanduk-Nya ketika pertama kali menghembuskan cinta sebagai fitrah manusia. Inilah intinya cinta. Sebagai media untuk kita berbuat baik. Sebagai alat bagi kita mewujudkan kesempurnaan yang membedakan kita dari flora, fauna bahkan malaikat.
Aku iri. Ryan si bocah ingusan itu betul-betul memahaminya. Prinsip cintanya berada di puncak tertinggi pemaknaan melebihi kau dan aku.
Pantas ia berubah dari pendiam berparas murung menjadi pendiam cerah ceria. Seperti Kartini bermandi cahaya setelah muak dikekang gulita. Umpama mesianik sufi memanjat syukur paling tulus di tengah oase setelah sekarat mengarungi padang gersang. Tak ubahnya De' Orellana berjingkrak di gerbang masuk El Dorado usai berjuang hidup-mati melawan diare dan ganasnya Amazon. Layaknya Adam di Arafah sehabis candu rindu ratusan tahun.
Inilah semesta cinta Ryan yang ingin kusampaikan padamu, kawan. Semesta polos dimana dunia serasa dalam genggaman dan pengorbanan menjadi kepuasan tersendiri. Pamrih mungkin ada, tapi seiring cinta yang bertumbuh, kian kecil intensitasnya. Semesta dimana kau akan melakukan apapun, menjadi siapapun, selama cinta bisa kau reguk tanpa kehilangan citarasanya, selama sang terkasih kerasan menggumamkan namamu, selama setia dijunjung tinggi, selama itu pula surga serasa dekat.
Inilah prinsip cinta Ryan tiap kali berkomitmen. Ia berusaha kuat sekuat cinta itu sendiri. Ia berupaya tangguh kala memunguti remah-remah keindahan untuk ia berikan pada si kekasih dalam bentuk kado kebahagiaan. Ia menahan diri dari segala praduga dan cobaan sehingga tak oleng dihempasnya. Ia, seperti cuaca ekstrem, penuh kejutan.
Inilah prinsip cinta Ryan : cinta yang lurus.
Ah, aku hanya berharap Syifa mampu mengimbangi. Sebab kalau tidak, hari-hari kelam Ryan bakal terulang lagi. Keyakinannya akan kebaikan akan turut luntur pula.
***
Majalengka dan Cirebon punya sejarah panjang tentang asmara. Ingatlah tentang sisi lain Wali Songo dan Talaga Manggung. Dua pengaruh besar yang tumbuh sejahtera kemudian hancur oleh perang akibat lika-liku percintaan. Wajar kalau sekarang Ryan dan Assyifa begitu bersahaja menjalani kisah mereka di dua kota itu. Setidaknya, mereka memiliki saksi bisu yang takkan berkhianat, diabadikan pena sejarah bertinta transparan diatas lembaran-lembaran kertas tak kasat mata....
Meskipun, Majalengka nampaknya lebih dominan mereka jelajahi.
Layaknya Dilan dan Bandung, Jamal dan Roma dalam seribu senja-nya Motinggo Busye, Si Doel dan Jakarta, Silampukau dan Surabaya, Sheila On 7 dan Yogyakarta, Ryan mengemban cintanya di Bumi Majalengka. Disana, seribu kenangan tentang ia bersama Assyifa terukir. Menjelma menjadi puisi mereka sendiri, lirik lagu mereka sendiri, karya mereka sendiri.....
Tahukah kau kawan, cinta pun membuatmu jadi pribadi doyan pamer. Ah, atau mungkin bukan, hanya dorongan untuk berbagi, sebagai bagian dari penjajakan. Kau perdengarkan lagu favoritmu untuk si dia. Kau bawa dia nonton film favoritmu. Kau traktir dia makan makanan kesukaanmu. Kau bikinkan dia puisi. Kau belikan dia perhiasan. Kau rubah penampilannya semirip mungkin dengan sosok idolamu. Akan tetapi sebagai landscaper pecandu keindahan alam, Ryan merasa cukup mengajak Assyifa menjelajahi seluruh sudut Majalengka, situs-situs memukau peninggalan peradaban Sundaland yang lama punah tersapu awan vulkanik muntahan gunung Toba dari seberang Andalas sana.
Ryan kenalkan Syifa pada puluhan curug yang ia kenal. Dari Muara Jaya sampai Cipeureus. Dari Sawer hingga Semprong. Seakan ia ingin Syifa faham cinta mereka haruslah seperti air terjun, deras menghujam sepenuh tenaga namun tak kehilangan kelembutannya, tetap tenang kala tersendat, tetap akan menyatu meski terberai.
Ryan hadirkan puluhan danau ke hidup Syifa. Cipanten, Sangiang, hingga Cikuda. Sebagai pengingat betapa dalamnya sanubari seorang gadis. Tenang namun menghanyutkan. Diam namun mematikan. Syifa harus tahu perenang mana yang harus ia binasakan, penyelam mana yang layak ia beri kesempatan menyentuh dasarnya.
Ryan selipkan sekelumit perasaan takjub akan ketinggian kepada Syifa. Paraland, Panyaweuyan hingga Ciremai. Ia ingin Syifa tahu akan kecintaannya terhadap puncak dan halimun. Andai si kekasih lebih jeli, setinggi puncak-puncak itulah keberanian Ryan mencintainya. Penuh resiko, penuh ancaman, menguras energi, mengorbankan waktu. Namun saat berhasil menginjakkan kaki di puncak, semua kengerian itu seakan terbalaskan.
Aku hampir tak perlu berpanjang lebar, setiap pelesiran dan jalan-jalan mereka menjelajah seisi Majalengka, Ryan tidak sepenuhnya sedang hura-hura. Bukan piknik menyia-nyiakan tenaga dan materi belaka. Ryan, yang pendiam, sejatinya tengah memberitahu Syifa segala tentangnya. Menunjukan siapa dirinya, pendiriannya, yang tak bisa ia ungkap dengan kata-kata.
Ryan, dengan seabrek kegilaannya pada alam sejatinya tengah mengajari Syifa sebuah makna hidup. Hidupnya. Bukti cintanya.
Saat saling remas jemari sembari menikmati aroma khas air terjun sambil berbincang mengapreasi film descendants of the sun di tepian telaga, ketika menyantap Jalakotek berteman Gayo bersaksi sunset Panyaweuyan, atau tatkala Ryan mendaki hingga puncak Ciremai sekedar mengucap happy birthday di ultah 21 Syifa, percayalah, niatnya bukan ingin pamer.
Bukan !
Itulah sejatinya dia. apa adanya Ryan. Pemuda penuh kejutan. Lelaki labil berpendirian stabil. Pecinta diluar kegaliban. Romantis dengan caranya sendiri.
***
*El Dorado : kota emas dalam kesusasteraan barat.
*Sundaland : nama lain Atlantis, peradaban mitologi nusantara kuno yang pertama kali dipopulerkan Plato.
*Jalakotek : Jajanan khas Majalengka, sejenis pastel berlapis kulit dari paduan terigu dan tapioka dan berisi tumis tahu dan wortel, topingnya taburan bumbu manis pedas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RYAN : SATU DARI SERIBU WAJAH CINTA
RomancePENGANTAR Jika kau sikapi cinta hanya dengan akal, maka cinta akan membuatmu gila. Jika kau sikapi cinta hanya dengan perasaan, cinta segera melumpuhkanmu. Jika kau punya cinta, kau harus punya cara lain menaklukannya..... SINOPSIS Sebuah novel cint...