Another 'boss'
-Arangga Putra
"Dan lu mengiyakan?" Rangga menyipitkan matanya sambil bertanya padaku. Jam menunjukkan pukul 7 malam, kami sedang berada di kedai dimsum. Setelah lelah berjalan mengitari bazzar dekat kantor (yang ternyata surga barang antik dan barang bekas-which i lovveee it), kami akhirnya pulang dengan membawa setumpuk buku gratis. Rangga sendiri memboyong novel, komik, dan lebih banyak buku tentang astronot, dasar maniak luar angkasa. Mudah-mudahan ia tidak percaya teori bumi itu datar.
Aku seperti dejavu mendengar pertanyaan Rangga, Aku menggeleng, "nggak gue jawab lah, gue langsung ngacir balik ke ruang meeting". Sebenarnya percakapanku dan Rendy tidak sampai disana, Rendy berkata akan mengajak semua staff nonton bareng. Bukan aku saja, entah kenapa ada rasa kecewa kala Rendy mengatakan itu. Sudahlah, biarkan aku keep ini sendiri dulu, belakangan saja menceritakan ini pada Rangga. Sambil melahap keichak, Rangga hanya manggut-manggut. Ia kemudian bercerita tentang kerjaan yang segunung, cicilan yang menumpuk, sampai kehadiran atasan baru di tempat kerjanya.
"Gue cerita tu bukan ngeluh ya, gue cerita karena percaya sama lu" ucapnya diakir cerita.
"I know"
"kok lu tumben nggak banyak ngambil buku" Rangga memilah-milah buku dihadapannya, "Marriage After 30th? Lu mau jadi perawan tua?" Rangga membaca judul buku yang aku ambil secara asal di bazzar tadi, ia menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia membolak-balik halamannya.
"Menikah bukan tentang usia, menikah tentang kesiapan dari sisi mental dan finansial.... Ah bullshit, menikah itu kalo udah nemu yang pas..." Rangga membaca beberapa kutipan buku itu lalu mulai mengomentari isi buku dengan membabi buta. Aku memutar bola mata dan mengacuhkannya sembari melahap sushi rebus.
Emang ada yang salah dengan menikah setelah usia diatas kepala tiga? Kalo memang belum siap secara mental, finansial, dan belum nemu yang pas... yaudah sih kenapa aku jadi mikirin gini. Pandanganku teralihkan dengan kedatangan seorang pria mengenakan setelan blazer hitam dan memasuki kedai dimsum, Ia merapikan rambutnya yang sedikit tersapu angin, lalu menggosok hidungnya.
"HATTCHUUUUHH" Suara bersinnya terdengar. Rangga yang sedang ngebacot menoleh kaget. Pria itu kini mengambil sapu tangan di kantongnya.
"Kok kayaknya gue kenal ya" gumam Rangga sambil memperhatikan langkah pria yang kini duduk tak jauh dari meja kami. Pandanganku juga masih kearah pria itu, ganteng juga.
"Ganteng ya?" ujar Rangga lalu tersenyum jahil kearahku.
"Biasa aja" jawabku datar.
Rangga menjawil hidungku, "Duh ketara banget mata lu nggak bisa boongin gue" kemudian ia bangkit dan mengedipkan matanya padaku. This what bestfriend do for eachother. Aku seperti bisa membaca arti kedipan matanya, Aku menatapnya ngeri. Benar saja dugaanku, dengan langkah cepat Rangga menghampiri meja pria itu lalu dengan sok akrab menyapanya.
"Woitss, Gila bro lama banget nggak ketemu" Rangga tanpa canggung menjabat tangan pria yang bahkan tidak ia kenal. Mati gue. Aku pura-pura sibuk memainkan smartphone, sementara ekor mataku berusaha menangkap setiap detail yang terjadi. Yang diajak bertegur sapa terlihat bingung namun kemudian ia tersenyum dan berdiri untuk membalas sapa Rangga.
"Lama gimana... barusan kan kita ketemu"
Aku mengangga, lalu mencuri lirik. Kok akward banget. Rangga terlihat sedikit panik namun berusaha tetap cool, aku menggelengkan kepala lalu kembali melahap dimsum. Bodo amat laaahhh... Biarlah Rangga menghadapi akward situation yang ia ciptakan sendiri haha. Aku memutuskan untuk pergi ke toilet dan ketika kembali, aku sudah menemukan Rangga dan 'teman sok akrabnya' duduk di meja kami.
"Tang, kenalin nih sohib gue" ujar Rangga kepada orang disebelahnya, si Pria lalu berdiri, kemudian mengulurkan tangannya, sekilas aku melirik Rangga yang sedikit memundurkan posisinya, lalu dengan galak ia menatapku sambil mulutnya komat kamit mengatakan sesuatu, aku berusaha mencerna itu sebagai kalimat "LU HARUS KENALAN SAMA DIA"
"Lintang"
"Anggita"
Jabatan hangat itu terlepas, Lintang duduk dihadapanku dan disebelahnya ada Rangga. Aku memutuskan untuk tidak ingin berbasa-basi, jadi aku kembali melanjutkan kegiatanku melahap udang goreng keju.
"Cantik juga teman kamu" Suara Lintang yang berat dan dalam masuk ke telingaku dan berstana disana, "kalian udah lama temenan?" Rangga mengangguk sambil melahap bubur hongkong special kesukaannya, "Udah dari kuliah sih, nih si Anggita ngintilin gue kemana-mana, ngerepotin lah pokoknya"
Aku menendang kaki Rangga, "Kampret ya lu" ujarku sewot.
Lintang tertawa dan kemudian bercerita bahwa ia adalah rekan kerja baru di kantor Rangga, dan barusan agak aneh dengan sikap Rangga yang seolah baru pertama bertemu dengan teman lama. Aku ingin tertawa ngakak lalu aku ganti dengan dehaman pelan, "Rangga emang gitu, sebelum kesini kesandung buah mangga, ingatannya jadi agak-agak tuh"
Anehnya Lintang malah tertawa lepas mendengar gurauan recehku, "lucu banget sih teman kamu" Ia menatapku sambil tersenyum, "kamu kerja di Sagara Management ya? Kenal Rendy dong?"
Ah, entah obrolan apa saja yang mereka lakukan selama aku di toilet tadi, sampai ranah pekerjaanku saja ia sudah tahu. Aku melirik Rangga yang sedang pura-pura menikmati teh Tarik dihadapannya.
"Yes, I know him" jawabku pelan.
"Rumah kamu dimana? Kapan-kapan boleh ya aku main, sekalian kita diskusi bisnis"
HAH? KOK NGEGAS GITU?
Disebelah, Rangga batuk-batuk tersedak Teh Tarik. Entah beneran tersedak atau ia juga sama syoknya dengan cowok disebelahnya itu.
"Ini semua buku bacaanmu?" Lintang meraih tumpukan buku yang ada di meja, "Kamu suka topik luar angkasa? Wah, kamu harus ikut saya ke daerah Nakula, banyak banget museum dan teori luar angkasa disana. Emang sih agak mahal tiket masuknya, tapi tenang, saya bisa bantu kok" Lintang menjelma menjadi pria yang suka tersenyum, seperti sekarang, ia menatapku dalam sambil tersenyum ramah.
Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, "Eh ini punya, hmm, Rangga sih, dia yang suka hal-hal berbau luar angkasa gitu" aku terkekeh bingung menyahut apa.
Aku melirik Rangga meminta pertolongan, ia tahu bahwa aku sedang malas menanggapi gelagat sok akrab lawan jenis. Rangga menatapku agak lama lalu pandangannya teralih kepada Lintang, "Anggita juga suka kok"
BANGKEK NIH ORANG.
YOU ARE READING
BINTANG & BHOOMI
Romanzi rosa / ChickLitA stroy by Hariwindaty Purwa. Anggita Bhoomi berpijak pada sesuatu yang dia anggap memiliki garis jelas. Ia tak akan keluar dari batas itu, namun ia lupa dikelilingi oleh grafitasi yang berusaha menarik ia keluar dari batas yang ia buat.