Dua Hari Tanpa Gita.

403 84 11
                                    



"Nggak mutu becandaan lo! Lo pikir lucu bikin orang ngubek-ubek tempat sampah?!" sungut Gita dengan nada tinggi di depan muka Ringgo. Cowok gempal berseragam sama sekali nggak rapi itu cuma mendelik pada Gita. Sementara, dua anteknya cuma beringsut di sebelahnya.

"Apa lo melotot gitu? Lu pikir gue takut?!" tumpah Gita lagi. Meskipun nggak beneran teriak, tapi alis Gita yang menaut dan matanya yang melotot bulat beneran nyeremin untuk dilihat. Ditambah, Gita bukan tipikal orang berwajah jutek yang kalo kesenggol, bacok. Sebaliknya, Gita itu tipe innocent yang gampang ketawa. Jadi melihat Gita meledak begini adalah pemandangan langka yang tidak disangka. Mungkin itu juga yang bikin Ringgo keki untuk melakukan tindakan defensif apalagi ofensif.

"Sori Git. Nyolot amat sih lu"

"Lo kata sori? Sebelum lo bilang sori, lo mikir nggak tingkah caildis lo tadi?"

"Gita!" tiba-tiba sebentuk suara alto lagi keras memecah kekhusuyu'an Gita melabrak Ringgo. Baik Gita maupun Ringgo cs. langsung menoleh ke sumber suara.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Iqbal, si pemilik suara tadi, sambil buru-buru menghampiri Gita dan membolak-balik sisi tubuhnya. Wajah Iqbal beneran panik. Namun, bukannya menjawab, Gita justru menyentak tangan Iqbal sembari melirik galak pada Ringgo.

"Inget ya Nggo, jangan pernah ngelakuin hal kayak gitu lagi. Entah itu ekskyus lo becanda, itu nggak lucu!" pungkas Gita sebelum ia beranjak dari keempat cowok yang memandanginya dengan berbagai ekspresi berbeda.

Sepeninggalan Gita, Ringgo masih kicep sementara Iqbal hanya mendengus pada mereka sebelum menyusul Gita.

"Git," panggil Iqbal begitu menyejajari langkah Gita. Sementara Iqbal masih tidak mengerti apa yang terjadi, Gita justru masih setia dengan diamnya.

"Gita" panggil Iqbal lagi diiringi tangannya yang menyergah tangan Gita. Berkat itu, langkah Gita terhenti paksa dan membuatnya setengah berbalik menghadap Iqbal.

"Kamu kenapa? Kenapa marah-marah ke Ringgo?" tanya Iqbal kemudian.

"Mereka tuh cari gara-gara" ketus Gita dengan muka masih bersungut-sungut.

"Cari gara-gara kenapa?"

"Mereka ngumpetin sepatu aku di tong sampah Baaal"

"Hah?" Iqbal cengo mencerna jawaban Gita.

"Tau ah!" sergah Gita sambil lagi-lagi menyentak tangan Iqbal. Kemudian ia melenggang menuju musholla. Duduk di serambinya sambil menempatkan sandal wudhu yang sedari tadi ia pakai.

"Kamu marah sebegitunya itu karena sepatu kamu diumpetin doang?" tanya Iqbal begitu ia sudah menyusul Gita yang sekarang sedang memakai sepatu. Mendengar pertanyaan Iqbal itu, alis Gita kembali menaut dan air mukanya tidak suka.

"Doang? Itu nggak lucu Iqbal!" sungut Gita.

"Iya ngerti. Tapi nggak usah marah-marah, Gita. Kalo kamu diapa-apain gimana? Mereka juga niatnya becanda"

"Ya karena niatnya becanda itu Bal, mereka harus diingetin! Mereka pikir lucu apa nyembunyiin sepatu orang di tempat sampah? Mereka nggak mikir apa kalo sepatu belinya pake duit? Orang tua aku susah-susah nyari duit buat beliin sepatu terus sama mereka cuma dibuang ke tempat sampah.Tempat sampah loh Bal, itu lucu ya?"

"Becandaan mereka nggak lucu!"

Ah, kata-kata Mbak Tasya itu mengingatkan Iqbal sama Gita. Iqbal inget banget kejadian hari itu, ketika seorang Gita yang kelihatannya kalem-kalem aja, berani ngelabrak Ringgo yang notabene geng anak IPS. Waktu nyusulin Gita, Iqbal udah ketar ketir Gita kenapa-napa. Nyatanya, si Ringgo justru yang ciut. Iqbal masih amaze ke Gita sampai sekarang tiap ingat kejadian itu.

Dan kini, kejadian yang hampir serupa mewujud kembali di hadapannya. Bukan Gita, tapi seorang Mbak Tasya yang dengan gagah berani ngelabrakin anak-anak pentolan komplek yang sedang ribut-ribut mainin petasan ngagetin orang.

"Gile, anaknya Pak Lurah loh dimarahin" ucap Iqbal takjub sambil mengacungkan jempol. Tasya hanya mengedikkan bahu.

"Mau anak presiden kalo kelakuan model gitu harus diingetin Bal" ucapnya santai.

"Bener si" kata Iqbal setuju. "Mbak Tasya kalo gitu tadi mirip banget sama Gita" imbuh Iqbal sambil menerawangkan pandangan ke langit, mengingat Gita.

"Gita?"

"Cewek gue" jawab Iqbal sambil mesem. Dia bangga sih tiap mengatakan itu ke orang-orang. Sementara itu, Tasya hanya mengangguk-angguk sambil mencebikkan bibir bawahnya.

"Udah punya cewek lo sekarang," kata Tasya kemudian, "sesekolahan?"

"Iya" jawab Iqbal masih diiringi senyuman.

"Ngeliat lo mesam mesem begitu, cakep nih bau-baunya"

"Hehe..." Iqbal nyengir menjawab pertanyaan Tasya. Elah Bal, tempayan nasi lu!

"Btw, enak dong sesekolahan, tiap hari ketemu"

"Iya, tapi sekarang lagi nggak" jawab Iqbal mendadak lesu.

"Emang kenapa? Lagi berantem?" tanya Tasya sambil melihat ke Iqbal penasaran. Yang dilihat hanya menggeleng lemah.

"Nggak Mbak, dia lagi ke Korea"

"Hah?! Ngapain??"

"Ikut MUN. Kayak konferensi internasional gitu"

"Anjir. Pinter lo cari pacar Bal!" decak Tasya yang kembali membangkitkan cengiran Iqbal. Ah, Iqbal jadi inget Gita lagi 'kan. Dia jadi tidak sabar menunggu nanti malam. Kata Gita dia akan beneran menghubungi Iqbal nanti malam. Dan demi itu, Iqbal bahkan sudah menyiapkan list pertanyaan dalam otaknya. Mulai dari yang penting sampai yang nggak penting banget.

"Bal, besok lo pulang sekolah jam berapa?" pertanyaan Tasya itu menggugurkan imajinasi kemungkinan-kemungkinan yang dibangun Iqbal.

"Kayak biasa sih. Jam dua"

"Kalo malemnya, lo ada acara?"

"Nggak sih Mbak, kenapa?"

"Nonton yuk. Ada film bagus" tawar Tasya yang langsung membuahkan kernyitan di dahi Iqbal.

"Sama gue?" tanyanya menyuarakan keanehan di benaknya.

"Ya iya, kan lo lagi nggak ada cewek juga"

"Ya iya, kan lo lagi nggak ada cewek juga"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gurlsss, thankyou terdalam buat kalian yang udah mampir, baca, bahkan nge-vote dan komen

You guys, really made my day! 😁😁

Iqbal, 10 Hari Tanpa Gita ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang