"Bal?" panggil Gita, pelan-pelan mendekati seseorang berjumper abu-abu yang memunggunginya. Sementara itu, si jumper abu-abu menengok perlahan memenuhi panggilan Gita. Membuat Gita mengembangkan senyum begitu si jumper abu-abu tuntas memperlihatkan wajahnya. Tahukan siapa? Iya, Iqbal.
"Katanya besok aja ketemu di sekolah," kata Gita sambil lebih mendekat ke Iqbal. "Kok kamu malah kesini?" tambah Gita. Kini ia berhadap-hadapan dengan Iqbal. Hanya berselang 40 sentimeter dan cukup jelas untuk melihat tahi lalat di bawah mata kiri Iqbal. Sementara, Iqbal tidak bergeming dari tempatnya dan hanya menatap Gita dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Bal?" panggil Gita lagi setelah lima detik tapi Iqbal belum mengatakan apa-apa, apalagi sekedar mendekat balik ke Gita.
"Kamu kenapa?" tanya Gita sambil meraih tangan Iqbal yang terkulai disisi tubuh, mengayun sebentar tangan itu sembari melihat ke Iqbal dengan raut bingung. "Kok diem aja sih?"
"Git," kata Iqbal akhirnya, dengan suara sedikit serak. Tahukan, kalau kita kelamaan diem, suaranya jadi mendadak serak sebentar gitu?
"Hm?"
"Boleh peluk gak?" tanya Iqbal jeda lima detik dari dehaman Gita.
Iqbal bilangnya lirih, diiringi wajah yang entahlah, hari ini terasa lunak. Rambutnya, yang terakhir Gita ingat gondrong poni, sekarang jadi terlihat lebih panjang dan berantakan. Alis Iqbal yang tebal, yang biasanya tergaris tegak dan sengak, di mata Gita kini terlihat sedikit turun seperti ada sesuatu yang membebani. Intinya wajah dan raut Iqbal malam ini, di mata Gita, seperti seorang anak kecil yang hujan-hujanan terus bahas kuyup tapi takut dimarahi Ibu. Se-soft itu, mengingatkan Gita pada bau telon bayi hingga membuatnya tanpa sadar mengulaskan sedikit senyum sembari mengangguk.
Setelahnya, seakan program otomatis, Iqbal langsung menghambur ke Gita. Melingkarkan tangannya pada punggung Gita dan menumpukan kepalanya pada bahu Gita. Sedikit-sedikit bisa mencium aroma vanilli khas Gita yang Iqbal selalu menimbang-nimbang apakah itu bau softener atau parfum. Merasakan helaian halus rambut Gita yang menempel di pipinya hingga kemudian merasakan sesuatu yang hangat di punggungnya. Perlahan-lahan melingkar dan membungkus Iqbal dengan hangat yang semacam selimut. Setelahnya, Iqbal merasa punggungnya ditepuk-tepuk pelan, ritmis dan harmonis seiring ia menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Gita.
"Kamu kenapa sih jadi mellow?" tanya Gita, masih menepuk-nepuk punggung Iqbal. Sebenarnya, Gita nggak perlu jawaban. Sebab Gita tahu, Iqbal pasti nggak akan menjawab. Kecuali kalau hari ini Katak California migrasi ke Madagaskar.
"Kangen Git," jawab Iqbal lirih. Membuat Gita terdiam sebentar, yang juga merusak ritme ritmis dari tepukannya di punggung Iqbal. Mendengar Iqbal bilang kangen atau mengutarakan perasaanya secara eksplisit adalah sesuatu yang langka dan tak terduga. Berarti benar, hari ini Katak California benar-benar migrasi ke Madagaskar.
Iqbal akhir-akhir ini memang tidak seperti biasanya. Lebih alay, lebih mellow, lebih cringe, lebih cheesy. Tapi mungkin Gita lebih cheesy dari Iqbal karena nyatanya Gita suka dengan Iqbal yang seperti itu hari ini. Diam-diam Gita mengulum senyum.
"Iya, aku juga kangen"
.
.
.
.
.
"Mm Bal, ini pelukannya jangan kelamaan nanti ketauan Ayah"
Hai! Akhirnya sampai di akhir ya.
Gitanya udah pulang, jadi Iqbal gak galau lagi. Makanya udah gak ada yang bisa diceritain wkwkwk
Btw, THANKYOU SOOOOOMUCH buat kamu yang sudah mengikuti cerita ini sampai sini. Sudah meluangkan waktu, kasih komen, bahkan ngeklik bintang, guys seroiusly, you've made my day!!
Terima kasih sudah menotiskuuu, Iqbal, dan Gita (sobbing). Saya doakan kamu juga dinotis sama gebetan, uhuy 😉
Akhirul kata, Gita sama Iqbal pamit ya. Sampai ketemu di-work lainnya dan Have a naiseu day!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Iqbal, 10 Hari Tanpa Gita ✓
Fiksi Remajakamu ke korea berapa hari? - jinverse au