Tujuh

3.5K 502 41
                                    

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu kebahagian akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari kenikmatan dunia, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai terhadap orang-orang yang berbuat kerusakan."(Q.s Al-Qasas ; 77)


Sebagai pemilik Rajawali Cargo, Altha tidak pernah berdiam di satu perusahaannya terlalu lama. Setidaknya dia akan ada tiga hari di perusahaan pusat dan sisa waktunya dia gunakan berkunjung ke perusahaan-perusahaan cabang.

Bukan hanya jasa pengiriman barang, saat ini Altha juga mulai merambahkan bisnisnya dengan membuka beberapa restoran di lima kota besar. Namun semua perusahaan atau pun restoran yang dikelola Altha selalu memiliki kesamaan yang mencolok. Sebuah mushola selalu ditata seapik dan senyaman mungkin agar para karyawan atau pun tamu bisa beribadah dengan khusyuk.

Hal istimewa lainnya di semua perusahaan Altha setiap setahun sekali dari masing-masing cabang selalu ada satu karyawan beserta pasangan hidup mereka untuk diberangkatkan umroh. Bonus itu berlaku untuk karyawan yang sudah mengabdi di perusahaan lebih dari tiga tahun. Sementara untuk karyawan yang non-muslim akan diberikan tiket berlibur ke Korea Selatan selama beberapa hari.

Altha selalu membayar gaji para karyawannya tepat waktu, bonus tidak pernah dia kurangi sepeser pun, asuransi kesehatan juga mendapat pelayanan yang prima. Semua yang bekerja di perusahaan Altha merasakan perhatian dan kasih sayang yang sanggup membuat mereka selalu loyal.

Altha adalah pemimpin yang dicintai.

Namun kebaikannya justru membuat beberapa gadis patah hati.

"Pak Altha, ada tamu."

Altha mengangkat alis, tidak merasa ada janji dengan siapa pun hari ini. Dia melihat jam dinding, pukul setengah satu siang, dia belum shalat zuhur dan makan siang.

"Siapa, Ti?" tanya Altha sambil memegangi telponnya dengan tangan kiri, tangan kanannya sibuk merapikan file di meja kerjanya. "Bilang aja saya mau shalat zuhur dulu."

"Baik." Tias, sekretaris Altha mengiyakan. "Bu Hilya, Pak Altha mau shalat zuhur dulu."

"Eh, Hilya?!" Altha terperangah. Namun telpon sudah terlanjur Tias tutup. Altha berdiri dan berjalan tergesa menuju pintu. Dia membukanya, menelan ludah saat Hilya berdiri di depan meja sekretarisnya.

Tersenyum kikuk, "Hilya, kamu ke sini kenapa gak ngasih kabar dulu?"

"Maaf ganggu waktu sibuk Kak Altha." Hilya mencengkeram kuat kotak bekal tiga susunnya. "Saya diminta Ibu buat bawain makanan ini."

"Ah, Ibu kamu?" Altha lebih canggung. "Saya salat dulu, kamu udah?"

"Belum."

"Mau berjama'ah di masjid aja? Kayaknya beberapa orang di kantor belum zuhur juga."

Hilya berpikir sesaat, lalu dia mengangguk setuju.

Altha menerima makanan yang dibawakan Hilya, dia menyimpannya di meja kerja lalu kembali. Hilya dan Tias tampak saling menatap lama. Hilya tidak tahu kalau sekretaris Altha seorang perempuan berhijab cantik seperti ini. Wajah timur tengahnya mengingatkan Hilya pada salah satu sepupunya.

Tias juga terlihat tidak nyaman saat berhadapan dengan Hilya, jangan bilang kalau gadis itu salah satu mantan kekasih Altha?

"Hil?" Altha memanggil, heran karena kediaman Hilya. Hilya tersentak, menoleh, Altha sudah ada di sampingnya. "Ayo kita ke mushola."

Hilya mengangguk, melihat Tias sesaat, lalu mereka berdua berjalan menuju lift.

Hilya menggigiti buku ibu jarinya, dia mulai gamang... entah dia masih bisa percaya pada Altha atau tidak?

Memasuki lift, Altha menekan tombol angka lima. Mushola ada di lantai paling atas.

"Sekretaris Kak Altha." Hilya membuka pembicaraan. Altha menoleh. "Cantik."

"Iya, kah?"

Hilya mencebik mendengar respons Altha yang terlalu biasa.

"Dia jauh lebih cantik dari saya."

"Hm... masa?"

Mendengar jawaban yang lagi-lagi menyebalkan, Hilya berdecak, "Saya shalat di rumah aja."

"Kenapa?"

Apanya yang kenapa? Altha benar-benar tidak sadar kalau semua jawaban itu membuat suasana hati Hilya mendadak buruk?

Hilya membuang muka. Altha mengangkat alis tidak paham. Kenapa Hilya mendadak marah? Altha berpikir keras, berusaha memecahkan kode seribu misteri para kaum Hawa. Loading sesaat, Altha ber-'ah' begitu pintu lift terbuka.

"Tias karyawati yang baik, dia cekatan. Tapi hubungan kamu professional, kamu gak perlu khawatir." Altha menjelaskan. Bibirnya membentuk senyuman senang yang justru terlihat menyebalkan. "Kamu... cemburu?"

"Saya gak cemburu!" Hilya kaget dengan tebakan Altha. Altha keluar dari lift, terkekeh geli. "Kenapa Kak Altha senyum kayak gitu? Saya gak cemburu."

"Enggak, saya seneng banget pas sadar kamu cemburu. Itu artinya kamu udah mulai ada hati sama saya, kan?"

"Saya bilang saya gak cemburu!" Hilya setengah membentak. Namun wajah merah paniknya justru terlihat lucu. Hilya menekan tombol untuk menutup pintu lift berkali-kali. "Saya salat di rumah aja. Assalamu alaikum."

"Tapi-"

Pintu lift terlanjur tertutup.

Senyuman Altha kian melebar, lagi-lagi jantungnya berdebar kencang. Hilya sudah membuat Altha jatuh cinta untuk kesekian kalinya.

{aaa}

Hilya bergegas meninggalkan lobi. Wajahnya masih panas seperti terbakar. Apa-apaan dengan reaksinya ini? Mereka baru beberapa kali bertemu, Altha tidak lebih dari seorang stalker yang membuntutinya sejak beberapa tahun lalu.

Kalau Hilya terbawa suasana, dia yang pada akhirnya akan terluka.

Hilya menghentikan langkah kakinya di teras perusahaan, di depannya Tias berdiri dan memberinya tatapan dalam.

Tias tersenyum kecil, "Boleh kita bicara sebentar?"

Dari awal Hilya bisa menebaknya. Hanya saja tidak menyangka kalau Tias akan secepat ini mengajak Hilya bicara. Hilya benci berurusan dengan sesuatu yang menyusahkan seperti sekarang.

"Silakan." Hilya mengangguk setuju.

Bersambung...

Sore semuanya, maaf baru sempat update. Satu bulan ini saya sibuk banget.

Terima kasih untuk yang selalu setia membaca cerita ini :)

Kekasih Pilihan AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang