1.5

22.2K 2.8K 201
                                    

Aku diam seribu bahasa sejak perjalanan pulang dari apartemen Pak Wonwoo sampai akhirnya mobil Pak Wonwoo berhenti di depan pagar rumahku.

"Makasih, Pak."

"Lian."

"Iya?"

"Makasih yah, udah mau repot buat saya," katanya sambil tersenyum.

Aku balas tersenyum. "Sama-sama, Pak. Namanya manusia harus saling tolong menolong. Tapi kok bapak hari ini senyum mulu? Sakit gigi?"

Iya, aku tau itu pertanyaan bodoh, tapi aku penasaran kenapa Pak Wonwoo tiba-tiba malah jadi sering senyum hari ini. Apa mungkin karena sakit? Perasaan aku kalau sakit ga sering senyum, tapi sering tidur.

Mendengar pertanyaanku Pak Wonwoo ketawa. Tuh kan, hari ini Pak Wonwoo ceria banget. Baru tau aku tuh kalo orang sakit bisa seceria ini.

"Kamu lucu yah. Lama-lama saya kaya ngomong sama anak TK."

"Saya udah lulus kuliah, Pak, kemarin. Umur saya udah 22 tahun."

"Tapi kelakuannya masih kaya anak kecil, pantes aja Emma nempel terus ke kamu. Taunya kelakuannya kaya anak kecil begini," Pak Wonwoo mengacak-acak rambutku gemas, buat aku salting sendiri.


Tok .. tok .. tok..


Kaca mobil Pak Wonwoo diketuk dan aku kaget setengah mati ketika melihat siapa yang mengetuk kaca mobil Pak Wonwoo. KOH KUN!

Mati aku kalau sampai Koh Kun ngira yang engga-engga. Masalahnya ini Pak Wonwoo lagi posisi tangannya diatas kepalaku, kita juga tadi ketawa-tawa, dan lagi di dalam mobil.

Pak Wonwoo keluar mobil bersamaan dengan aku dan Koh Kun langsung menarikku ke belakang tubuhnya.

"Anda siapa? Ngapain pegang-pegang adik saya?"

Pak Wonwoo membungkuk. "Saya Jeon Wonwoo, bosnya Lian."

"Bos?" Koh Kun melirik ke arahku, lalu menatap galak Pak Wonwoo. "Anda kan pria dewasa dan setau saya anda ini udah menikah. Lian ini masih muda, jadi tolong jangan buat adik saya kaya perebut suami orang dengan sikap anda yang seenaknya pegang-pegang adik saya."

"Untuk klarifikasi, saya udah bercerai."

Koh Kun melirik galak kearahku lagi yang sudah kicep sambil komat-kamit semoga aku ga diceramahin dari sore sampe sore lagi.

"Intinya jaga sikap anda. Permisi," ujar Koh Kun yang langsung menarikku ke dalam.

Aku sempat melirik Pak Wonwoo dan bicara maaf tanpa suara. Pak Wonwoo tersenyum dan mengangguk, lalu menunjukkan jempolnya, tanda dia tak apa-apa.

"Koh! Sopan dikit dong sama Pak Wonwoo!" omelku ketika suda ada di dalam rumah.

Koh Kun menatapku galak. "Sopan? Kamu yang harusnya sopan sama kokoh! Kokoh tuh udah nyelamatin kamu supaya ga dituduh pelakor."

"Jangan salah paham kenapa sih? Pak Wonwoo cuma dianterin aku pulang."

"Apa? Cuma anter pulang? Mana ada orang anter pulang malah pegang-pegang orang sembarangan hah?"

Aku rolling eyes. Malas berdebat sama Koh Kun yang over protective. Iya, aku paham, dia berusaha melindungiku. Tapi dia ngomelnya itu ga berhenti-henti. Bikin tambah kesel.

Aku tinggal Koh Kun ke kamar, ga peduli dia mau ngomel kaya apa juga. Aku capek.

Baru sebentar aku merebahkan diri ke kasur, tau-tau ponselku berdering, menandakan ada panggilan masuk.

Bos es batu
Accept✔ | Decline❌

Accept✔

"Halo?"

"Kamu diomelin sama kakak kamu?"

"Engga kok, Pak."


"Serius? Saya ga enak hati loh kalo
sampe kamu diomelin. Apa saya muter
balik aja buat jelasin ke kakak kamu?"


"E-Eh. Ga usah, Pak! Gapapa,
lagian Koh Kun ga marah kok," bohongku. Padahal aku dimarahi habis-habisan.


"Kalo marah bilang saya yah. Nanti
saya jelasin ke kakak kamu."



"Iya, Pak. Udah bapak nyetir
yang bener. Nanti bahaya kalo
sambil telepon."


"Iya. Sampai besok di cafe."

Tut

Terputus.
Walau sambungannya terputus, hatiku tetap dag dig dug ga jelas. Seperti sedang lari marathon.

●■●

"Jadi, kamu udah sejauh mana sama Pak Wonwoo?" goda Kyulkyung padaku saat aku sedang memindahkan kardus-kardus berisi bahan-bahan untuk cafe yang baru datang hari ini.

Aku rolling eyes, merespon ucapan teman kerjaku yang kepo ini. "Apanya sih? Orang ga ada apa-apa."

"Bohong. Masa Pak Wonwoo abis nganter kamu malah senyum-senyum sendiri."

"Mata kamu aja salah liat kali ah. Ga mungkin," sanggahku, walaupun sejak kemarin aku sudah menyadari berapa sering Pak Wonwoo tersenyum.

Selesai memindahkan semua bahan-bahan aku segera kembali ke pekerjaanku, mengantarkan pesanan ke pelanggan, mencuci pwralatan . Tidak ada yang istimewa hari ini, kami cuma bekerja seperti biasa dan lain-lainnya.

Bel pintu cafe berbunyi, menandakan seseorang baru saja masuk cafe. Itu Pak Wonwoo yang sedang bertukar canda tawa dengan Emma dalam pelukannya.

Pak Wonwoo membawa Emma ke counter kasir dan menduduki di meja counter, lalu mulai membantu Seokmin mencuci peralatan makan kotor.

"Owner Jeon," seorang pelanggan wanita yang hendak membayar memanggil Pak Wonwoo.

Pak Wonwoo menatapnya sedingin es—kembali seperti dulu. Darisini bisa kusimpulkan bahwa yang membuat Pak Wonwoo sering senyum sejak kemarin karena dia kena flu. Lihat saja sekarang, setelah sembuh Pak Wonwoo kembali sedingin es.
Penyakit flu memang luar biasa.

"Ya?"

Singkat, padat, dan jelas. Hanya satu kata dan dua huruf yang keluar dari mulut Pak Wonwoo.

"Ini nomor saya, kalau tidak keberatan bisa disimpan."

"Maaf," potong Pak Wonwoo dengan sopan. "Anda memberi saya nomor ini untuk apa?"

"Kita bisa ... saling mengenal mungkin."

Pak Wonwoo mengembalikan secarik kertas berisi nomor telepon pelanggan wanita itu. "Maaf, sudah ada wanita yang berarti buat saya. Saya ga bisa menerima nomor anda."

-tbc-

Daddyable | Jeon Wonwoo [BOOKED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang