06.10 WIB
Suasana sekolah masih sepi. Kicauan burung masih terdengar, sementara angin berhembus pelan. Gadis itu melangkahkan kaki pada gerbang utama. Besi berkarat pada gerbangnya memberikan nuansa derik ketika dibuka.
Hari ini adalah hari senin jadi sengaja Jo datang lebih awal karena jadwal piketnya. Ia menyusuri koridor kelas yang belum sempurna terpapar cahaya matahari. Tanpa pikir pusing, ia pun mengeluarkan ponselnya dan mengaturnya ke mode senyap. Dengan maksud ketika jam pelajaran sedang berlangsung, ponsel itu tidak mengganggunya meski ada panggilan masuk.Bugh!
Tau-tau dari arah yang berlawanan tubuh Jo serasa terpental. Ponselnya jatuh.
Ia menoleh ke belakang, tepat mendapati seorang pria berstelan jas cokelat bertubuh tegap ambil langkah lebar-lebar. Di genggamannya terdapat sebuah koper jinjing yang biasa dipakai oleh pegawai kantoran. Ya, siapa lagi kalau bukan pria itu yang menabraknya barusan.
Dari caranya berjalan, pria itu tampak asing. Bahkan dari postur tubuhnya, Jo tidak mengenali. Benar-benar tidak bisa ditebak hingga pria itu lenyap di balik tikungan."Eeh Mbak Jo? Ngapain pagi-pagi duduk di sini?"
Jo terkesiap. Lelaki bertubuh kurus kering dengan deretan gigi setengah kuning jagung sekaligus berkalungkan handuk kecil itu hampir membuatnya jantungan. Penjaga sekolah, Pak Asep.
"Ppfff ... Bapak. Kirain siapa," Tukas Jo seraya berdiri.
"Hehehe, omong-omong tumben Mbak Jo ini datangnya pagi? Mau ngerjain PR yaa," Lelaki itu mengacungkan kemocengnya di depan muka Jo.
"Ah Bapak tau aja."
"Hehehe ya tau lah Mbak, Dulu kan jamannya saya sekolah juga begitu." Akunya.
"Oalah ... Jadi ngerjain PR di sekolah itu udah tradisi toh, pak?"
"Oo ya jelas, Mbak. Hehehe,"
"Ng ... ya udah, saya izin ke kelas dulu ya, pak."
"Ooh njih, njih, monggo ...." Pak Asep membungkukkan badan dengan sopan seraya mengacungkan jempolnya.
Jo terkekeh, "Matur nuwun pak,"
"Ooh sami-sami ..."
Jo tersenyum sambil berjalan meski pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Bukan Pak Asep. Pria itu tidak perlu ditanyakan keberadaannya kenapa sepagi ini sudah ada di sekolah, karena itu memang tugasnya. Terkadang tidak diragukan lagi. Pak Asep bisa saja menginap di sekolah guna menjaga keamanan sekolah.
Justru kini yang menjadi pertanyaan Jo adalah siapa pria bertubuh tegap tadi dan ..."Sarah?" Gumam Jo ketika penglihatannya menangkap sosok Sarah di koridor.
"Jo? Tumben?" Sarah tidak kalah terkejutnya ketika melihat Jo.
Bukan apa-apa. Hanya saja masih terlalu pagi untuk ukuran anak XII Multimedia berangkat di bawah jam 06.30 WIB. Kebanyakan nama dari mereka sering menghiasi buku absensi siswa telat ketika dihadang oleh guru piket di depan gerbang. Jadi tak heran jika di buku absensi siswa telat yang terpampang hanya nama-nama itu aja.
Jo mengernyit ketika melihat tangan dan rok depan bagian bawah Sarah basah. Tidak ada hujan dan cuaca cerah-cerah saja. Kenapa dia basah begitu?
"Kamu ... habis main air?" tanyanya.
Dia melihat roknya yang sedikit basah, "Oh i-ini? Hehehe ... Tadi tuh a-aku itu ... Mmm apa namanya? Itu. .. Abis ... Mmm abis itu ..." Sarah memparktikan suatu gerakan yang tidak dimengerti oleh Jo.
"Abis bantuin Pak Asep?"
"Ooh nggaaakk ... Aku tuh abis itu ... Duh, apa tuh namanya, nganu looh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS [Completed]
Teen FictionXII Multimedia adalah kelas biang onar diurutan kedua setelah kelas Teknik Kendaraan Ringan. Siapa pun guru yang masuk ke kelas, akan merasa terasingkan kecuali jika guru itu berani mengaum seperti harimau. Siapa pun anak kelas lain yang masuk ke sa...