Mature part, be smart readers, honey ❤
Malam itu, adalah hari yang paling menjengkelkan bagi gadis bernama Song Dain. Pasalnya, hari ini terlalu banyak tugas di kampus belum lagi pelanggan di cafe tempatnya bekerja sangat ramai. Dan itu berhasil membuat Dain pulang tengah malam, belum lagi besok pagi ia ada mata kuliah. Melelahkan memang. Tapi, Dain tak punya siapapun untuk menopangnya.
Dain, adalah gadis 23 tahun yang bekerja part time sekaligus kuliah. Ia melakukan semua itu untuk memenuhi kebutuhan Ibunya di desa juga membayar uang kuliah dan uang apartemen. Ia adalah anak yatim, kini Ibunya tinggal di desa terpencil di Daegu. Sementara ia sibuk merantau di Seoul untuk menyelesaikan kuliahnya. Dain juga adalah anak tunggal.
Setiap harinya, Dain bahkan sangat jarang berada di apartemen. Waktunya sudah habis di kampus dan tempatnya bekerja.
Dain melangkahkan kakinya menyusuri jalan raya yang sudah mulai sepi. Ia mengeratkan mantelnya sesekali saat dirasa angin dingin berhasil membelai kulit tubuhnya. Sesekali bibirnya terus bergumam menyenandungkan salah satu lagu favoritnya.
Srekk~~
Dain menolehkan kepalanya dan berbalik saat kedua indra pendengarannya menangkap suara kepakan sayap. Tapi, ia tak melihat siapapun selain tiang listrik tinggi yang menjulang di belakangnya. Haha... Mungkin Dain berhalusinasi karena terlalu lelah. Gadis itu terkekeh pelan sebelum berbalik dan kembali melanjutkan langkah kakinya.
Baru beberapa jejak ia melangkah, Dain sudah bisa mendengar sebuah langkah kaki seseorang, tepat di belakangnya. Tanpa menghentikan langkahnya, Dain berbalik untuk melihat keadaan di sekitar.
Matanya sempat terpaku beberapa sekon saat obsidian itu menyorot pada sesosok pria berambut silver yang tengah berjalan ke arahnya. Nyali Dain menciut seketika, ia meneguk salivanya pelan, terlebih saat melihat pria berpakaian hitam itu menatapnya dengan mata abu-abu berkilaunya. Sayangnya, Dain tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena minimnya cahaya di gang sempit itu. Tak ada cahaya lain kecuali yang muncul dari lampu jalanan.
Dain kembali fokus ke jalanan depan, berjalan secepat yang ia bisa sambil menggenggam erat tas ransel yang ada di genggaman tangannya. Saat ia mendengar suara hentakan langkah kaki itu semakin kuat, saat itu pula Dain memilih untuk berlari. Dain berlari secepat yang dia bisa, sampai ia bisa melihat bangunan apartemennya. Dain semakin mempercepat langkahnya, menaiki beberapa anak tangga, memasukkan kode pintu, masuk dan kembali mengunci pintu.
Dain bersandar pada pintu saat ia berhasil masuk, dadanya naik turun disertai suara nafas terengah yang begitu kentara. Itu tadi sungguh mengerikan, lebih menegangkan dibandingkan saat Dain melihat film horor kesukaannya.
“ Dia pasti pria hidung belang. ” Gumamnya lalu dengan sengaja menjatuhkan ranselnya dan berjalan menuju kamarnya.
Dain membuka pintu kamarnya, sangat gelap. Ia menekan saklar lampu dan segera merebahkan dirinya di ranjang. Dia menatap langit-langit kamarnya yang tinggi, mengosongkan pikirannya, sebelum kemudian mata itu terpejam, ia tenggelam dalam dunia mimpinya. Sampai angin dingin kembali menyapa tubuhnya.
Dain menarik selimutnya ke atas berharap rasa dingin yang menusuk kulit hingga tulangnya segera menghilang.
Matanya menutup.
Ia bergerak di atas tempat tidur hingga gerakannya terhenti, sentuhan lembut kini bersarang di atas kepalanya, mengusap rambutnya pelan dan menyisihkan helaian rambut pada wajahnya.
Oh itu mungkin saja hanya hembusan angin lembut yang singgah untuk menyapanya.
Tapi tidak, seingat Dain ia telah menutup semua jendela dan pintu kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incubus [KTH]
Fanfiction[SUDAH DIBUKUKAN] *** E-book tersedia, bisa dibeli kapan saja *** Saat sebuah mimpi buruk Dain membawa dampak untuk dunia nyatanya. Saat dokter secara tiba-tiba mengatakan kalau dia hamil sementara dia adalah gadis lajang. Yang tidak pernah membiark...