Bagian 2

2.7K 366 41
                                    

Sakura mengusap keringat di jidatnya berkali-kali saking capeknya mengepel lantai masjid yang luasnya empat kali lapangan voly. Jilbab yang ia pakai kebas. Walau pendingin ruangan sudah dihidupkan, tetap saja yang namanya lelah pasti ke tubuh terasa panas.

"Eh kamu."

Seseorang menyapa. Sakura langsung menoleh ke asal suara. Di sana berdiri seorang gadis anggun melambaikan tangannya dengan senyumnya yang manis. Dia mengenakan jilbab ungu dipadu dengan rok bunga-bunga yang menambah kesan feminim.

"Aku?" Sakura menunjuk dirinya sendiri. Ia berusaha berbicara sesopan mungkin.

"Airnya udah kotor, boleh aku ganti?" kata gadis itu.

"Ah iya boleh." Sakura mengangguk mengiyakan. Menyerahkan ember pelnya untuk gadis itu agar diganti. Untuk sesaat ia merasa terpesona dengan sosok itu.

"Baik banget mau bantuin gue"

"Coba anak pondok kaya dia semua, gak kaya si Ino hahaha." Sakura terkekeh pelan tanpa menyadari keberadaan Ino yang tiba-tiba berada di sampingnya.

"Gue denger," gerutu Ino.

"Anj-..... astaghfirullah Ino ngagetin gue aja!" hampir saja umpatan keluar dari mulutnya.' Untung inget lagi di masjid ya Ra?'

"Trus kalau anak pondok kaya gue semua kenapa emang hah?!"

"Santai ibu negara, gitu aja ngambek." Sakura lalu menepuk-nepuk tempat sebelahnya berharap Ino duduk lebih dekat lagi di sampingnya. Ino pun menurut.

Mata Sakura mengedar ke seluruh bagian masjid sambil melihat bayang-bayang anak pondok yang dengan rajin membersihkan kaca-kaca masjid.

"Kayaknya di sini yang kelakuannya liar cuma lo doang deh, No."

Ino mendelik," Emang lo enggak, ngaca dong."

Sakura terkekeh," Gue kan orang luar, bukan santri."

"Iya, orang luar yang liar, gue jadi takut gaul sama lo."

Sakura langsung menoyor kepala Ino.

Dulunya Sakura pernah dipaksa masuk ke pesantren sama ayahnya. Akan tetapi karena ia mengamuk dan mengancam akan minggat dari rumah, akhirnya rencana itu gagal. Sakura tak suka mondok. Dia adalah remaja yang bebas dan tak mau dikekang. Jadilah akhirnya kedua orangtuanya mendaftarkan dirinya ke salah satu sekolah swasta ternama di Jakarta.

Tiba-tiba dari kejauhan terlihat gadis berjilbab ungu yang tadi dengan sukarela menawarkan mengganti air pel. Setelah sampai, gadis itu memberikan embernya ke hadapan Sakura.

"Ini airnya," kata gadis itu ramah.

Sakura tersenyum, " Makasih, kamu baik banget."

"Sama-sama, aku ke sana dulu ya, duluan ya Ino," sapanya.

"Gue? lo kenal sama gue?" kata Ino kaget.

Gadis itu malah tersenyum lembut lalu pergi dari hadapan mereka berdua. Sedangkan Ino menggeleng pelan. Heran saja , sejak kapan gadis itu mengenal dirinya.

"Dia siapa?"

"Gue gak nyangka dia kenal gue." Jawaban Ino malah tak nyambung dengan pertanyaan Sakura. Matanya masih melirik gadis tadi dengan tatapan tak percaya.

"Dia itu Hinata Hyuga, cewek paling diincer nomer satu di pondok ini. Gue heran aja kenapa dia bisa tahu gue."

"Cantik," gumam Sakura sambil manggut-manggut. Sudah cantik, baik lagi, paket komplit.

"Kalau most wanted yang cewek kan dia, nah kalau cowok, yang lo taksir tadi," kata Ino menjelaskan.

"Maksud lo si Sasuke yang tadi gue bilang cakep?"

"Iya, yang tadi pake baju ijo tua."

"Boleh juga tu cowok," kata Sakura sambil berseringai. Dia tiba-tiba tersenyum sendiri seperti orang gila. Baru setelah Ino menoyor kepalanya, ia tersadar dari lamunannya.

"Kalau mimpi jangan ketinggian, ntar jatuh-- sakit."

Sakura mencibir, "Apa salahnya kalau gue naksir dia, itu hak asasi manusia!"

Ino memutar bola matanya malas, "Sadar Ra sadar, ibarat nih ya dia itu malaikat, nah elo setannya."

"Njirr, gak enak di gue dong." Sakura mengibaskan tangannya tanda protes. Enak saja dibilang setan.

"Terserah lo aja deh, yang pasti narik perhatian dia itu susah."

"Oh ya?" ledek Sakura meremehkan.

"Terserah!"

Sakura tertawa terbahak-bahak. Baginya kata-kata Ino begitu lucu. Yang ada di pikirannya saat ini adalah, Sasuke itu cowok, masa gak doyan sama orang secantik dirinya. Bisa dibilang, di tempat ia sekolah, ia merupakan bintangnya. Bahkan banyak yang terang-terangan menyatakan perasaannya kepadanya. Iya sih, si Sasuke memang anak pesantren, tapi siapa yang tahu kalau sekali rayu langsung luluh.

Sakura kembali menarik seringai di bibirnya. Tiba-tiba ia merasa tertantang untuk menarik perhatian Sasuke. Ingin tahu saja, seberapa kuat iman cowok itu menghadapi orang secantik dirinya.

"Hahahahahah!" Sakura tertawa puas di dalam hati.

***

Dan inilah yang dilakukan Sakura.

Pertama, saat pulang kerja bakti, tiba-tiba ia kehilangan sendal jepitnya. Ketika matanya menangkap Sasuke yang hendak keluar dari masjid, ia langsung menghampiri cowok itu dengan wajah sedihnya.

"Maaf Mas, Mas lihat sandal saya yang warnanya pink ada love-lovenya gak?" tanya Sakura dengan ekspresi seimut mungkin. Dia menatap mata Sasuke berharap cowok itu akan menyambutnya dengan ramah. Namun diluar dugaan. Sasuke malah terlihat menghela napasnya setelah pandangannya menyisir teras masjid.

"Mending Mbaknya cari dulu yang teliti, lagipula di teras ini cuma ada empat pasang sendal, mungkin salah satunya punya Mbak," jawabnya pelan. Setelah berkata demikian, Sasuke langsung melenggang pergi tanpa menoleh sedikitpun ke arah belakang.

Sakura ternganga. "Apa-apaan nih cowok?" ia memijit kepalanya.

"Ini gila, dia gak noleh sedikitpun ke arah gue hah!" Sakura kembali membuang napasnya sambil menggelengkan kepalanya.

"Sialan...gagal gue." dengan kesal ia lalu mengambil sandalnya tanpa rasa bingung kemudian pergi pulang ke rumah dengan langkah menggebu.

....

Kedua, saat itu adalah hari H di mana ustadz Hashirama datang ke masjid Darussalam. Para REMAS dan anak pondok sibuk memberikan snack atau makanan ke warga sekitar yang hadir di acara pengajian akbar itu.

Tak terkecuali Sakura. Ia sudah tiba di masjid sejak acara belum dimulai. Gadis itu rela membantu mengangkat ber'dus-dus air mineral dan beberapa kantong makanan untuk dibagikan.

"Butuh apalagi Mas saya bawain," kata Sakura semangat. Dia telah berhasil memindahkan semua barang yang dibutuhkan untuk konsumsi dari pagar depan menuju dalam masjid. Tak lupa ia serahkan benda-benda itu ke Sasuke yang merupakan ketua bagian konsumsi untuk kegiatan kali ini.

"Boleh sih kamu bantuin-"

"Dengan senang hati Mas saya akan bantu, hehehe." Sakura terkekeh pelan. Dia bersorak dalam hati, mungkin cowok ini sudah mulai luluh.

"Tapi--" kata Sasuke lagi.

"Tapi apa?"

"Daripada bantuin saya, mending kamu bantuin mereka, karena di sini area cowok," kata Sasuke sambil menunjuk ke arah para gadis yang sedang kerepotan mengangkat kantong berisi snack di bangunan masjid bagian kanan.

"Eh? Iya," kata Sakura. Dengan langkah berat, akhirnya ia meninggalkan cowok itu untuk bergabung ke stand bagian cewek.

"Seenggaknya bilang makasih kek," ucapnya kesal.

Klik'🌟 if you like this story'

The Real loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang