Sorak ramai suasana kelas tak membuat senyum Sakura kembali terlihat. Tenten si teman sebangkunya sudah berusaha menghibur sejak pagi tadi. Tapi tetap saja selang beberapa menit, raut wajahnya kembali murung.
"Udahlah Ra. Ngapain sih capek-capek mikirin anak ustadz," kata Tenten sambil memainkan rambut Sakura yang halus sejak lahir.
"Dia bukan anak ustadz," koreksinya cepat.
"Gue gak peduli dia anak siapa, yang penting gak usah dipikirin lah, bikin capek kepala aja, mending lo kerjain tuh PR'nya Bu Mikoto."
Tenten baru saja mengingat bahwa satu jam lagi akan ada pengumpulan tugas IPA dari guru yang merupakan wali kelas itu.
"PR gue udah selesai Ten." Sakura menjawab dengan malas.
"Daripada lo setres, mending ntar malem ikut gue ke party'nya Kiba," ujar Tenten semangat. Matanya berbinar menatap Sakura penuh harap. Semoga gadis itu tertarik dengan ajakannya.
"Kiba anak dua belas B? Party apa emang?"
"Party ultahnya dia lah. Ikut ya please," rengek Tenten sambil mengedipkan sebelah matanya. Sakura mendengus. Dia butuh waktu untuk berfikir.
"Oke gak masalah, tapi lo harus jemput gue ntar malem."
"Siap girl!"
***
Hinata tampak kebingungan setelah melupakan bahwa hari ini ia harus pergi ke rumah Ibu Kurenai untuk menyetor uang hasil penggalangan dana untuk bencana alam. Rencananya uang itu akan dikirim besok pagi-pagi keluar Jawa oleh beliau.
"Matsuri, gue lupa belum setor dana ke tempat Bu Kurenai," kata Hinata bingung. Wajahnya tampak resah sambil menggenggam segepok uang yang ia taruh di amplop coklat.
"Di-transfer aja Nat, bisa kan?"
"Ini adanya uang cash. Gue bingung harus gimana. Besok udah mau dibawa."
Matsuri tampak berfikir. Bisa sih transfer pakai m-banking, tapi tak ada anak pondok yang mempunyai uang sebesar itu di rekening. Gadis bertubuh mungil itu terus berfikir untuk membantu sahabat sekamarnya itu.
"Gak ada cara lain selain ke sana sekarang Nat," usul Matsuri. Dia berniat akan menemani Hinata ke rumah Bu Kurenai jika perlu.
"Masalahnya gue gak tahu rumah Bu Kurenai." Hinata menghela napasnya. Dia yakin Matsuri sendiri juga tak tahu tentang hal itu.
"Setahu gue, yang tahu rumah Bu Kurenai cuma anak cowok, Nat. Mereka kan pernah nginep di sana pas lomba hafal Qur'an kemarin," kata Matsuri sambil mengingat-ingat kegiatan lomba hafidz qur'an tingkat propinsi yang diselenggarakan dekat rumah Bu Kurenai.
"Kita tanya aja ke mereka, kira-kira siapa ya yang tahu?"
Matsuri lalu meraih ponsel miliknya dan mengotak-atik benda pipih itu. Bibirnya tersenyum saat melihat sebuah nomor yang tertera di daftar kontaknya.
"Gue punya nomor Sasuke Nat, lo bisa nanya ke dia." Matsuri menyerahkan ponselnya ke arah Hinata. Karena tak mungkin bagi mereka pergi ke asrama cowok untuk menanyakan hal itu, jalan satu-satunya adalah menelpon yang ada saja.
Entah atas alasan apa, tiba-tiba tangan Hinata bergetar saat menerima ponsel dari Matsuri. Wajahnya terlihat memerah dan rautnya tampak gugup.
Matsuri yang menyadari hal itu langsung tersenyum meledek. "Ehermm, gak usah grogi gitu deh Nat, cuma nanya di mana rumah Bu Kurenai aja kan?" katanya dengan kekehannya.
"Apa sih, siapa yang grogi coba?" elak Hinata. Sambil tersenyum malu-malu ia lalu menekan tombol panggil di ponsel yang digenggamnya.
Sudah menjadi rahasia umum kalau Sasuke dan Hinata dikabarkan mempunyai ketertarikan satu sama lain. Banyak anak pondok yang mengira mereka pacaran, mengingat keduanya sering terlibat di berbagai kegiatan pondok. Entah itu jadi ketua pelaksana atau panita kegiatan. Tapi keduanya sama-sama bungkam mengenai hal itu. Karena menurut mereka, tak ada istilah pacaran di dunia yang mereka pelajari. Namun beberapa orang tak jarang pernah memergoki mereka berdua saling memandang satu sama lain dari kejauhan. Entah itu Sasuke yang memandang Hinata atau sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real love
FanfictionSEBAGIAN CHAPTER DIHAPUS UNTUK LANJUT MEMBACA HARAP KE VERSI PDF Rp. 35.000, Sakura adalah anak SMK urakan dan pembuat onar. Suatu hari bertemu dengan Sasuke si anak pesantren yang dingin dan tampan. Sakura terobsesi untuk mencari perhatian Sasuke n...