Chapter 5 : an invitation from him

109 11 4
                                    

Suara kicauan burung menyambut pagi yang cerah. Terik mentari yang tak terlalu menyengat merambat masuk ke celah ventilasi rumah yang masih di makan oleh kegelapan di dalamnya.

Tirai di salah satu kamar rumah itu masih tertutup rapat, menghalangi cahaya matahari yang hendak masuk menyapa penghuninya.

Seorang gadis berperawakan manis bak gulali masih meringkuk di atas ranjang kesayangannya. Hawa lembab menyebabkan gadis itu enggan untuk sekadar membuka kelopak matanya.

Sebuah ketukan pintu yang mulai terdengar pun tak diindahkan oleh Taeyeon yang masih terlelap.

Tak beberapa lama setalah seseorang yang mengetuk pintu itu pun memasuki kamar tersebut saat tak mendapati sautan dari sang pemilik kamar.

Seorang wanita paruh baya menggeleng heran sambil tersenyum tipis pada gadis yang masih menutup matanya rapat-rapat, tak memedulikan kehadiran seseorang yang masuk ke kamarnya.

Sadar bahwa gadis itu masih terlelap, wanita paruh baya itu melangkahkan kakinya yang mengeriput ke arah jendela berniat membukanya.

Sedangkan Taeyeon gadis yang masih terlelap mulai terganggu oleh pancaran sinar matahari yang menembus kelopak matanya.

Taeyeon menggeliat sembari menarik selimut yang hampir terjatuh dari kasur. Namun pergerakan gadis itu terhenti saat selimut tertahan oleh wanita paruh baya yang sudah mendekati ranjang milik Taeyeon.

Taeyeon terpaksa membuka mata indahnya. Matanya menyipit menyesuaikan pancaran sinar yang menyambut matanya langsung.

Terlihat seorang wanita paruh baya tersenyum lembut ke arahnya "Nona Taeyeon hari sudah pagi. Mari turun makanan sudah siap."

Gadis itu bangkit terduduk di kasurnya, mengusap kedua matanya lalu mengangguk kecil. Setelah itu wanita paruh baya tersebut pamit keluar dari kamar sang gadis yang masih setia terduduk di atas ranjang.

Gadis itu dengan setengah hati turun dari ranjangnya. Dengan langkah gontai ia memasuki kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.

Taeyeon membuka keran wastafel dan mulai membasuh wajahnya, setelah dua kali membasuh wajahnya ia pun mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil.

Matanya mengerjap beberapa kali ketika pantulan dirinya terpampang di depan matanya. Berantakan itulah kata yang pas dengan keadaannya saat ini, rambutnya yang tak lebih jauh dari seekor singa, lingkaran hitam di bawah matanya tercetak jelas di sana dan jangan lupakan mata membengkaknya. Lengkap menghiasi wajah manisnya itu.

Asal kalian tahu, semalaman gadis ini menghabiskan waktunya untuk menangis di dalam kamar. Penyebabnya? Tak lain adalah kedatangan orang yang tak ia inginkan datang ke rumahnya.

Orang yang tak lagi ia ingin sebut sebagai ayah datang dan mengajak-nya untuk pulang ke rumah ayahnya itu. Lantas dengan tegas Taeyeon menolaknya, karena masa lalu yang masih membekas di otaknya kembali naik ke permukaan saat melihat pria itu.

Sakit, itulah yang dia rasakan saat itu. Terlebih ayahnya yang tak terima anaknya yang tidak mau menuruti permintaannya, mengolok-olok mendiang pamannya yang bahkan lebih pantas di sebut ayah.

Jahat, kejam, tak berperikemanusiaan itulah ayahnya. Jika Taeyeon bisa memilih, dia lebih baik tidak dilahirkan ke dunia dibanding harus lahir dan mempunyai ayah seperti ayahnya itu.

Taeyeon meremas ujung wastafel mengingat itu. Dan lagi-lagi air matanya turun tanpa sengaja, membuat gadis itu tertawa miris melihat dirinya yang menyedihkan.

Dengan kasar dia menghapus jejak air mata dan beralih ke arah bathtub. Mengisinya dengan air panas yang di campur dengan air biasa agar air tak terlalu panas. Lalu menuangkan sabun cair beraroma strawberry ke dalamnya.

The AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang