"Huftt, capek rin" ujar Aeelen
"Banget ya Leen?" tanya Rina
"Banget Rin, duh kamu bawa bekal gak?"
"Bekal? Nggak Leen, aku kesiangan jadi buru-buru."
"Rin, gimana dong laper nih. Aku tadi kesiangan terus Jemmy ngambek. Jadinya dihukum terus ngegantiin hukuman orang yang super nyebelin."
"Yaudah, ayok ke kantin."
"Yuk!"
Baru saja Aeelen dan Rina hendak keluar kelas dan menuju kantin. Nyatanya bel masuk sudah berbunyi, yang artinya semua siswa-siswi SMA Pemuda harus berada di dalam kelas.
"Rin gimana dong?"
"Leen, kamu sakit?"
"Kenapa rin?"
"Kamu kok pucet banget?"
"Ah kecapean doang kali, yaudah yuk balik ke tempat duduk aja. Takut ada guru masuk"
"yuk Leen"
Kegiatan belajar mengajar di kelas 10 Mipa1 berlangsung seperti biasanya, namun kali ini Crytalia Aeelen Sevara yang notabene nya adalah siswi rajin dan aktif, kali ini hanya menelungkupkan wajahnya dilipatan tangan yang bertumpu pada meja.
"Crystalia Aeelen, ada apa?" tanya seorang guru berbadan kecil tersebut.
Pening di kepalanya semakin menjadi, membuatnya sama sekali tak dapat konsentrasi. Bahkan namanya dipanggil oleh guru yang sedang mengajar pun, ia sama sekali tak mendengarnya. Kepalanya terlalu berat, dan semakin terasa pening ketika ia mencoba menegakkan badannya.
Guru itu pun mendekati Aeelen dan memegang bahunya pelan.
"Aeelen."
Aeelen yang merasa bahunya disentuh pun perlahan menegakkan badannya, sembari menahan sakit di kepalanya.
"I-iya bu? Maaf saya lancang tidak mendengarkan ibu menjelaskan materi." tutur Aeelen pelan.
"Kamu sakit? Lebih baik ke UKS daripada mengganggu kegiatan belajar mengajar saya." jelas guru tersebut
Merasa tak berani membantah, Aeelen pun mengiyakan perkataan gurunya. Ia berjalan perlahan meninggalkan kelas setelah sebelumnya mengatakan terimakasih.
Bukannya berjalan ke arah UKS Aeelen justru menuju kantin dan duduk di bangku paling pojok menghadap lapangan basket.
Keadaan kantin sedang ramai, namun tak seramai istirahat, dikarenakan diadakannya rapat guru. Yang berarti, kelas Aeelen juga sedang kosong, tapi ntah bisikan dari mana yang membuatnya enggan kembali ke kelas dan memilih diam dikantin.
Kemudian bi Asih menghampirinya dan menawarinya makanan. Aeelen memang mengenal bi Asih, karna mama nya seringkali meminta bi Asih membawakan makanan untuk Aeelen ketika orangtua nya pergi ke luar kota.
Kemudian bi Asih meninggalkan Aeelen untuk membuat masakan pesanan Aeelen dan menyisakan sebotol air mineral untuk Aeelen minum.
Ketika sedang asik berkelana dengan pikirannya tentang kejadian yang menimpanya hari ini. Justru datang 4 orang siswa dan 1 siswi yang diantaranya terdapat Asher mendekatinya.
"Heh cupu! Ngapain lo duduk di tempat kita?!" siswi tersebut membentak Aeelen.
Aeelen yang merasa dibentak hanya menatap mereka bingung.
"Gausah sok bingung! Masih kelas 10 aja belagu! Songong ye, berani-beraninya lo nempatin tempat yang biasanya kita tempatin!" tukas Sinta
"M-maaf kak, saya gak tau" jujur Aeelen.
Ya memang, Aeelen jarang sekali ke kantin, sesekali sih pernah. Tapi hanya mengantarkan Rina, dan itupun hanya berdiri menunggu Rina diluar kantin.
"Lo gak tau siapa kita?!" tanya Sinta dengan nada yang semakin meninggi.
Nyali Aeelen mulai ciut, ini ke dua kalinya ia dibentak oleh orang yang tidak dikenalnya dan dihari yang sama.
"M-maaf kak."
"Maaf maaf! Lo pikir gue butuh kata maaf?! Udah sono pergi lo!" sarkas Sinta sembari menarik rambut Aeelen kasar dan mendorong badannya menjauh, sedangkan Aeelen yang merasa tak siap pun badannya oleng dan menghantam meja serta kursi kantin. Kepalanya terantuk lumayan keras di lantai, kemudian semuanya gelap.
****
"Parah lo Sin." ucap Raja"Bodo, suruh siapa dia seenaknya duduk di tempat kita. Dia pikir dia siapa." balas Sinta dengan gaya angkuhnya.
"Ini peringatan ya buat kalian semua! Kalo ada satu orang aja, yang berani nempatin tempat kita. Gue gak akan segan-segan ngelakuin hal yang sama atau bahkan lebih dari sekedar ini!." tegas Sinta kepada pengunjung kantin yang tengah mengerubuni tempat terpojok tersebut sembari menunjuk ke lantai dimana Aeelen tergeletak tak sadarkan diri.
Ya, kantin memang sedang dalam kondisi ramai, atau bahkan sangat ramai. Dikarenakan para guru mengadakan rapat dadakan, dan didukung pula oleh kejadian yang Aeelen dan Sinta tadi. Alhasil, hampir semua murid SMA Pemuda memenuhi seisi kantin, entah untuk mengisi perut mereka atau hanya ingin tahu apa yang terjadi.
Semuanya menunduk patuh ketika Sinta menyelesaikan ucapannya barusan. Sedangkan Asher yang notabene nya tak begitu suka keramaian hanya diam, menatap Sinta dengan tatapan yang sulit diartikan. Lain halnya dengan Putra ataupun Reza yang sedang sibuk dengan berpiring-piring siomay. Raja? Dia manusia paling waras dan paling bijak diantara ke lima nya. Raja masih memiliki rasa kasihan terhadap Aeelen, wajar saja. Raja hampir tak pernah melihat Aeelen berada di kantin. Entah istirahat ataupun bukan, bukannya Raja memperhatikan Aeelen, tapi hobby Raja adalah mengamati siapa yang masuk ataupun keluar kantin. Memang kedengarannya konyol, tapi ini memang adanya. Makadari itu membuat sifat Raja seolah diam dan tertutup, dia lebih memilih menyibukkan diri dengan pergerakan orang lain ketimbang bercanda dengan kawannya. Dia yang paling teliti.
Tak berapa lama, kondisi kantin mulai tenang, tak sesesak dan seberisik tadi. Kali ini Asher dapat bernafas lega karena kerumunan manusia yang menatap dirinya dengan tatapan memuja kini telah melenggang pergi.
"Lah gablak! Ni bocah mau diapain?"tanya Reza kepada yang lain.
"Lo keterlaluan Sin, kali ini lo beneran keterlaluan."ujar Raja mendekati Aeelen dan membawanya ala bridal style keluar kantin menuju UKS.
"Ish! Raja kenapa sih?! Suka ama tuh bocah?"keluh Sinta.
"Gue pergi dulu." ucap Asher.
Kemudian Asher pergi meninggalkan ke empat temannya, dan berjalan menjauh dari kantin. Pikirannya berkecamuk, ia tak pernah tega melihat wanita diperlakukan seenaknya. Walaupun Sinta, temannya itu senang sekali membully adik kelas. Namun Asher lebih memilih pergi sebelum Sinta melakukan kebiasaannya. Tapi kali ini? Kejadian itu terjadi tepat didepan matanya.
Langkah kaki panjang itu membawa dirinya ke atas rooftop, Asher merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebungkus rokok berserta pemantiknya.
Perlahan tapi pasti, asap putih dihembuskannya perlahan. Kejadian tadi membuat Andrean mengingat Mama nya.
"Coba aja Mama berusaha lebih cepat lepas dari bajingan itu." batin Asher.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake
Teen FictionHanya sebuah cerita yang berawal dari seorang gadis yang menerima 'dare' yang kemudian akan merubah seluruh hidupnya.