Kriiiiiing
Bel pulang berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah. Teriknya matahari siang tak menyurutkan semangat siswa-siswi berseragam putih merah, malah mereka tampak lebih bersemangat dari tadi pagi.
"Ichaaa, pulang bareng yuuk." Seorang anak laki-laki berlari kecil menghampiri gadis seumurannya yang sedang berjalan beriringan bersama teman-temannya.
"Cie Icha cieeeeee."
Pipi gadis berkacamata yang dipanggil Icha itu sontak memerah saat teman-teman perempuannya menggodanya.
"Aku sama Icha dulan ya, teman-teman." Si bocah lelaki berujar sambil menggandeng tangan Icha menjauh.
Sesaat setelah mereka keluar daru gerbang sekolah, Icha mencubit lengan bocah laki-laki di sampingnya. "Apaan sih Ray, Icha malu tauuu."
Bocah laki-laki itu—Ray—menatap temannya dengan pandangan bertanya. "Eh, emang kenapa? Kan biasanya kita juga pulang bareng kan?"
Icha membetulkan kacamatanya yang sedikit melorot sambil menunduk memandangi sepatunya. "I-iya sih. Tapi Icha malu disorakin temen-temen."
Ray terkikik geli melihat tingkah sahabatnya sedari taman kanak-kanak itu. "Biarin aja sih Cha. Mereka kan juga punya mulut haha."
Icha mengangguk kecil. "Iya."
Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanan dengan tangan bertautan, sesekali berlari kecil dan menggoyangkan telapak tangan mereka ke depan dan ke belakang, sesekali terbahak karena satu sama lain.
Mereka adalah dua sahabat yang tak dapat dipisahkan. Mereka telah menjadi seperti ini sejak beberapa tahun silam, sejak mereka berdua masih duduk di bangku taman kanak-kanak hingga sekarang, hingga mereka berada si tingkat akhir sekolah dasar.
Icha tiba-tiba berhenti di dekat taman kompleks perumahan mereka, gandengan tangan mereka terlepas sehabis memegangi perut karena tertawa terbahak. Tangan kanan Icha menunjuk sesuatu di sebrang jalan, sedangkan tangan kirinya menarik-narik ujung lengan baju Ray.
"Ray, Ray, Icha mau es krim ituuu!" l
Ray menekuk kedua alisnya hingga hampir menyatu. "Tapi Cha, kamu 'kan barusan sembuh batuknya. Gak boleh minum es!"
Icha menekuk bibir bawahnya sebal. "Gapapa Raay, kan batuknya udah sembuh. Icha kan kuat."
Icha menekuk lengannya ke atas menirukan letinju yang pernah dilihatnya sekilas di televisi seolah ingin menunjukkan dirinya memang kuat, padahal yang nampak hanya lengan kecil tanpa otot.
Ray terdiam sejenak, ia ingat pesan mama Icha untuk menjaga gadis berkacamata itu. Icha terkadang memang sedikit bandel jika menyangkut tentang makanan, ia sangat menyukai es krim dan permen kapas yang biasanya dijual di sekat taman. Dan Ray ingat, seminggu yang lalu sahabatnya itu mengalami batuk pilek yang sedikit membuat Icha kesulitan menerima pelajaran di kelas. Mau tak mau Ray merasa kasihan dan peduli dengan sahabatnya itu, dan sekarang gadis berkacamata itu malah menginginkan es krim setelah belum genap dua hari sembuh dari sakitnya. Tidak, Ray tidak akan mengizinkannya.
"Tapi, Cha—." Kalimat Ray yang belum sempat terucap setengahnya terhenti ketika ia melihat sahabatnya sudah berlari kecil dan hampir sampai di seberang jalan.
Ray terkesiap dari pikirannya sendiri dan segera berlari menyusul Icha yang tengah berbicara pada penjual es krim.
"Icha! Udah dibilang jangan makan es krim dulu!"
Gadis kecil itu tak menghiraukan perkataan Ray dan menerima dua cone es krim dengan tangannya lalu menyodorkan salah satunya kepada Ray yang memandangnya dengan serius ala-ala bocah.
KAMU SEDANG MEMBACA
GenreFest 2018: Fluffy Romance
RomanceGenre Festival 2018 kali ini kami yang terbiasa menulis cerita kelam akan menulis cerita seringan kapas dan selembut bulu angsa. Bersiaplah untuk menikmati kemanisan kami. Cover by Ariski