Hai Senja - 11

44 3 1
                                    

Senin, 08 Oktober 2018, Sudah 7 hari semenjak hari ulang tahunku, aku belum bicara dengan Senja akan hal itu. Setiap aku bertemu dengannya, kami hanya saling sapa dan tersenyum tanpa ada pembicaraan panjang. Aku sebenarnya  tidak memperdulikan lagi tentang itu mengingat bahwa setiap orang pasti memiliki masa lalu, tetapi yang aku inginkan hanyalah Senja yang cerita menenangkan hatiku.

Kampus berakhir dengan cepat, hanya 1 mata kuliah hari ini. Aku mengajak Ciko untuk berolahraga sejenak dilapangan kampus tapi dia tidak bisa karena sedang ada tugas kelompok yang harus dikerjakan, jarang sekali Ciko menolak ajakanku dan sepertinya aku juga jarang mengajak orang, hari ini berbeda, aku sepertinya ingin berkeringat tak tau mengapa. Karena Ciko tidak bisa, hal yang harus aku lakukan hanyalah 1 yaitu menelpon Fadhil,

"Tiiit.tiiii.tiii..." suara nada dering masuk tetapi tidak diangkat sama sekali.

Fadhil sepertinya sedang ada kelas makanya dia tidak bisa mengangkat teleponku. Berhubung Fadhil adalah jurusan Psikologi, pasti dihari senin mereka ada praktikum psicotherapy. Aku hanya menelpon nya sekali saat itu dan tidak lupa mengirimkan satu buah pesan untuk menungguku ketika pulang nanti.

Terpaksa aku harus ke lapangan basket sendiri, semoga tidak ada yang sedang latihan disana. Aku berjalan menuju lapangan yang jaraknya sangat dekat yaitu tepat didepan kelasku. Berhubung hari ini aku sedang memakai kaus oblong dengan jaket sebagai pemanis nya, ku buka jaket ku dan aku hanya memakai kaus dalamanku saja.

Ku pegang bola basket itu dan kedrible sedikit mengelilingi lapangan. Aku tidak tau mengapa aku bisa jatuh cinta dengan basket sebenarnya. Tapi semenjak ayah membelikan ring basket kecil di depan rumah, itu membuatku senang. Hampir setiap hari di masa kecilku bermain basket. Setelah pulang sekolah yang kulakukan pertama kali adalah memainkan basket didepan rumahku. Semenjak itulah rasa suka kepada basket muncul pada diriku.

Aku tidak pernah ikut club atau apapun itu, aku hanya bermain santai bersama teman-temanku. Walaupun sebenarnya aku hanya memiliki sedikit teman. Aku shoot shoot bola nya ke ring, pastinya masuk. Basket itu seperti bumi dia dimainkan dan berputar sesukanya, perbuatan kitalah yang menjadikan bola itu masuk ke ring apabila kita asal asal kita tidak akan melewati ring itu, sama seperti bumi kita harus mengikuti aturan bumi dan aturan sang pencipta jadi kita akan berjalan dijalan yang tepat menuju tempat terakhir. Sungguh sebuah kalimat kiasan yang sangat indah keluar dari mulut Ruby.

Tak terasa sudah hampir 1 jam aku bermain dilapangan sendiri, didalam hatiku aku sepertinya ingin Senja datang kemari dan menemaniku. Hari itu cuacanya terik dan aku berbaring tepat dibawa teriknya matahari, ku pejamkan mataku.

Tiba tiba ada bayangan seseorang yang datang dan berdiri di depan ku, menghalangi sinar matahari menyinariku. Akupun membuka mataku perlahan, aku melihat ke arahnya, sangat silau. Aku hanya melihat bayangan seorang perempuan. Ku geser sedikit agar wajahnya kelihatan, dan akhirnya kelihatan.

"Hai ruby, kamu ingat?" Tanyanya padaku

"Ingat apa?" balasku dengan wajah yang datar

Dia melemparkan satu botol minuman kearahku dan tidak mengatakan apapun lagi setelahnya, dia pergi. Aku belum sempat mengucapkan terima kasih padanya saat itu. Tapi dia bukan seseorang yang kutunggu, dia bukanlah Senja intinya walaupun sebenarnya aku belum melihat dengan jelas wajahnya, tapi sepertinya dia mengenalku.

Aku pun membuka botol minuman tersebut, di botol tersebut ada sebuah catatan kecil. Seperti biasa ku pikir pada saat itu, emang banyak yang sering menitipkan surat surat cinta padaku sebelumnya. Aku berniat tidak membacanya dan langsung memasukkannya ke dalam tas. Ada ada saja perempuan zaman sekarang, sudah berani menyatakan perasaan duluan, bisikku dalam hati sambil tertawa kecil. Tapi aku menghargai nya dan ku minum botol yang diberikan gadis itu.

Setelah lelah bermain disana aku pun menuju ppinggir lapangan, ku lihat hapeku sudah 3 panggilan tak terjawab dari Fadhil. Aku langsung berlari menuju ke parkiran karena takut Fadhil akan meninggalkanku walaupun itu sepertinya tidak akan terjadi. Pada saat berlari, aku berpapasan dengan Senja dengan aku mengabaikan nya karena terfokus pada Fadhil saat itu. Dia sepertinya biasa aja hanya aku saja yang berpikiran terlalu panjang sehingga membuat persfektif yang lain tentangnya.

Akhirnya sampai diparkiran saat itu, Fadhil dengan wajah yang melotot sudah melihatku.

"dhil, sorry sorry. Tadi aku keasikan main basket di lapangan. Kalau mau marah silahkan sih. Marah marah seperti saat ulang tahunku kemaren seru juga tuh, kata katanya lumayan nusuk ke hati. Hahhaah" singgungku ke Fadhil untuk guyonan semata.

Wajahnya berubah menjadi tidak karuan, kami pun langsung pulang hari itu. 10 menit berlalu, sampailah tepat didepan rumahku, aku krlusr dari mobil Fadhil dan say thanks padanya. Dia hanya tersenyum dan langsung tancap gas pada saat itu. Ku lambaikan tanganku ketika mobilnya berlaju. Aku berjalan ke arah pintu, dan disana sudah terlihat bunda berdiri. Aku heran mengapa ada sebuah koper besar di samping Bunda saat itu. Apakah bunda dan ayah akhirnya berpisah setelah sekian lama berantam?

"Bunda mau kemana? Jangan bilang.." Tanyaku pada bunda.

"Sepertinya sudah cukup usiamu ruby untuk mendengarkan ini dari bunda, bunda sudah tidak tahan dengan ayahmu. Bunda sudah cukup membesarkanmu menjadi seorang pria tampan seperti ini. Kamu tinggal saja sama ayah. Ayah bertanggung jawab kok padamu nak. Jika kamu ingin bertemu bunda datanglah kerumah nenek, bunda ada disana." jelas bunda padaku sambil menangis dan langsung memelukku.

Aku menangis, tetesan air msta membasahi pipiku mendengar bunda berbicara, aku sebenarnya sudah mmengerti sejak lama keadaan mereka tapi aku tidak akan mencampurinya lagi, toh aku juga sudah dewasa dan tau arah tujuan hidupku sendiri. ku cium pipi bunda dan memeluknya erat.

"Tidak apa apa bunda, ruby mengerti. Ruby akan sering mengunjungi bunda nantinya, jaga kesehatan bunda"

Ternyata berakhir seperti yang ku pikirkan, syukurlah aku sudah membiasakan diri menunggu hari seperti ini.

Hai SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang