Chapter 8

529 28 2
                                    


"Kuso," Gintoki mengucek kedua matanya dan bersandar pada Tsuki. "Aku benar-benar tidak bisa tidur semalam."

"Seharusnya aku mengikuti apa kata Toshi. Dia bilang, aku harus membiusmu dengan kloroform," ujar Tsuki. "Sekarang kau mengantuk, kan?"

Gintoki dan Tsuki duduk ruang tunggu operasi. Papi menghubungi Gintoki sekitar satu jam yang lalu. Keduanya pun langsung berangkat ke rumah sakit.

"Mana yang lain?" tanya Gintoki.

"Mitsuba sudah di jalan. Tadi aku telepon Otae, mereka baru mau berangkat," jawab Tsuki.

Gintoki mendengus dan menyandarkan kepalanya ke tembok. Kedua matanya terpejam.

Gintoki membuka sebelah matanya dan melirik Tsuki. Tsuki terlihat cemas, dia menggigiti kuku jempolnya.

Gintoki memperhatikan Tsuki cukup lama. Sekilas, Gintoki membayangkan jika dia berada di posisi Sougo saat ini. Lalu, Tsuki berada di posisi Kagura.

Gintoki membayangkan dirinya dan Tsuki berada di ruang operasi. Tsuki mengejan, wajahnya pucat dan berkeringat. Gintoki bisa melihat Tsuki berusaha mengatur napasnya berulang kali, dan Gintoki di sisinya sambil menggenggam tangannya.

Suara bayi terdengar, dan Gintoki bisa melihat kepala bayi muncul dari selangkangan istrinya. Gintoki tersenyum lebar dan entah kenapa, dia merasa lega.

Bayiku. Akhirnya, bayiku.

Gintoko beralih pada Tsuki. Namun, genggaman Tsuki pada tangannya mendadak lemas. Sorot matanya kosong, dan tubuhnya tiba-tiba kaku.

Tsukuyo?

Tsuki tak bernapas. Dua orang perawat menarik lengannya ke belakang. Seorang dokter datang dan mengecek denyut nadi di leher Tsuki. Tsuki tak bergerak.

Seorang perawat datang membawa alat kejut jantung. Suara tangisan bayi terdengar cukup keras, dan di saat yang sama, Gintoki juga mendengar suara dokter dan perawat-perawatnya sedang berkomunikasi.

Alat kejut jantung menyentuh dada Tsuki. Tubuh Tsuki tersentak, namun tatapannya tetap kosong. Gintoki hanya memandangi wajah istrinya dengan nanar. Mulutnya terbuka lebar, tak percaya dengan apa yang dia lihat.

Gintoki melihat ke bawah dan mengangkat kedua tangannya. Kedua tangannya berdarah. Dia kembali melihat Tsuki. Tatapannya masih kosong dan untuk kedua kalinya, tubuhnya dikejutkan oleh aliran listrik alat kejut jantung. Namun, tak ada respons.

Sang dokter menoleh ke arah Gintoki dan menggeleng. Dokter tersebut membuka masker wajahnya, dan wajah Utsuro kini terlihat dengan jelas. Dia menyeringai menatap Gintoki.

Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Maaf.

"Tsuki!" suara Mitsuba menyadarkan Gintoki dari lamunannya. "Syukurlah aku tepat waktu!"

Mitsuba duduk di samping Tsuki. Keduanya langsung membicarakan Kagura. Hijikata berjalan dengan tenang di belakang Mitsuba dan menatap Gintoki yang wajahnya tegang.

Hijikata terdiam sejenak. Dia merasa ada yang aneh dari tatapan kosong Gintoki saat ini.

"Oi, Shiroyasha-dono. Daijoubu?" sapanya.

"Ya, aku tidak apa-apa," Gintoki menundukkan kepalanya agar wajahnya tak terlihat oleh Hijikata. "Aku baru ingat kalau hari ini aku melewatkan acara Ketsuno Ana."

Hijikata tak menjawab. Dia terus memperhatikan Gintoki.

"Mau kubelikan kopi?" tanyanya.

Gintoki menggeleng. "Susu stroberi saja."

"Tunggu sebentar," kata Hijikata seraya berbalik dan berjalan pergi.

Gintoki menghela napas panjang. Gintoki harus mengakui bahwa dia sedang ketakutan. Kagura ada di dalam ruang operasi bersama suaminya. Entah apa yang akan terjadi dalam waktu satu jam ke depan.

Gintoki menyandarkan tubuhnya pada dinding. Tsuki masih bicara dengan Otae, seakan-akan Gintoki tidak ada di sana.

Gintoki bersedekap dan menyilangkan kakinya.

Apa yang sebenarnya aku pikirkan?

Gintoki tak pernah merasa setakut ini. Imajinasinya terlalu liar, membuatnya khawatir akan orang-orang di sekitarnya. Entah kenapa, Gintoki menolak untuk memikirkan kehadiran seorang bayi di dalam hidupnya. Di kepalanya, hanya ada wajah Kagura.

Kagura adalah perempuan yang hebat. Dia kuat sekali, secara fisik dan mental. Dia akan melahirkan bayinya. Sebentar lagi, anaknya akan menampakkan diri.

Aku lega dengan hal itu. Kagura selalu bercerita kalau dia susah tidur selama beberapa bulan terakhir. Aku lega karena Kagura bisa melewati masa sulitnya tanpa banyak mengeluh.

Tapi... Kenapa aku...

Kenapa aku takut untuk memiliki seorang anak?

Kedua bola mata Gintoki bergerak ke kanan dan ke kiri. Entah apa yang dipikirkannya. Semua hal berkecamuk di kepalanya, mulai dari jumlah uang di rekening banknya, hingga wajah Tsuki yang sedang marah.

Ya, Tsukuyo.

Gintoki melirik istrinya. Tsuki terlihat khawatir dengan keadaan Kagura.

Kenapa wanita ini malah panik saat mendengar Kagura akan melahirkan?

Kondisinya jauh lebih buruk dari Kagura saat ini. Tsuki pernah kehilangan, dan aku masih merasa bertanggung jawab atas kejadiaan itu

Aku yang membuat istriku keguguran. Aku melukainya. Aku melukai dua orang di waktu yang sama. Yang satu selamat, yang satu berpulang.

Gintoki menatap ke lantai. Ada apa denganmu, Gin-san? Kenapa kau begitu khawatir? Kenapa Tsuki jauh lebih kuat darimu? Kenapap Tsuki bisa memaafkanku?

Ada apa denganmu, Gin-san?

Sebuah kotak besar susu stroberi menghantam hidung Gintoki, membuatnya berteriak dengan keras.

"Kemasan kecilnya habis. Jadi, aku belikan yang besar," Hijikata berdiri di depan Gintoki sambil melipat kedua tangannya ke depan. "Ada apa, Shiroyasha-dono? Wajahmu tidak bersemangat."

"Aku ngantuk, Baragaki-dono," jawab Gintoki sambil memijit batang hidungnya. "Bagaimana jika kau menemaniku merokok?"

Die Another Day 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang