Persepsi Zara #3 Indonesia VS Finlandia

41 4 4
                                    

Terkadang rasanya sangat sulit.
Terlalu banyak untuk kurun waktu 24 jam.
Seandainya mata tidak menuntut untuk terlelap, maka aku mungkin takkan beranjak.

Kadang aku bertanya ... kapan aku bisa melakukan apa yang benar-benar kusuka dan kubisa?
Aku tidak suka pelajaran yang mengharuskanku menghafal A sampai Z.
Aku tidak terlalu suka membuat logika untuk rentetan angka.
Tapi sangat-sangat suka menciptakan rima untuk barisan aksara.
Huruf adalah kesukaanku, bukan angka.

Entahlah mengapa aku mengambil jalan ini.
Mungkin karena ini satu-satunya,
Mungkin karena jalan yang lain terlalu jauh,
Atau perintah orangtua untuk mengambil jalan yang dekat itu.

Semoga suatu hari nanti pendidikan di Indonesia dapat setingkat dengan pendidikan di Finlandia.
Negeri di mana pendidikan itu adalah tentang KUALITAS, bukannya KUANTITAS.
Tidak perlu FULLDAY, tapi nanti adanya FULL MENURUT KEMAMPUAN SETIAP ANAK.
Semoga nanti akan ada sekolah-sekolah yang kurikulum dan pelajarannya SESUAI DENGAN BAKAT, MINAT, dan KEMAMPUAN ANAK.

Tidak lagi semua orang harus tahu apa itu rumus Sin, Cos, Tan yang tidak bisa dipakai untuk menyusun Laporan Keuangan. (Bagi para pecinta Akuntansi)
Tidak harus bagi semua orang untuk mengetahui Akun Riil ada 3 dan Akun Nominal ada 2 karena tidak bisa dipakai untuk merangkai kalimat dalam Novel Fiksi Fantasi. (Bagi para Penulis)

Suatu hari ... Indonesia akan menciptakan sekolah YANG SETIAP KALANGAN DAPAT MEMASUKINYA dan jurusannya bukan lagi hanya sekadar IPA, MTK, Bahasa, Akuntansi, Pariwisata, Pemasaran, dan semacamnya.
TAPI! Juga akan ada Tata Busana, Teater, Sastra, Seni Budaya, Wirausaha, Komik, Webtoon, Kepemimpinan, Kepenulisan, Computer Programming/Bahasa Komputer, Sejarah Dunia, dan lain sebagainya.
BUKAN DI JENJANG PERKULIAHAN yang sulit sekali dicapai bagi yang tak beruang.
Tapi di jenjang SMP dan juga SMA yang diwajibkan namun tidak membebankan.

Mengapa?
Agar setiap mimpi menjadi kenyataan.
Agar setiap jalan berliku dan berlubang dapat diminimalisir.
Agar masa depan ini terarah dan tidak mengawang di langit, tergantung begitu saja menunggu angin menerbangkannya.

Di suatu hari nanti....

"Kami pun ingin bahagia di masa remaja kami. Tertawa dan melakukan apa yang bisa dan kami suka. Bukan memaksakan diri untuk memahami apa yang tidak sanggup kami memahaminya. Hingga membuat apa yang kami bisa dan kami suka MEMUDAR begitu saja. Kumohon jangan halangi bakat dan kemampuan kami. Jika tidak bisa membantu, setidaknya jangan menjadi batu penghalang itu."

NARA & ZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang