Persepsi Zara #1 Keluargaku

19 3 0
                                    

Kemarin ayahku berhasil menangkap seekor ikan di sungai samping rumaku.
Aku dan adikku langsung melompat kegirangan.
Setelah itu ayahku berkata, "Kasihan anak-anak ikannya, nanti bisa dimakan ikan yang lebih besar."
Ibuku menjawab iya. Aku dan adikku ikut mengangguk kasihan.
Padahal ayahku lah yang menangkap ibu dari ikan-ikan itu.

Hari ini, atau esok dari kemarin.
Ayahku bilang akan memancing ikannya lagi.
Ayahku mengambil pancingan dan pergi ke luar.
Tak lama kemudian dia berteriak, "Dapat!"
Dia menadapatkan ayah dari ikan-ikan kecil itu.
Aku keluar untuk melihatnya dan dia berkata padaku.
"Besar, kan?"
"Iya" aku jawab.
Dan lantas ku lihat ke samping rumahku dan kulihat ikan-ikan kecil itu seperti kehilangan arah.
'Kasihan' kataku dalam hati.
Ayahku pun akhirnya berkata, "Kasihan anak-anak ikannya. Nanti bisa dimakan ikan yang lebih besar."
"Terus bagaimana?" kataku.
"Nanti kita lepas saja salah satunya. Ayah atau ibunya yang kita lepas?" jawab ayahku.
Aku sedikit terkejut mendengar itu. Padahal bukan hal yang mudah untuk menangkap ikan besar seperti itu.
Tapi aku tersadar akan satu hal setelah mendengar perkataan ayahku itu.

"Ada berapa banyak orang di dunia ini yang masih memikirkan nasib dari anak-anak ikan setelah berhasil menangkap ayah dan ibunya?"

Terkadang aku berpikir, mengapa aku suka sekali memikirkan hal yang tidak biasa dipikirkan oleh orang lain?
Mengapa aku kadang merasa terlalu berbeda dengan orang lain.
Dan sepertinya aku sudah menemukan jawabannya.
Karena keluargaku semuanya seperti itu.

Meskipun ayahku bukan orang yang sangat baik.
Dan ibuku tidak seramah ibu yang lain.
Aku tahu mereka adalah ayah dan ibu paling sempurna yang aku dapat di dunia ini.

Kami sama.

"Kami kadang memandang sesuatu tidak dari apa yang mungkin orang lain pandang. Tapi dari sesuatu yang mungkin tidak dipandang orang lain. Kami berbeda dari yang lain, tapi sama satu sama lain. Dan itu membuat kami sempurna."

Begitulah keluargaku. Sering bertengkar dan entah bagaimana berbaikan. Tidak saling mengucapkan cinta dan sayang tapi selalu tahu bahwa saling mencinta dan menyayangi.

Aku cukup bahagia.
Dan itu cukup.

Lagi, kami putuskan melepas ibunya. Karena yang dibutuhkan seorang anak pertama kali adalah ibunya. Semoga kalian bisa dalam kebahagiaan selamanya, ikan....

Sabtu, 10 November 2018

NARA & ZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang