Bersemayam dibalik senyum

225 10 0
                                    


          Perjalanan singkat yang tak pernah Anne fahami, sampai saat ini dia belum mengerti apa tujuan pasti hingga ia bisa berpijak di tempat yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Perasaan takut terkadang datang begitu saja tanpa disadarinya. Ya begitulah dia bisa langsung memahami sekitar tanpa perlu pengenalan terlalu mendalam.

"eh ada guru baru! Kenalan dong?" Seorang pemuda menjulurkan tangan kanannya kearah Lika. Walau yang tepat dihadapan pemuda itu adalah Anne.

"udah kenal kok!" ketus Lika. Anne tercengang.

"cowok bensin?" ucap Anne tanpa disadarinya.

"Namaku Mayda, nama kalian siapa?"

"Lika!" ketus Lika tanpa menghiraukan uluran tangan Mayda masih melayang di udara.

Anne menyikut perut sahabatnya itu dengan refleks.

"Aww... apaan sih nek?"

"Aku Anne!" sambung Anne tanpa uluran tangan. Sadar akan hal itu, tangan Mayda bepindah kearah Anne.

"Aku Rey!" pemuda dengan perawakan tambun, berkulit putih dan tidak terlalu tinggi, yang ternyata sudah duduk dari tadi bersebelahan dengan Mayda. Menjulurkan tangan kearah Lika.

Lika terlihat meraih uluran tangan itu. Anne melotot kearah sahabatnya itu, yang di plototin senyum kecut. "Dasar mata duitan!" Ucap Anne dalam benaknya.

Terlihat jelas memang, kulit putih bersih dan wajah yang terawat melapisi tubuh Rey.

"Hay Anne!" tangan Rey berpindah kearah Anne.

"Hay..." balas Anne dengan senyum kecil.

Belum genap seminggu, dua sahabat yang menginjakkan kaki di desa kecil itu, dengan koneksi yang di punyai Paman Musa, mereka dengan mudah mendapatkkan pekerjaan. Lika menjadi guru sekaligus wali kelas enam, sedangkan Anne berkesempatan menjadi guru bidang studi Matematika dan IPA di sekolah baru yang masih meminjam gedung sekolahan SD yang diajar oleh Lika. Jarak 60 kilometer yang harus ditempuh dan tanpa ada angkutan umum.

Satu masalah baru bagi Anne.

"Hay bu Lika! Mau pulang sama aku gak?" pria yang tidak mudah putus asa.

Mayda yang sebenarnya lebih tampan kalau dilihat, tapi tertutup oleh kesederhaan yang dipilihnya.

Lika melengos tak memperdulikan ajakan Mayda.

"Aku pulang sama Pak Rey aja! Boleh Pak Rey?"

"ya gak mungkin nolak lah! Diajak sama guru cantik kayak Bu Lika!" sahut Rey.

Anne menatap datar sahabatnya itu.

"Bu Anne pulang sama siapa?" ucap Mayda basa-basi.

"mungkin Paman Musa, kalau dia udah siap ngajar. Atau nanti bisa numpang orang yang lewat." Balas Anne datar.

"udah sih nek, kau pulang sama Pak Mayda aja, dia juga kosong, ya kan Pak?" lanjut Lika.

Mayda tersenyum kecut. Niat hati membonceng Lika, apa daya Anne yang punya cerita.

"gak usah! Aku gak pa-pa kok! Kata Paman musa kan selagi aku belum punya kendaraan sendiri, dia mau antar jemput! Ingatkan aja nanti Paman Musa untuk jemput kalo udah selesai ngajar."

"apa sih nek? Gitu aja ngambek ?" tambah Mayda.

Sontak mata Anne melotot, sejak kapan panggilan nek jadi sapaan umum ketusnya dalam hati.

Tawa Mayda memecah perdebatan kepulangan mereka hari itu. Hari pertama yang menjadi awal baru bagi hubungan mereka. Dan akhirnya mereka pulang dengan berpasang-pasangan.

Air Mata AnneWhere stories live. Discover now