Lega

2.9K 100 6
                                    

Megah. Satu kata yang menggambarkan gedung tiga lantai yang didominasi warna putih gading. Bangunan yang jika dilihat dari atas berbentuk huruf U itu benar-benar keren. Listy tak menyangka jika SMP yang didirikan enam tahun lalu itu kini sudah berkembang menjadi salah satu SMP favorit.

Sangat jelas terekam dalam benaknya, saat ia dulu masih berseragam putih abu-abu hampir setiap hari ia melewati tempat ini. Dulu sekolah ini hanyalah lahan kosong yang menjadi tempat bermain bola anak-anak sekitar, dan juga sebagai tempat pembuangan sampah warga. Entah siapa pemilik lahan kosong itu, yang jelas saat ia naik kelas XI sekolah itu sudah mulai dibangun.

Lebih dari setahun mungkin proses pembangunannya, karena saat dirinya lulus SMA bangunan itu belum sepenuhnya jadi. Yang jelas, saat ini dia masih terkagum-kagum, bangunan yang indah!

Oke, ini bukan saatnya mengagumi keindahannya, karena mulai sekarang aku akan menjadi bagian dari sekolah ini. Masih ada banyak waktu! Batin Listy tersenyum.

Listy melangkah dengan penuh percaya diri menuju ruang kepala sekolah. Sesuai pesan yang dikirim Om Bayu kemarin, beliau menyuruhnya untuk menghadap kepala sekolah hari ini. Dan sekarang dia sudah sampai di depan ruang kepala sekolah.
Pintu ruangannya sedikit terbuka, namun di dalam kelihatannya sepi, entahlah.

Listy mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, sambil mengucap basmalah dengan yakin ia mengetuk pintu itu tiga kali.

Tok tok tok.

Hening. Tidak ada jawaban. Sekali lagi dia mengetuknya.

Tok tok tok.

Masih tidak ada jawaban. Dia mulai celingak celinguk, berharap ada orang yang bisa ditanyai akan keberadaan sang kepsek. Mencoba peruntungannya sekali lagi, ia mengetuk pintu jati itu.

Tok tok tok.

Ini kalau sekali lagi  diketok nggak nyaut dapet piring cantik! Geram Listy tertahan. 

"Masuk!"

Akhirnya, kedengeran suaranya. Nggak jadi dapet piring cantik pak. Dapetnya guru cantik! Batin Listy terkikik.

Didorongnya pintu itu perlahan, "weitt!!" Listy kaget, didorongnya lagi pintu itu sekuat tenaga tapi pintunya tidak bisa terbuka sepenuhnya, hanya sepertiga saja. Cukup sih kalau untuk akses keluar masuk orang, tapi aneh aja.

Gedung sekeren ini pintunya masa seret, ckckck!! Gumam Listy pelan. Ia lalu masuk dengan pelan, mencondongkan badannya untuk melalui pintu itu.

Setelah di dalam, matanya sibuk menjelajahi seluruh ruangan. Ada meja kaca besar berikut kursi yang bisa berputar itu, entah kursi apa namanya, persis seperti yang di tv tv itu. Lalu ada dua kursi menghadap meja. Dibelakangnya ada satu set sofa di sudut ruangan. Belum selesai memindai isi ruangan terdengar suara handle pintu yang diputar.

Cklek!

Suara pintu terbuka. Tak lama kemudian keluarlah seorang bapak-bapak dari sebuah ruangan, lagi (?) Sepertinya itu pintu rahasia. Atau mungkin pintu kemana saja?! Entahlah. Listy bermonolog dalam hati.

Listy yakin itu adalah bapak Kepala sekolah. "Maaf. Saya tadi sedang di kamar kecil. Silakan duduk, mbak." Kata pak Kepsek mempersilakan Listy duduk di salah satu kursi dihadapannya.

"Purwadi," ucap bapak kepala sekolah memperkenalkan diri, mengulurkan tangan kanannya, mengajak Listy bersalaman. "Catur Winda, pak," balas Listy kalem, menyambut uluran tangan pak Purwadi.

"Iya, iya. Lho, tapi kok bukan mbak Listy? Kemarin kata pak Bayu namanya Listy?"

"Itu nama panggilan saya, kok, pak. Nama lengkap saya Catur Winda Listyawati," kata Listy menjelaskan. Pak Kepsek ber 'ohh' ria, mengangguk tanda paham.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suami MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang