Selesai sarapan dan mengobrol sebentar, akhirnya Max dan Nathan berpamitan pulang padaku. Dengan berat hati, aku membiarkan mereka kembali ke mansion mereka di Beverly sana. Bagaimanapun juga mereka punya kehidupan pribadi dan dengan mereka datang kemari beberapa minggu sekali atau di waktu luang mereka saja sudah sangat membuatku senang.
Rupanya ada yang merasa kalau aku sedikit tidak rela mereka pergi. Orang itu adalah Max. dia berbalik sebentar sebelum berjalan ke mobil mereka. “Promise me you’ll be okay without us?” Nathan menghentikan langkahnya dan ikut membalikkan badannya.
Aku mengangguk mantap. Tentu aku tak boleh membuat mereka khawatir dengan menyatakan bagaimana perasaanku sebenarnya apalagi pada Max. bisa-bisa dia akan mengutarakan ide anehnya seperti mengajakku kembali ke mansion, atau dia yang tinggal disini.
Max mengacungkan jari kelingkingnya ke hadapanku. Aku tertawa dan mengaitkan kelingkingku di jari kelingkingnya itu. “Promise.” Setelah Max mencium kepalaku dan memelukku terlebih dahulu, barulah dia berlari menuju mobilnya sementara Nathan mengikuti tingkah Max. Go back, memelukku namun tidak sampai menciumku.
Kalau begitu, biar aku saja yang mencium pipinya duluan. Nathan lumayan terkejut mendapatkan ciuman tiba-tiba seperti itu dariku. Aku tersenyum manis kearahnya dan dia masih saja diam seribu bahasa. “See ya, baby Nath!”
Nathan berjalan mundur beberapa langkah sebelum kembali menghadap kedepan dan masuk kedalam mobil. Max menurunkan kaca jendela mobilnya bersamaan dengan Nathan yang sedang menutup pintu. “Good bye, Kim!” Max melambaikan tangannya kearahku sedangkan Nathan melongokkan kepalanya sambil ikut melambaikan tangannya juga. “Take care!” aku tersenyum, membalas lambaian tangan mereka dan mengangguk.
Baiklah.
Aku tidak sendirian sepenuhnya. Rumahku jauh lebih ramai dengan kehadiran Ethan dan Emily ketimbang Max dan Nathan yang hanya berisik kadang-kadang saja. tapi masalahnya, Ethan dan Emily belum bisa ku ajak mengobrol. Apalagi mereka belum bisa berbicara sama sekali.
Mereka memang sudah bisa mengucapkan kalimat yang seirama seperti ma-ma dan da-da tanpa pernah ku ajari sebelumnya—mungkin itu pekerjaan Max atau Nathan atau siapapun yang pernah berurusan dengan anakku—dan aku masih belum punya kesadaran sama sekali untuk mengajarkan mereka berbicara.
Lucunya, pernah satu kali Ethan memanggilku dengan sebutan da-da dan sempat memanggil Nathan ma-ma. Waktu itu aku tertawa setengah mati sampai-sampai Emilu ikut tertawa melihatku tanpa mengerti apa yang sedang ku tertawakan.
Kalau saja Jason ada disini, kami pasti bisa menghabiskan seharian penuh dengan bersenang-senang dan tertawa-tawa.
Aku mulai memikirkan banyak hal sambil bersantai diatas sofa ketika ponselku yang terletak diatas meja berbunyi. Begitu melihat caller ID-nya, aku segera mengangkat telefon dari Ariana dengan wajah berbinar-binar. Siapa tahu dia menelfon dan mengatakan kalau dia sedang dalam perjalanan menuju kesini.
“Ariana!” pekikku senang.
“Hallo Summer? Yeah, it’s me Ariana. I’ll hit your road, so wait for me okay?”
Aku melongo mendengar percakapan singkat yang aneh sekali itu. Summer? Dia salah sambung atau apa? Aku tak sempat menanyakan apa-apa padanya karena telefonnya sudah terputus duluan dan aku tak bisa menghubunginya kembali.
Ada sesuatu yang aneh dari suara Ariana. Dia terdengar sedikit gugup dan buru-buru. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi, tapi kelihatannya tidak begitu bagus. Apa Ariana melakukan kesalahan lagi?
Dan, apa maksud dari kata-kata “I’ll hit your road” tadi? Apa jangan-jangan?
Ketika aku sedang memikirkan Ariana, terdengar bel dibunyikan dengan cara tidak sabaran sehingga aku yang ingin membukakan pintu jadi ikut emosi pada tamu yang tidak ku ketahui sekarang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIMBERLY 2: The Scarlet Return
RomanceKimberly yang sudah merasa hidupnya telah sempurna karena pada akhirnya bisa menemukan cinta sejatinya, kembali terpuruk dikarenakan cinta sejatinya itu justru pergi meninggalkan dirinya bersama kedua anaknya selamanya. namun, Kimberly tidak semudah...