Part 7
Dating.
Hari ini Naysilla sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Tapi bukannya kembali ke asrama, Sean justru mengajak gadis itu pergi melihat pameran.
Naysilla tentu menjadi yang paling bersemangat karenanya.
Di pameran, sudah sangat ramai. baik penjual, pembeli, atau seperti mereka, penikmat pemandangan.
Tak sedikit pria yang melirik ke arah Sean. Karena menurut mereka, Sean itu gadis yang cantik. Tak sedikit pula yang berusaha menggodanya. Ini tentu membuat Sean sedikit geram. Jika saja mereka tahu ia sesungguhnya adalah pria tulen. Hehehe.
Bisa saja Sean memberi pelajaran pada pria-pria penggoda itu, tapi tentu ia memilih tidak melakukannya.
Bisa masuk rumah sakit lagi si Naysilla, lantaran kaget betapa macho-nya Sean.
Akhirnya, Sean memilih dianggap memiliki kelainan, ia menggenggam tangan Naysilla mesra. Naysilla tentu terkejut.
"Hey ... apa yang kau lakukan? Semua orang menatap kita aneh."
"Biar saja, aku benci di goda para pria tadi."
"Kenapa? Mereka melakukan itu karena kamu memang gadis yang cantik, Syahnaz."
"Tetap saja. Aku tidak menyukainya. Dan kamu harus melindungiku."
"Melindungi? Dengan cara apa?"
"Seperti ini ...." Sean lalu merangkul Naysilla mesra.
Gadis itu langsung melotot, antara terkejut, panik, gugup dan entah apa lagi. Terutama ketika melihat beberapa orang di sana, menatap mereka aneh.
"Syahnaz ... aku malu."
"Biar saja, kan kamu sendiri yang ingin pergi jalan-jalan. Jadi kamu harus bertanggung jawab, untuk melindungiku. Mengerti?"
Naysilla mengangguk pasrah. Seumur-umur, baru kali ini ia jalan mesra dengan seseorang. Dan itu adalah Sean yang menurutnya adalah seorang wanita.
Mereka berhenti di foodcourt sostel. Seperti layaknya pasangan kekasih, Sean menyuapi Naysilla. Gadis itu pun menerimanya meski sedikit sungkan. Padahal ia sedang menutupi debaran jantungnya yang terus berpacu.
"Oh ya ampun ... apa yang sedang kupikirkan? Sadar, Nay ... sadaaar ... Syahnaz itu perempuan. Masa aku suka sesamaku sih?" gumam Naysilla pelan.
Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha tetap pada alurnya. Setidaknya pemikiran ia harus normal.
"Nay, ada saus mayones di atas bibirmu."
Naysilla berusaha mengelap saus di wajahnya. Hanya saja salah tempat. Sean yang tak sabaran, akhirnya menghapus dengan tangannya sendiri. Tapi bukannya di lap, Sean justru menjilat bekas mayonaise itu.
Melihatnya, wajah Naysilla seketika bersemu merah.
"Ba -- bagaimana bisa ... kamu justru memakannya? ... Bukan membuangnya?" tanya Naysilla gugup sambil terus menatap bibir Sean, yang entah kenapa lama-kelamaan terlihat sexy.
"Kenapa? Aku suka mayonaise," jawab Sean datar.
Padahal ia sedikit menyembunyikan senyum, usahanya berhasil membuat Naysilla gugup. Setidaknya ini balasan atas insiden tali bra beberapa waktu yang lalu.
Naysilla langsung membuang pandangannya, ia takut debaran jantungnya terlihat Sean.
"Ada apa? Mengapa aku seperti ini??" gumamnya pelan.
"Hey ... Naysilla, ada yang ingin aku tanyakan."
"Apa?" Masih tak mau menatap Sean. Ia lalu menyeruput jus jeruk pesanannya.
"Kamu sudah memiliki pacar?" tanya Sean.
Mendengarnya, seketika Naysilla tersedak. Sean pun lalu menepuk-nepuk punggungnya lembut.
"Hey ... makanya, kalau minum pelan-pelan," ucapnya lagi.
"Kenapa kamu menanyakan hal itu?"
"Hanya penasaran."
"Aku tidak memiliki kekasih."
"Tidak memiliki kekasih? Tapi memiliki banyak mantan?"
"Tidak juga. Kamu lihat? Aku ini tidak cantik. Aku tidak pernah sekalipun dekat dengan pria."
Sean lagi-lagi menyembunyikan senyumnya. Entah kenapa ia merasa bahagia mendengar penuturan Naysilla barusan.
"Ah ... kecuali dewa penyelamatku itu."
"Hemm ... masih saja memikirkan dewa penyelamat."
"Tentu saja, dia itu pria pertama yang cukup dekat denganku. Kamu sendiri, apa sudah memiliki kekasih? Emm ... pasti sudah, kamu kan cantik."
"Jangan menilai orang hanya dari luarnya. Semua wanita menurutku cantik. Mereka memiliki keunikannya masing-masing. Termasuk kamu."
Mendengar itu, Naysilla terdiam. Antara
bingung, senang, atau bahkan jatuh cinta?"Ayo, Nay ... kita lihat pameran lukisan di sebelah sana." Sean mengulurkan tangannya.
Terlihat ragu, tapi kemudian Naysilla menyambut uluran tangan Sean.
*****
Setelah puas menikmati pameran, mereka berdua kembali ke asrama. ternyata Genk Norma sudah menunggu kedatangan mereka.
Naysilla yang agak trauma karena perlakuan Genk itu, memilih menyembunyikan dirinya di belakang punggung Sean.
"Kamu gak perlu takut," bisik Sean.
Norma kemudian menghampiri Naysilla, dan menyerahkan sebuah bungkusan. Rupanya isi di dalam bungkusan itu adalah buah-buahan.
"Syukurlah kamu ... sudah sadar, Nay. Selamat kembali ke asrama ... Dan, tolong maafkan kami, atas segala kesalahan kami padamu," kata Norma sedikit gugup.
Naysilla menerima bungkusan itu sembari terheran-heran.
"Hey ... ada orang yang minta maaf, kenapa kamu malah terdiam?" tanya Sean yang langsung menyadarkannya.
"Oh ... i -- iya, aku maafkan. Terima kasih," balas Naysilla.
Genk Norma bersama dengan mereka berdua sama-sama tersenyum. Mulai sekarang, mereka tidak perlu mengkhawatirkan adanya pembullyan di akademi.
Setidaknya itu lebih baik, karena sejatinya sekolah adalah tempat menuntut ilmu, bukan ajang siapa paling hebat.
"Oh ya, besok ada jadwal tes kesehatan. Jadi, persiapkan diri kalian, ya." Norma menyampaikan.
"Tes kesehatan?" Sean
"Ya, seharusnya sih setiap mid semester. Entah kenapa, jadwal itu jadi di majukan," jelas Norma.
Sean terdiam mendengarnya. Ini merupakan hambatan besar baginya. Bagaimana tidak? Dengan melakukan tes kesehatan, itu tandanya bagian tubuhnya akan diperiksa. Jika dalam keadaan normal, tentu semua itu tidaklah masalah. Tapi, dengan posisinya yang menyamar??
"Aku tidak yakin," gumam Sean pelan.
"Apa?" tanya Norma heran.
"Oh ... tidak, tidak ada apa-apa."
"Baiklah, kalau begitu kami pergi dulu." Norma dan teman-temannya segera berlalu.
Selepas kepergian mereka, Sean masih saja terdiam. Ia terus berpikir, dan berpikir ... bagaimana caranya agar ia bisa menghindari tes itu.
Naysilla sepertinya menyadari hal itu.
"Ada apa dengannya? Apa dia menderita suatu phobia?" Gumamnya pelan.
Masih memperhatikan Sean, ia lalu menatap kedua buah dadanya.
"Seingat ku dia paling tidak suka melihat tubuh orang lain. Mungkinkah itu penyebabnya? Oh ... ya, pasti begitu! Kasihan Syahnaz. Dia pasti merasa minder," ucap Naysilla pelan, sambil terus menatap dada Sean.
(Bhahaha) Seandainya ia tahu ..
*****
Maaf ya teman, updatenya lambat. Semalam aku ketiduran 😂😂🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Man
Mystery / ThrillerSean menyamar sebagai wanita, untuk mengetahui misteri hilangnya kesadaran Syahnaz. Ia adalah adik, sekaligus saudara kembarnya. Bisakah Sean menemukan pelakunya? Dan bagaimana lika liku kehidupannya di asrama wanita? simak aja ya ...